Share

Bagian 2

Author: Iva puji J
last update Last Updated: 2025-07-05 18:25:02

"Selamat datang kembali di kantor tercinta bestie." Seorang wanita segera menyambut kedatangan Anindya pagi itu di kantor yang bergerak di bidang perencanaan pembangunan rumah, design eksterior dan interior juga konsultasi tentang bangunan. Wanita itu tersenyum lebar sambil merentangkan kedua tangannya menghampiri Anindya bersiap untuk memeluknya.

"Kangen banget!" Ucapnya saat memeluk Anindya dengan erat.

"Duuhh...lebay banget sih. Padahal baru minggu lalu kamu nemenin aku nyari rumah kontrakan. Terus selama beberapa bulan ini juga nemenin aku bolak balik ke pengadilan agama," kekeh Anindya yang menyambut pelukan hangat sahabatnya itu.

Wanita itu ikut terkekeh sambil menutup bibirnya dengan telapak tangan. "Maksudnya aku kangen sekantor lagi sama kamu. Untungnya si bos baik dan masih mau menerima kamu di kantor ini."

"Ini kan berkat kamu juga, bestie." Anindya menowel hidung mancung wanita itu.

Wanita itu tertawa ringan. Ia lalu mengapit lengan Anindya dan mengajaknya masuk ke dalam ruang kerja.

"Ayokk....kuantar ke meja kerjamu!" Ucapnya dengan semangat.

Anindya hanya menggeleng-gelengkan kepala melihat tingkah sahabatnya. Ia menurut dan mengikuti wanita itu ke meja kerjanya.

"Taraa! Ini meja kerjamu." Wanita itu menunjukkan meja kosong pada Anindya. "Meja ini belum terisi Nin, sejak kamu menikah dan resign 5 tahun lalu."

Anindya mengelus meja itu pelan. Ingatannya terlempar ke 5 tahun silam saat ia masih bekerja di perusahaan itu. Di yang baru lulus kuliah langsung diterima bekerja di perusahaan design dan perencanaan bangunan seperti impiannya. Ia seorang arsitek yang pandai menggambar denah, mendesign suatu bangunan agar tampak indah terutama hunian. Ia ingin suatu saat bisa mengerjakan sebuah proyek perumahan mewah lengkap dengan design interiornya. Namun, ia harus mengubur mimpinya itu dalam-dalam sebelum terwujud saat dirinya dilamar lalu menikah. Adrian sang mantan suami tak memperbolehkannya bekerja. Lelaki itu ingin agar Anindya fokus untuk mengurus rumah dan ibunya. Jadilah, dia menjadi ibu rumah tangga seutuhnya.

5 tahun ia mengabdikan seluruh hidupnya dan mengorbankan mimpinya untuk keluarga Adrian, nyatanya yang diterima Anindya adalah sebuah penghianatan. Belum lagi ibu mertua yang dari awal tak menyukainya meski ia sudah mati-matian berusaha mengambil hati sang mertua. Ibu dari mantan suaminya itu semakin membencinya karena selama pernikahan, dia belum bisa memberikan keturunan. Anindya sudah memeriksakan diri ke dokter kandungan dan semua baik-baik saja. Tak ada yang salah dengan dirinya. Begitu pun dengan mantan suami. Mungkin semua hanya menunggu waktu saja, tapi sepertinya mereka tidak sabar untuk menunggu lebih lama.

"Kenapa Nin? Teringat masa lalu ya?" Kalila, sahabatnya menepuk pundak Anindya pelan.

Anindya menoleh dan menyeka matanya yang sedikit basah. Ia tersenyum tipis dan berusaha baik-baik saja, walau sebenarnya hatinya masih sangat sakit jika mengingat masa lalunya.

"Aku terharu Lila. Pada akhirnya aku kembali menghuni meja ini," jawab Anindya seraya tersenyum.

"Sudah ya Nindy. Kamu jangan sedih-sedih lagi setelah ini. Aku tahu semua ini berat untuk dijalani. Aku mengerti jika kamu belum bisa melupakan Adrian, tapi hidup harus terus berjalan, honey. Jangan terjebak terlalu lama pada masa lalu. Terlebih pada penghianatan yang dilakukan oleh Adrian dan si ulat gatal, Viona itu." Kalila sangat geram saat menyebut nama Viona.

Ia tahu siapa Viona. Dia adalah sahabat Anindya sejak jaman putih abu-abu. Bertahun-tahun menjalin persahabatan, nyatanya tak membuat hubungan mereka langgeng. Bahkan Viona secara terang-terangan iri pada hidup Anindya yang mendapat suami tampan juga kaya raya. Itu salah satu alasan kenapa dia berhianat dan merebut Adrian dari tangan Anindya.

"Mereka tak pantas diratapi ataupun ditangisi, Nin. Air matamu itu lebih berharga ketimbang nangisin dua manusia yang busuk hatinya. Kamu harus kuat dan menunjukkan pada mereka kalo kamu bisa lebih bahagia setelah ini," tutur Kalila memberikan semangat pada sahabatnya itu agar tidak terus-terusan meratapi nasibnya yang malang.

Anindya kembali mengulas senyum sambil manggut-manggut. "Iya Lil. Aku akan berusaha hidup lebih bahagia setelah ini. Terima kasih ya kamu selalu ada buat nyemangatin kalo aku lagi down kayak gini."

"Pasti dong. Aku cuma mau lihat kamu bahagia terus, jadi jangan sedih-sedih lagi. Kita happy-happy aja," balas Kalila seraya merangkul pundak Anindya.

"Sekarang aku bantuin kamu beresin meja kerja, setelah itu segera menghadap bos. Udah ditungguin tuh, dia pesen kalo kamu datang hari ini suruh langsung ke ruangannya," ujarnya lagi.

Anindya menganggukkan kepalanya sekali lagi. "Makasih ya Lila."

"Iya sama-sama bestie."

Kalila dengan semangat membantu Anindya membereskan meja untuk tempat kerjanya di kantor itu. Hari itu ia merasa sangat bahagia karena sahabatnya kembali bekerja menjadi satu tim dengan dirinya. Dia tak sabar mengulang masa indah dulu sewaktu masih bersama bekerja di kantor itu dengan Anindya.

Perasaan yang sama juga dirasakan oleh Anindya. Ia begitu bersemangat meski hatinya masih sakit. Setidaknya dengan bekerja dan bertemu dengan orang-orang baru bisa membantunya menyembuhkan luka hatinya.

*****

(Habis 15 juta perbaikan motornya. Kamu jadi tranfer uang sebagai ganti rugi kan?) Sebuah pesan dari nomer tak dikenal masuk ke ponsel Anindya.

Wanita itu mengangkat ponselnya setelah mendengar bunyi notifikasi pesan masuk. Ia mengernyitkan dahi membaca pesan singkat itu.

"Oh...astaga." Anindya menepuk dahinya sendiri pelan. "Kok aku bisa lupa sih sama cowok itu. Padahal kan udah janji mau gantiin uang perbaikan motornya."

Ia memelototkan mata melihat nominal biaya yang harus ia ganti. WHAT?? 15 juta untuk biaya perbaikan motor? Apa nggak salah tuh? Perasaan motornya kemarin cuma lecet-lecet doang. Apa dia mau menipu dan memerasku? pikir Anindya yang merasa tak masuk akal dengan nominal yang harus ia ganti.

Uang tabungan miliknya yang tak seberapa sudah menipis, menyisakan saldo yang tak lebih dari 10 juta. Ia menghabiskan uang tabungannya untuk membayar pengacara agar bisa secepatnya lepas dari Adrian. Ia terpaksa membayar mahal karena Adrian dengan sengaja mempersulit proses perceraian mereka. Lelaki itu benar-benar tak ingin berpisah, tapi Anindya bersikeras. Wanita itu lebih baik hidup menjanda daripada harus hidup berdampingan dengan pelakor tak tahu diri. Bisa-bisa si pelakor itu menindasnya terus. Anindya tak mau hal itu terjadi. Selain itu, ia juga membayar penuh rumah kontrakan selama 1 tahun. Maka yang tersisa di tabungannya hanyalah uang untuk hidup sehari-hari sebelum ia menerima gaji bulan depan.

Ia pikir biaya perbaikan motor itu hanya berkisar ratusan ribu saja, jadi waktu itu Anindya tanpa pikir panjang menawarkan mengganti biaya perbaikan sebagai bentuk tanggung jawabnya karena telah menabrak pemuda itu. Tapi, siapa yang bakal menyangka jika biaya perbaikan motor tersebut ternyata sangat mahal melebihi perkiraannya.

(Iya aku akan ganti rugi kok. Tapi kalo misal ganti ruginya nunggu aku gajian bulan depan bisa nggak kira-kira?)

Anindya mengetik balasan untuk si pemuda itu sambil berharap-harap cemas. Ia berharap pemuda itu akan setuju memberinya tenggang waktu untuk mengganti biaya perbaikan motor milik pemuda itu.

(Gini aja deh, sebagai kopensasi karena kamu minta tenggang waktu, gimana kalo kamu bantuin aku ngerjain tugas kuliah? Kalo kamu bersedia, aku juga bakal sabar nunggu sampai kamu gajian)

Anindya membaca balasan dari pemuda itu. (Oke, aku setuju)

(Deal ya?)

(Deal)

(Oke. Kalo gitu nanti sore kamu temuin aku di resto cepat saji yang ada di Mall. Nanti aku kirimi kamu alamatnya. Kebetulan hari ini lagi ada tugas dari dosen)

(Oke. Siap. Setelah pulang kerja)

(Yup. Aku tunggu)

Anindya tak membalas lagi. Ia menghela napas panjang. Sudah lama ia tak berkutat pada tugas-tugas kuliah, mana dia juga belum tahu si pemuda itu kuliah jurusan apa. Bagaimana jika pemuda itu mahasiswa kedokteran atau bidang ilmiah tertentu, dia mana paham kalau soal itu. Sedangkan dirinya sendiri lulusan arsitektur.

"Ehm...nggak pa-pa lah lihat saja nanti dia kuliah jurusan apa, asal dia nggak nagih untuk bayar sekarang aja," gumam Anindya yang mengingat sisa uang tabungannya hanya cukup untuk kebutuhan hidup sebulan dan membeli bahan bakar mobilnya.

"Nin!" Kalila menepuk bahunya membuat wanita itu terlonjak kaget. Anindya segera menoleh ke belakang.

"Astaga Lila! Ngagetin aja sih," cetusnya seraya mengelus dada karena kaget.

Kalila hanya cengengesan melihat reaksi temannya itu. "Sorry...sorry Nin. Aku nggak niat buat ngagetin kamu kok."

"Iya nggak pa-pa Lil. Santai aja. Ehm ...ada apa?"

"Nanti sore jangan langsung pulang dulu ya, kita jalan kemana gitu, nongki-nongki syantik. Kan kangen juga hang out sama kamu," ajak Kalila.

"Sorry ya kalo untuk sore ini aku nggak bisa. Udah ada janji soalnya," jawab Anindya dengan wajah nggak enak hati. Sebenarnya ia juga kangen jalan bareng Kalila. Hal yang jarang dilakukannya dulu karena Kalila sibuk dengan pekerjaannya, meski ia memiliki banyak waktu saat masih menjadi seorang istri. "Maaf ya. Ehm...gimana kalo besok aja?"

"Hayo lho ada janji sama siapa??" Goda Kalila membuat kedua pipi Anidya sedikit memerah. "Jangan-jangan janjian sama cowok baru?! Ciee...cieee..."

Anindya tersipu. "Apaan sih?! Nggak kok. Bukan kayak gitu. Emang aku masih ada urusan yang mesti aku selesain."

Kalila tergelak melihat sahabatnya salah tingkah.

"Iya...iya...nongkinya besok aja. Aku yang traktir deh." Kalila manggut-manggut sambil terus senyum-senyum.

"Makasih atas pengertiannya Kalila. Makin sayang aja sama sahabatku satu ini." Anindya mencubit pipi Kalila gemas.

"Tapi, kalo kamu udah punya kenalan cowok baru, jangan lupa kenalin ke aku ya." Bisik Kalila seraya tertawa.

"Lila!!" Anindya cemberut sampai bibirnya mengerucut. Sementara itu, Kalila tertawa terbahak-bahak berhasil menggoda sahabat baiknya itu.

*****

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dibuang suami, dikejar berondong manis    Bagian 9

    "Bisakah kita menjalin hubungan lebih sekedar teman?" Pinta Zevan penuh harap."Maaf, aku tak bisa Zevan," jawab Anindya tegas. Tentu saja ia masih menutup pintu hatinya rapat-rapat karena banyaknya luka yang masih belum sembuh total. Ia tahu Zevan akan kecewa dengan ucapannya, namun dia belum mau menjalin hubungan dengan lawan jenis dalam waktu dekat ini."Kenapa? Apa karena kamu takut akan statusmu saat ini? Atau karena aku hanya seorang pemuda yang masih berkuliah? Atau kau takut jika aku tak bisa menafkahimu dan membuatmu bahagia?" Cecar Zevan sedikit kecewa."Bukan....bukan soal itu. Ada hal lain yang membuatku tak bisa menerimamu lebih dari sekedar teman." Kepala Anindya menunduk. Hatinya masih terasa sakit mengingat penghianatan yang dilakukan oleh orang terdekatnya. Mereka menorehkan luka yang teramat dalam dan sulit untuk sembuh. "Katakan padaku apa yang membuatmu sulit menjalin hubungan lebih dari sekedar teman? Barangkali aku bisa membantumu untuk lebih percaya diri, mungk

  • Dibuang suami, dikejar berondong manis    Bagian 8

    Anindya sedikit ragu saat akan memasuki gedung itu. Ia tahu itu restoran mewah, harga makanan di dalamnya tentu tidaklah murah. Jika ingin merayakan sebuah keberhasilan kenaikan nilai ujian, ini terlalu berlebihan untuknya. "Kita beneran mau makan disini?" Tanya Anindya ragu. "Apa jangan-jangan uang yang akan kubayar untuk nraktir aku makan disini?!""Yakin!" Tegas Zevan. "Memang kenapa? Lagipula nggak pa-pa juga kan kalo misalnya separo hutang yang kamu bayar, kita gunain buat makan disini.""Tapi mungkin makanan disini mahal, kamu nggak sayang sama duitnya?" Anindya mengingatkan. Kepala Zevan menggeleng tegas. "Kan nggak tiap hari. Hanya sekali doang. Udah, yuk turun."Zevan segera melepas seatbeltnya dan bersiap untuk turun dari mobil. Anindya mengikutinya saja walau wajahnya menunjukkan sikap ragu-ragu. Tentu saja ini pun pertama kalinya ia datang ke sebuah restoran mewah. Selama menikah dengan Adrian, lelaki itu belum pernah mengajaknya dinner berdua di restoran se-mewah ini. L

  • Dibuang suami, dikejar berondong manis    Bagian 7

    Sudah satu bulan berlalu sejak pertemuan pertama mereka kala itu. Zevan terlihat semakin dekat dan nyaman berada di dekat Anindya. Ia jatuh cinta pada Anindya. Ia juga tak peduli pada status jandanya dan jarak umur diantara mereka. Baginya, Anindya lah yang bisa menggetarkan hatinya dan membuatnya membuka hati. Hari ini tepat dimana Anindya akan membayar separo dari total hutang perbaikan motornya seperti yang dijanjikan. Semula Anindya akan mentransfer melalui rekening, namun Zevan menolak dan meminta uangnya dibayar secara langsung. Ia beralasan memiliki hutang pada seorang teman dan berjanji akan membayarnya, jadi sekalian saja ia tak perlu capek mengambil uang di atm. "Kamu ini menyusahkanku saja. Padahal ada yang mudah tinggal tranfer beres, malah minta dibayar cash dan ketemuan," dengus Anindya kesal. Ia merasa dikerjai oleh Zevan. Ia masih memegang ponselnya "Pasti ini cuma modus kamu kan?" Tuduh Anindya. "Sembarangan!" Seru Zevan melalui sambungan telepon. "Modus ap

  • Dibuang suami, dikejar berondong manis    Bagian 6

    Mobil Anindya berhenti di sebuah apartemen mewah. Ia berpikir jika pemuda itu bukan anak dari orang sembarangan. Tak akan mungkin dia tinggal di apartemen semewah itu jika dia anak orang dari kalangan biasa. "Pantas saja motornya mahal begitu. Cuma lecet sedikit doang udah habis belasan juta untuk biaya perbaikan, ternyata dia anak orang kaya rupanya," gumam Anindya sambil memperhatikan apartemen itu. Anindya segera menyalakan mobilnya kembali dan masuk ke area parkiran apartemen. Dia keluar mobil dan segera masuk ke dalam apartemen itu mencari lift untuk naik ke lantai 5. Pemuda itu sudah mengirimkan alamat lengkap dimana dia tinggal pada Anindya. Wanita itu berdiri di depan sebuah pintu dan memastikan nomor yang tertera di alamat yang ada di ponselnya sebelum ia memencet bel. Tak berapa lama, pintu pun terbuka dan sesosok wajah yang ia kenal muncul dari balik pintu. "Selamat datang," ucap Zevan menyambut kedatangan Anindya. Dengan kikuk Anindya melangkahkan kakinya

  • Dibuang suami, dikejar berondong manis    Bagian 5

    Zevan menyeruput es kopi susu favoritnya hingga tinggal separo. "Jadi, lelaki itu adalah mantan suamimu?" Anindya mengangguk lesu. Masih nampak gurat kesedihan akibat perceraian beberapa hari lalu. Anindya bukan tak bisa move on, namun baginya sulit melupakan cinta lelaki yang sudah membersamainya selama beberapa tahun terakhir, meski cintanya sudah dihianati. Tentu saja hatinya sedih dan terluka akibat perselingkuhan yang dilakukan oleh Adrian dan Viona, teman dekatnya. Tapi, ia hanya manusia biasa, masih ada sedikit rasa tertinggal di dalam hatinya untuk Adrian. Bahkan ia selalu membayangkan bahwa apa yang ia alami hanyalah sebuah mimpi belaka. Ia sadar bahwa dirinya tak bisa berlarut dalam kesedihan. Ia juga tak mau ditertawakan oleh Viona ataupun sang mantan mertua karena keputusan cerai yang ia ambil malah membuatnya terpuruk. "Maaf ya tadi aku ngakuin kamu sebagai kekasih baruku," ucap Anindya merasa bersalah. Ia sadar hal itu tak pantas ia lakukan, apalagi tanpa seizin Ze

  • Dibuang suami, dikejar berondong manis    Bagian 4

    Saat Anindya dan Zevan tengah sibuk berdiskusi dan mengerjakan tugas, tak jauh dari tempat mereka duduk, terlihat Adrian dan Viona berdiri celingukan mencari meja kursi yang masih kosong. "Mas, itu bukannya Nindy?" Jari Viona menunjuk mengarah ke depan tempat dimana Anindya dan Zevan duduk. Wanita yang perutnya mulai membesar itu memperhatikan Anindya yang duduk bersama dengan Zevan. Mata Adrian langsung mengarah kearah jari telunjuk Viona. Ia menyipitkan matanya. "Sama siapa dia? Adiknya?" Tanya Viona memancing reaksi Adrian. Ia sebenarnya juga tahu pemuda yang duduk disamping Anindya bukanlah adiknya. Ia hanya ingin menunjukkan pada Adrian jika Anindya bersama laki-laki lain. Dengan begitu, Adrian akan menganggap Anindya sudah melupakan dirinya. Kepala Adrian menggeleng setelah memperhatikan lelaki yang bersama dengan mantan istrinya itu. " Bukan adik Nindy deh kayaknya. Aku kenal bagaimana wajah adik lelaki Nindy." "Lha terus siapa dong? Apa jangan-jangan itu pacar baru

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status