Share

Bab 8

Penulis: Piemar
last update Terakhir Diperbarui: 2024-09-27 11:42:16

Embun pun pergi bersama Mbak Nuri menuju kediaman mewah Danar Yudistira. Dalam waktu empat puluh menit, akhirnya mereka tiba di sana. Kedatangan mereka disambut oleh pemandangan yang luar biasa indahnya. Sebuah hunian berlantai tiga yang menampilkan desain modern-kontemporer. Rumah mewah itu dibangun dengan perpaduan beberapa unsur di antaranya material kayu, material non finish dan material batu alam. Hingga tanpa sàdar, Embun menganga melihatnya.

Belum lagi pemandangan hamparan taman yang luas mirip permadani karena ditumbuhi rumput gajah yang estetis. Area garasi dan carport yang lengkap diisi oleh mobil-mobil mewah yang berjejer rapi. Ia seperti tengah memasuki negeri dongeng.

Namun hanya dalam hitungan sepersekian detik, senyum Embun memudar setelah mengagumi keindahan yang terpampang di depan matanya. Hatinya merasa teriris. Rupanya, suaminya itu bukan orang sembarangan. Suaminya seorang sultan dengan harta kekayaan yang melimpah. 

Ironis, baginya ia tidak peduli asal usul siapa suaminya itu. Ia sangat kecewa jika suaminya ternyata menganggapnya sebagai istri kontrak untuk melahirkan seorang bayi lelaki tampan demi hak waris! 

Kesimpulannya, ia hanyalah alat bagi Danar untuk menggapai impiannya. 

Mereka pun berjalan bersisian. Embun yang murah tangan dengan mudahnya membantu Mbak Nuri membawakan barang bawaannya. Padahal Mbak Nuri terlihat menolak karena merasa iba pada Embun yang dikira masih gadis itu. 

“Mbak Nuri masih ingat jalan pulang?” celetuk Gilang saat melihat salah satu art senior Danar baru saja tiba di sana. Ia melewati pintu khusus untuk para art. Namun saat mereka lewat, Mbak Nuri sempat-sempatnya bertanya pada Gilang karena melihat ada keramaian yang tercipta di halaman rumah dan ruang tamu. 

Ada beberapa dokter, perawat dan tiga pelamar yang lolos seleksi menjadi ibu susu untuk Sagara.

“Pak Gilang! Ada apa? Tumben rame!” imbuh Mbak Nuri karena saking penasaran. Embun pun ikut berhenti saat Mbak Nuri yang berjalan di depannya juga berhenti. 

“Ini Nyonya ‘kan baru melahirkan. Tapi … ASI Nyonya tidak lancar, jadi Tuan memintaku untuk membuka lamaran untuk ibu susu.”

Gilang bingung menjelaskan proses kehadiran bayi itu. Mungkin bayi itu terlahir dari rahim Pengganti, pikirnya. Atau, bayi itu lahir melalui proses bayi tabung. Yang pasti itu bayinya Tuan Danar dan Nyonya Mita. Nyonya Mita pulang dari luar negeri dengan membawa bayinya. 

‘ibu susu?’ batin Embun dengan perasaan yang berkecamuk. Ia berusaha mengendalikan diri untuk tidak menunjukan perasaannya saat ini. Sungguh, ia tak sabar ingin melihat bayinya. 

“Saya ingin melamar menjadi ibu susu,”

Dari belakang Mbak Nuri, Embun memberanikan diri berkata. 

Seketika tatapan Gilang beralih pada sosok Embun ketika Mbak Nuri menggeser tubuhnya dan muncullah sesosok wanita bertubuh jangkung.

“Cantik!” gumam Gilang dengan tak berkedip. Pemuda flamboyan itu menjadi salah tingkah melihat gadis bermata almond dengan wajah yang polos. Beberapa kali ia mengusai rambutnya dengan gaya khas-nya.

Mbak Nuri hanya mendecak pelan melihat reaksi Gilang yang terkenal playboy itu. Ia mengenal betul pemuda itu yang memiliki hobi gonta ganti pacar. 

“Saya mau melamar pekerjaan, Tuan!” jawab Embun sembari mendongak takut-takut, menatap pemuda tampan di depannya. Meskipun Embun terlahir cantik alami namun ia merasa rendah diri setiap kali bertemu dengan orang lain. Perlakuan Bagas dan Indira berhasil membuat mentalnya jatuh. Bahkan mereka sering merendahkan Embun dan mengejeknya si buruk rupa.  

Gilang mengernyitkan keningnya sejenak. Tunggu, ia seorang gadis tetapi ia melamar menjadi seorang ibu susu?

‘Argh, ternyata ia sudah punya anak,’ batin Gilang merasa kecewa. 

Pemuda itu pun berdehem pelan, berusaha menormalkan perasaannya. Ia harus bersikap profesional. “Baiklah, Anda akan mengikuti sesi wawancara dan pemeriksaan kesehatan oleh dokter kami. Silahkan mengikuti prosedur.”

Mendengar jawaban Gilang, Embun mengangguk pelan. 

“Neng, memang kau punya anak?” tanya Mbak Nuri dilanda penasaran. Seperti halnya Gilang, Mbak Nuri mengira jika Embun masih gadis. 

“Punya, Mbak. ASI saya melimpah. Jadi, saya akan melamar menjadi ibu susu saja kalau begitu,” jawabnya dengan apa adanya. Mengabaikan Mbak Nuri, Embun langsung mengikuti arahan Gilang. Ia mengikuti tahapan interview dan cek kesehatan. Ia pun bisa lolos semua proses hingga tiba saatnya ia akan menggendong bayi Sagara.

Gilang dan Maya menggiring Embun untuk melihat bayi Sagara yang saat ini tengah tidur pulas sehabis menangis kejer tadi. Ke tiga pelamar yang sudah lolos ternyata tak bisa menenangkan Sagara, alhasil, Gilang dan Maya pun menyerah. Mereka berencana akan membicarakan hal tersebut dengan Danar. 

Namun ketika masih ada pelamar yang kebetulan datang. Mereka masih memiliki harapan dan memberikan kesempatan itu padanya.

“Mbak Embun, silahkan mari ikut saya ke kamar Tuan Sagara.”

Maya berkata dengan sopan padanya. Ia sebetulnya pesimis melihat Embun. Ia takut jika Embun sama seperti pelamar yang lain di mana tak bisa menyentuh Sagara.

Setelah drama menangis, Sagara ditidurkan oleh Maya di kamarnya. Ia sempat kewalahan menenangkannya. 

Embun hanya tersenyum tipis menanggapi Maya.

Mereka berjalan bersisian. Embun diapit oleh Maya dan Gilang. Bahkan hanya untuk mencapai kamar Sagara, mereka harus melewati elevator hingga melalui lorong panjang. 

Mereka pun tiba di depan pintu kamar bayi Sagara. Linda-babysitter lain langsung membukakan pintu untuk mereka.

Embun, Gilang dan Maya pun memasuki kamar Sagara yang terlihat indah dengan warna pastel dan mural gambar kartun yang teramat lucu pada dindingnya.

Hati Embun kembali mencelos mengingat kamar yang ditempatinya di villa. Pantas saja, Danar tidak pernah berniat membuat kamar bayi. Ternyata, memang bayi itu akan langsung diboyong olehnya. Segala keperluan bayi dibeli oleh Embun.

“Tuan Sagara tidur, Maya,” imbuh Linda yang mengetahui tujuan kedatangan mereka.

Maya mendesah pelan mendengar perkataan Linda kemudian menjawabnya. “Lin, kita tunggu aja Tuan Sagara bangun,”

Kemudian Maya menoleh ke arah Embun. “Mbak Embun tunggu saja ya,”

Embun sama sekali tidak mendengar perkataan Maya dan Linda. Tatapannya tertuju pada box bayi. Sungguh, ia tak sabar ingin melihat bayinya. Bayi yang begitu dirindukannya.

Seketika cairan bening menggenang di sudut matanya ketika ia melihat dengan kepala sendiri, bayi tampan yang baru berusia dua mingguan itu tengah memejamkan mata.

Maya, Linda dan Gilang hanya melihat tingkah Embun tanpa protes. Entahlah, mereka merasa mungkin saja Embun calon ibu susu yang tepat untuk tuan muda mereka.

Satu detik, dua detik, tiga detik 

Tubuh Sagara menggeliat. Tangan dan kaki mungil itu melakukan pergerakan kecil. Sungguh, terlihat menggemaskan. Tak lama kemudian matanya perlahan membuka. Hal tersebut membuat Embun melengkungkan senyum yang begitu indah saat menyambutnya.

“Sayang, Mama datang,” imbuh Embun dengan suara lirih. Air matanya seketika luruh saat tatapan mereka bertemu. Sagara menatap wanita yang melahirkannya dengan lekat. 

Tak ingin mengambil tempo, Embun merengkuh bayi mungil itu dan memangkunya dengan hati-hati.

Seketika suasana di kamar tersebut terasa hening. Gilang, Maya dan Linda tak bisa menyembunyikan rasa keterkejutan mereka saat menyaksikan pemandangan tersebut.

Bagaimana bisa Sagara yang tidak bersedia disentuh oleh orang asing, bersedia disentuh dan digendong oleh wanita berwajah lugu itu?

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Dicampakkan Setelah Melahirkan   Extra Part (Ending)

    Sepuluh Tahun KemudianLangit pagi itu cerah di kawasan perbukitan tempat kediaman keluarga Manggala berdiri megah. Rumah bergaya modern tropis dengan sentuhan klasik itu dikelilingi taman bunga dan pepohonan rindang, dibangun oleh Aldino, sang kakek yang visioner. Di halaman belakang, terdengar suara tawa anak-anak dan langkah kaki berlarian.Kini Manggala mengambil alih perusahaan sang ayah, sedangkan Jeena menjadi seorang pianis seperti ibunya. Ia juga bahagia menjadi seorang ibu dari empat orang anak. “Mas Sagara! Tunggu aku dong!” seru Bintang, bocah sepuluh tahun yang berusaha mengejar kakaknya.Sagara menoleh sambil tertawa. “Cepat dong, Bintang! Katanya mau lomba lari?”Dari balik pintu kaca, dua gadis kembar berambut panjang hitam–berusia tujuh tahun, Savana dan Aurora, berseru bersamaan, “Mamaaa! Mas Sagara gak mau ajak kita main!”Jeena, yang tengah menyiram bunga, menoleh sambil tersenyum. “Kalian gak usah ikut main lari-larian. Kalian bisa kan main yang lain,”Savana dan

  • Dicampakkan Setelah Melahirkan   Bab 431

    Tiga minggu telah berlalu sejak kecelakaan itu.Alby akhirnya pulang ke Jakarta. Ia masih lemah, tubuhnya belum sepenuhnya pulih, tapi kesadarannya sudah kembali. Dan itu saja sudah cukup membuat seluruh keluarga menghela napas lega.Di kamar yang tenang, Alby perlahan duduk di sisi ranjang. Levina sigap menopangnya.“Kamu yakin udah kuat buat berdiri?” tanyanya pelan, seolah takut suaranya akan membuat Alby goyah.Alby tersenyum tipis. “Aku nggak selemah itu, Lev… Tapi kalau kamu tetap mau di sini, aku nggak keberatan.”Senyum itu begitu lemah, tapi cukup untuk menggetarkan hati Levina. Ia membalas tatapan itu dengan lembut, menyembunyikan guncangan di dadanya. Sejak hari pertama Alby tak sadarkan diri, Levina tidak pernah meninggalkan sisinya.Ia bertahan, bahkan ketika dokter kehilangan harapan. Dan, keluarga Basalamah mengabaikannya. “Lev,” suara Alby pelan.Levina menoleh cepat. “Hmm?”“Makasih ya… sudah rawat aku.”Alby menatap Levina dengan senyum tipis.Levina diam kemudian m

  • Dicampakkan Setelah Melahirkan   Bab 430

    RS Bali International Cahaya lampu rumah sakit memantul di lantai keramik yang licin, menciptakan suasana dingin dan sepi. Di balik pintu ICU yang tertutup rapat, Alby tengah berjuang mempertahankan hidupnya. Tubuhnya penuh luka, sebagian tulangnya retak, dan kepalanya mengalami trauma berat akibat benturan keras dalam kecelakaan.Di ruang tunggu ICU, suasana dipenuhi ketegangan.Dokter Bagas, ahli bedah saraf yang menangani Alby, keluar dengan wajah serius langsung mengabari kondisi Alby saat ini pada keluarga; Sulis-Ali, Beryl, Ana-dr Zain, dan Manggala-Jeena yang langsung terbang ke Bali setelah mendapat kabar buruk mengenai kecelakaan yang menimpa Alby.Dokter Bagas berkata. “Kami sudah melakukan tindakan penyelamatan secepat mungkin. Alby mengalami pendarahan hebat di otak serta beberapa patah tulang rusuk yang melukai paru-paru kirinya. Kami telah memasang ventilator dan melakukan dekompresi kranial untuk mengurangi tekanan pada otaknya.”Tak ada yang berbicara. Wajah Ali pucat,

  • Dicampakkan Setelah Melahirkan   Bab 429

    “Hari ini mendadak sepi, ya?”Levina menoleh. Alby ada di sampingnya, berjalan santai di antara deretan pohon mahoni yang mulai meranggas. Cahaya senja memantulkan rona keemasan di wajah mereka, menciptakan siluet yang tenang namun menyimpan gelombang perasaan yang tak terucap.Alby menatap tunangannya dengan lembut. Banyak hal ingin ia katakan, tapi belum waktunya. Ia hanya meraih jemari Levina dan menggenggamnya erat. Namun, kali ini Levina tidak menolak. Ia tahu harus berpura-pura menjadi kekasih Alby dengan sebaik mungkin.“Besok kita menikah. Tapi hari ini… izinkan aku jujur.”Alby menatap Levina dari samping. Meskipun Levina selalu menampilkan wajah dengan minim ekspresi, di matanya gadis itu terlihat cantik. Mungkin wanita tercantik yang pernah ia sukai. Ia menyukai segala hal tentang dirinya. Entah sejak kapan, Ia mulai merasakannya. Alih-alih merespon perkataan Alby, Levina menatapnya dalam. “Aku dengar kau sudah melaporkan Bella dan Roger.”Alby mengangguk pelan. “Aku rekam

  • Dicampakkan Setelah Melahirkan   Bab 428

    “Lihat nih! Komennya udah tembus sepuluh ribu. Gila, Bella, kamu viral!”Manager Bella, seorang wanita berkacamata bernama Fara, tertawa kecil sambil menyodorkan ponsel ke arah kliennya. Di layar, unggahan Bella sedang dibanjiri komentar dan likes. Foto-foto kontroversial dengan Alby—yang sengaja diposting ulang oleh akun fanbase-nya, membuat namanya melejit dalam semalam.Bella tersenyum tipis, membolak-balik notifikasi dengan santai.“Ya... kalau skandal bisa bikin aku trending, kenapa nggak?” ujarnya ringan.Fara menyikut lengannya. “Kamu jahat juga, ya.”Bella menjawab dengan anggukan percaya diri. “Dunia hiburan bukan tempat buat yang terlalu baik.”Namun sebelum mereka bisa tertawa lagi, pintu studio tempat mereka santai tiba-tiba terbuka keras.BRAK!Keduanya terlonjak kaget. Di ambang pintu, berdiri Alby dengan sorot mata yang tak pernah Bella lihat sebelumnya—dingin, tajam, dan penuh kemarahan yang ditekan.“Untuk apa kamu lakukan ini, Bella?”Nada suaranya rendah, tapi mengge

  • Dicampakkan Setelah Melahirkan   Bab 427

    “Astaga, Bella, sialan!” gumam Alby saat melihat layar ponselnya. Foto-foto itu terpampang jelas. Ia dan Bella terlihat terlalu dekat. Mereka seperti sepasang kekasih.Skandal itu tersebar begitu cepat. Akun-akun gosip di X dan I*******m berebut menaikkannya, sementara bot-bot anonim memperkeruh suasana dengan komentar tajam dan spekulasi kejam. Nama Alby mendadak trending, bukan karena prestasi, tapi karena ciuman yang tak pernah benar-benar terjadi.Dengan geram, Alby melemparkan ponselnya ke meja. Ia ingin menyangkal semua ini, tapi bagaimana? Mata kamera tidak pernah peduli pada kebenaran—hanya pada apa yang terlihat.Ponselnya bergetar. Nama “Mommy” tertera di layar.Sulis tidak pernah menelepon tanpa alasan. Dan kali ini, Alby tahu persis apa yang membuat ibunya menelepon di tengah malam, saat hujan mengguyur kota seperti murka langit yang tak tertahan.Sulis duduk anggun di sofa ruang tamu. Ruangan itu sepi, tapi hawa di dalamnya menggigit seperti salju saat musim dingin. Alby

  • Dicampakkan Setelah Melahirkan   Bab 426

    Di kediaman Mahesa“Levina…” suara Roger terdengar pelan dan penuh simpati saat ia masuk ke dalam ruang tamu di mana Levina sedang duduk, membaca buku.Levina menatapnya, keningnya berkerut. “Roger? Ada apa?”Hubungannya dengan Roger mulai membaik. Keluarga Roger datang dan meminta maaf pada Mahesa atas apa yang telah Roger lakukan.Roger tersenyum lalu duduk bergabung dengan Levina, seolah menimbang-nimbang kata-kata yang ingin ia ucapkan. “Aku mendengar kabar yang cukup mengejutkan.” Ia mencoba menatap Levina dengan ekspresi prihatin, namun dalam hatinya, ada kepuasan yang terselip. “Aku... aku dengar kalau Alby terlibat hubungan dengan seorang penyanyi pendatang baru. Mereka... kedapatan di beberapa tempat bersama. Selingkuh, mungkin.”Levina hanya mengangkat alis. “Oh,” jawabnya singkat, tanpa ekspresi lebih lanjut. “Kapan kamu mendengarnya?”Roger sedikit terkejut dengan respons Levina yang begitu datar. “Baru beberapa hari yang lalu. Sepertinya mereka terlihat sangat dekat. Aku h

  • Dicampakkan Setelah Melahirkan   Bab 425

    Di sebuah lounge hotel mewah, Roger duduk menyilangkan kaki sambil menatap layar ponsel. Di sampingnya, seorang wanita berambut panjang duduk dengan senyum menggoda—Bella, penyanyi pendatang baru yang sedang naik daun.“Jadi... lo cuma mau gue foto bareng dia?” tanya Bella dengan alis terangkat. “That’s it? Gue pikir bakal lebih ekstrem.”Roger tertawa pelan, suaranya tenang namun licik. “Nggak perlu ekstrem. Cukup satu foto. Waktu yang pas, tempat yang pas. Publik akan percaya kalau Alby ternyata sama aja kayak pria lainnya. Dan Levina... perempuan dengan prinsip seperti dia? Dia akan mundur sendiri.”Bella mengangkat bahu. “Easy. Asal bayarannya sepadan.”Roger menyerahkan sebuah cek yang sudah ditandatangani olehnya. “Lihat sendiri.”Bella tersenyum licik. “Deal.”Roger bersandar, lalu menyesap kopinya. Matanya menatap kosong ke depan. “Sorry, Alby... Aku lebih dulu kenal Levina. Dan aku nggak akan biarin kamu ambil Levina,” Roger sudah mendengar kabar tentang Levina yang sudah di

  • Dicampakkan Setelah Melahirkan   Bab 424

    Rumah besar keluarga Ana Basalamah sore itu lebih sunyi dari biasanya. Dedaunan bergerak pelan ditiup angin, dan cahaya matahari yang menembus kaca jendela membuat ruangan terlihat hangat—meski hati sebagian penghuninya masih membeku.Di ruang keluarga, Sagara duduk di atas karpet bulu berwarna krem. Bocah empat tahun itu memeluk boneka dinosaurus hijau miliknya. Matanya masih sembab, dan tak ada satu pun senyum terukir di wajah kecilnya.Pasha duduk tak jauh darinya, memangku salah satu putra kembarnya—Rayyan—yang tengah bermain mobil-mobilan sambil tertawa sendiri. Di sisi lain, Rosa menggendong Rafael yang baru saja tertidur di pangkuannya. “Gara,” panggil Pasha dengan suara pelan.Sagara menoleh perlahan. Ia belum sepenuhnya nyaman, belum juga paham sepenuhnya apa yang terjadi dengan ayahnya.Pasha mencoba tersenyum. “Papa Pasha bawa mainan, mau lihat?”Bocah itu hanya mengangguk kecil. Pasha mengeluarkan satu set puzzle binatang dari dalam tasnya.“Coba tebak ini apa?” Ia mengang

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status