Share

Menikah Lagi?

Aruna tidak kaget sama sekali, ia yakin mantan calon suaminya itu akan segera tahu dia kembali.

“Katakan padanya, aku sibuk dan tidak ingin bertemu dengan siapapun,” tegas Aruna.

Lea tidak beranjak, ia masih memandangi wajah Aruna dengan perasaan bertanya-tanya.

“Kenapa kamu masih di sini?” tanya Aruna.

“Tidak! Saranku, lebih baik kamu temui dia! Marvin sepertinya sangat terpukul sejak kamu tinggalkan,” imbuh Lea.

Aruna tidak menanggapi ucapan Lea, ia fokus dengan laptop dan rancangan strategi yang akan ia gunakan untuk menambah daya tarik hotelnya. Lea pun bergeming, ia ingin Aruna menyelesaikan persoalan yang menghinggapi kehidupannya, bukan selalu menghindari. 

Hampir 15 menit Aruna dan Lea bertanding diam. Akhirnya Aruna mengalah, ia tidak bisa mengabaikan orang yang selalu hadir saat ia butuh.

“Sampai kapan kamu akan berdiri, Le? Jangan menyiksa dirimu demi orang lain,” seru Aruna.

“Aku melakukan semua ini bukan demi orang lain, tapi demi teman aku.” Aruna menghentikan kegiatannya dan menatap Lea.

“Run! Aku tidak menyuruh kamu kembali pada Marvin, tapi kamu tidak mungkin menghindarinya terus. Temui dia! Katakan apa yang selama ini kamu tahan. Masalah kamu tidak akan pernah berakhir, meski hubungan kalian selesai.”

Aruna membenarkan apa yang dikatakan Lea, dengan berat hati ia menemui Marvin.

“Ada apa ke sini?” tanya Aruna datar.

“Runa? Aku merindukanmu,” Marvin sangat bahagia sang kekasih sudah kembali.

Ketika Marvin berdiri ingin memeluknya, ucapan Aruna menghentikan gerak Marvin.

“Stop! Jangan berani menyentuhku, Marvin.”

Aruna melihat penampilan Marvin dari atas ke bawah. Tubuhnya lebih kurus, rambut panjang, wajah kusam, dan penampilan acak-acakan. “Kenapa Marvin jadi seperti ini?” batin Aruna.

Aruna kembali menatap wajah Marvin, ia melihat lingkar hitam di bawah matanya. “Apa dia tidak pernah tidur?” lanjut Aruna lagi.

“Maafkan aku, Run! ...Aku mohon, jangan tinggalkan aku, Run!” lirih Marvin dengan mata yang berkaca-kaca.

Ia sadar tidak mudah bagi Aruna menerimanya kembali. Namun, ia tidak ingin kehilangan Aruna. Mungkin cinta untuk sang isteri sudah ada sejak lama, tapi pikiran Marvin yang masih mematri Amalia lah yang berkedudukan di hatinya.

“Kenapa penampilanmu begini?” Aruna mengabaikan permintaan maaf Marvin, rasa penasarannya lebih dominan.

Ego Aruna kalah, ia sudah menahan diri agar tidak bertanya, tapi pertanyaan itu terucap begitu saja.

Marvin menarik sudut bibir membentuk lengkungan, ia merasa Aruna masih peduli padanya.

“Ini semua karena kamu, Run! Aku tidak punya tujuan hidup selain menemukanmu.”

“Apa kamu tidak pernah makan? Kenapa kurus begini?” lagi-lagi Marvin tersenyum mendengar ocehan Aruna.

“Selera makanku hilang bersamaan dengan kepergianmu,” tutur Marvin.

Aruna menghela nafas panjang, ia iba dengan Marvin. Kondisinya lebih kacau dari pertama kali mereka bertemu. Karena merasa bersalah, Aruna menemani Marvin ke salon untuk membenahi penampilannya. Kemudian, ia juga membawa mantan kekasihnya makan siang.

Marvin merasa di awang-awang, diperhatikan oleh wanita yang dicintai. Ia pulang dengan penampilan seperti semula dan wajah berseri. Erica dan Patrick heran, tapi pagi sang anak berangkat dengan penampilan kumal. Sekarang pulang menjadi pangeran. Apa ada seorang putri yang merubahnya?

“Sepertinya ada yang sedang bahagia ya, Pa?” sindir Erica.

“Ia, Ma. Mungkin seorang putri berhasil merubahnya,” tukas Patrick.

“Mama dan papa benar, aku bertemu kembali dengan sang putri. Aku bahagia ... ternyata Aruna masih peduli padaku.

“Aku sangat bahagia, Ma-pa!” Marvin bersiul menuju kamarnya.

Erica dan Patrick turut bahagia melihat kebahagiaan sang anak. Kepergian Aruna menjungkir balikkan kehidupan Marvin. Bahkan, ia tidak peduli dengan kesehatannya.

Namun, semua itu hanya sekejap. Seminggu setelah Marvin menghabiskan waktu bersama sang kekasih, ia kembali diguncang keadaan. Aruna mengirimkan secarik surat, yang menyatakan dirinya tidak ingin melanjutkan hubungan dengan Marvin. 

Keputusan Aruna cukup menyentak perasaan Marvin, kebersamaan minggu lalu ternyata merupakan kenangan terakhir bersama sang kekasih. Marvin tidak bisa menerima semua itu, ia akan berjuang untuk mendapatkan cinta Aruna lagi. Tidak ada seorang wanita pun yang bisa masuk dalam hatinya, kecuali Aruna. 

Keadaan tidak semakin membaik. Tiga bulan setelah putus dengan Marvin, Aruna berdebat dengan kedua orangtuanya. Luna dan Aditya menjodohkannya dengan seorang pria yang tidak dikenal.

“Aku tidak mau, Pa-Ma! Jangan membuat keputusan sembarangan seperti ini,” protes Aruna.

“Runa sayang, mama yakin kamu akan menyukainya. Dia baik, tampan, pekerja keras lagi.

“Kamu tidak akan menyesal, Nak!” bujuk Luna.

“Bercanda mama dan papa kelewatan, sedangkan menikah dengan orang yang aku cintai saja gagal. Apalagi dia tidak aku kenal sama sekali.”

“Runa! Ini hanya masalah waktu, papa yakin kamu akan bahagia bersama dia.

“Kalian akan menikah satu minggu lagi,” timpal Aditya.

“Aku tidak mau, Pa! Kenapa kalian tega padaku?” teriak Aruna berlari ke kamar.

“Kenapa? Kenapa semua jahat padaku?” Aruna menangis histeris.

Ia lempar semua bantal ke lantai. Baru tiga bulan yang lalu pernikahan batal dan kini akan di ulang kembali? Aruna beranggapan orangtuanya tidak belajar dari pengalaman, semudah itu menjodohkan ia dengan pria yang tidak dikenal.

Apa menikah segampang itu? Tidak! Aruna tidak siap memulai hubungan baru, terlebih dalam waktu singkat.

Setelah tak medengar luapan emosi Aruna, Luna membuka pintu kamar dengan hati-hati. Ia sangat terkejut saat netranya menatap keadaan kamar Aruna. 

“Selalu saja begini,” bisik Luna mulai merapikan kamar sang anak.

Kemudian, Luna duduk di tepi ranjang. Ia usap rambut Aruna lembut, “Maafkan mama, Runa!” ujarnya mencium kening sang puteri.

Aruna membuka mata saat benda kenyal dan hangat menyentuh keningnya.

“Mama!” lirih Aruna.

“Mama mengganggu tidurmu, ya?” tanya Luna tersenyum.

Aruna melihat sekeliling kamar yang tidak berserakan lagi, “Mama yang merapikan kamarku?”

“Iya ... Sepertinya tadi ada yang ngamuk,” sindir Luna.

Luna menangkup pipi Aruna, ia hapus jejak air mata yang masih membekas. 

“Runa? Maafin mama dan papa ya, Sayang! Kami tidak bermaksud memaksa kamu, tapi kami memiliki alasan dibalik ini semua.”

Luna mulai menjelaskan dan memberi pengertian pada Aruna. Ia juga memberikan pilihan, jika Aruna ingin membatalkan pernikahan itu. 

Disatu sisi Aruna tidak ingin mempermalukan keluarganya, tapi di sisi lain ia juga belum siap untuk menikah lagi. Luka lama saja masih lembab. Aruna takut kebahagiaan yang dilukiskan sang mama tidak mencapai ekspektasi dan berakhir dengan kecewa. 

Jika disebut trauma, mungkin Aruna telah mencapai tahap itu. Dikhianati oleh pria yang sangat ia sayangi. Mencintai tidak cukup membuat hubungan mereka bertahan dan sekarang, ia diminta membangun hubungan baru tanpa adanya cinta. Mustahil! Aruna tidak percaya akan hal itu.

“Apa mama yakin aku akan bahagia dengan pernikahanku nanti?”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status