Share

Extra Part (Ending)

Author: Piemar
last update Last Updated: 2025-04-23 10:34:07

Sepuluh Tahun Kemudian

Langit pagi itu cerah di kawasan perbukitan tempat kediaman keluarga Manggala berdiri megah. Rumah bergaya modern tropis dengan sentuhan klasik itu dikelilingi taman bunga dan pepohonan rindang, dibangun oleh Aldino, sang kakek yang visioner. Di halaman belakang, terdengar suara tawa anak-anak dan langkah kaki berlarian.

Kini Manggala mengambil alih perusahaan sang ayah, sedangkan Jeena menjadi seorang pianis seperti ibunya. Ia juga bahagia menjadi seorang ibu dari empat orang anak. 

“Mas Sagara! Tunggu aku dong!” seru Bintang, bocah sepuluh tahun yang berusaha mengejar kakaknya.

Sagara menoleh sambil tertawa. “Cepat dong, Bintang! Katanya mau lomba lari?”

Dari balik pintu kaca, dua gadis kembar berambut panjang hitam–berusia tujuh tahun, Savana dan Aurora, berseru bersamaan, “Mamaaa! Mas Sagara gak mau ajak kita main!”

Jeena, yang tengah menyiram bunga, menoleh sambil tersenyum. “Kalian gak usah ikut main lari-larian. Kalian bisa kan main yang lain,”

Savana dan Aurora saling lirik dengan mendesah pelan. “Iya, Mama,” jawab mereka serempak.

Di teras rumah, Manggala baru saja menutup laptopnya. Ia menatap keluarganya dengan mata berbinar. Kehangatan itu begitu nyata. Ia bangkit, berjalan menuju mereka, lalu merangkul Sagara dari belakang.

“Anak Papa, udah besar banget kamu sekarang,” gumam Manggala bangga. “Empat belas tahun… Gak kerasa, ya.”

Sagara menoleh, menatap ayah sambungnya dengan mata teduh. “Ayah… makasih ya. Udah selalu ada buat aku.”

“Kenapa jadi sentimental gini pagi-pagi?” Manggala tertawa. “Eh, kamu tahu nggak? Dari semua anakku, kamu yang paling bikin Ayah belajar banyak tentang jadi ‘ayah’.”

Sagara tersenyum. Hatinya hangat.

Dia tahu persis bagaimana hidupnya dulu—menurut kisah yang ia dengar dari neneknya. Jeena tidak pernah menceritakan kisah sedih yang ia alami pada Sagara. Namun berbeda dengan Ana. Ia menceritakan banyak hal tentang Jeena, agar Sagara tumbuh menjadi seorang anak yang menyayangi ibunya.

Jeena menghampiri mereka dan menaruh tangan di bahu suaminya. “Kita berhasil ya, Mas? Membesarkan empat orang anak,”

Manggala mengangguk pelan. “Iya… kita berhasil. Mau nambah lagi gak?”

Jeena membelakakan matanya. Kemudian menggeleng ribut. “Udah ah! Cukup,”

“Gak apa-apa, Sayang, Mas suka banyak anak. Rumah rame. Kalau soal ngurus anak. Kita kan bisa sewa babysitter lagi.”

Manggala menggoda istrinya. Baginya, sebetulnya empat anak sudah cukup. Ia tak tega setiap kali melihat Jeena melahirkan.

“Enggak ah.”

Jeena tetap pada pendiriannya.

“Bercanda, Sayang! Oh, ya Beryl anaknya nambah lagi? Ya ampun, gak kebayang repotnya,” timpal Manggala dengan kekehan pelan. 

Jeena seketika menyatukan ke dua alisnya. “Katanya, Laila hamil lagi.”

“Mama, boleh aku ngajak Bintang, Savana, sama Aurora ke danau sore ini?” tanya Sagara mengusik percakapan mereka.

Jeena mengangguk. “Boleh, asal pulangnya jangan kemalaman ya. Bawa minum, dan jangan lupa topi.”

“Siap, Mama!”

Sagara merangkul adik-adiknya dan berjalan ke arah samping rumah, dikelilingi tawa mereka. Dari belakang, Jeena dan Manggala berdiri berdampingan, saling menatap dengan damai.

Di langit, awan putih bergerak perlahan.

Masa lalu yang pahit telah terkubur di belakang mereka.

Yang tersisa kini hanyalah kebahagiaan, kehangatan, dan harapan.

Dan Sagara, anak yang dulu lahir dari luka, kini tumbuh dalam cinta. Sebuah akhir yang indah—dan sekaligus, sebuah awal yang lebih baik.

***

Pagi itu mendung menyelimuti langit perbukitan. Angin berhembus perlahan, membawa aroma tanah basah yang menguar dari halaman rumah. Sagara baru saja pulang dari sekolah ketika seorang wanita paruh baya dengan raut wajah penuh kepedihan dan kesan menyimpan dendam datang ke gerbang utama.

Wajahnya tampak jauh lebih tua dari usianya. Rambutnya disanggul rapi, namun sorot matanya menyimpan bara yang belum padam. Ia berdiri mematung di depan penjaga keamanan, menatap megahnya rumah Jeena dan Manggala.

“Aku hanya ingin bertemu cucuku,” ucap Diajeng datar, namun penuh tekanan. “Aku nenek kandungnya.”

Sisi lain, Jeena sedang menyiapkan teh di dapur saat suara petugas keamanan terdengar di interkom.

“Bu Jeena, ada tamu atas nama Ibu Diajeng… mengaku nenek dari Sagara.”

Jeena tersentak. Seketika tangannya bergetar. Ia menoleh pada Manggala yang duduk membaca koran di ruang tamu. Sudah lama memang wanita itu tidak pernah datang mengunjungi cucunya. 

“Mas…”

Manggala mendongak, sedikit kaget. “Suruh masuk aja,”

Jeena mengangguk.

Diajeng pun masuk ke dalam hunian mewah itu. “Aku mau ketemu cucuku,”

Jeena bersikap sopan seperti biasa.

“Ada di taman belakang,” jawabnya tenang. 

Tanpa basa-basi, Diajeng langsung berjalan menuju taman belakang diantar oleh pelayan.

Sagara yang masih mengenakan seragam sekolah langsung menoleh saat melihat siapa yang datang. 

“Nak… Sagara… Eyang kangen. Eyang cuma ingin tahu kabarmu.”

Sagara menunduk. “Aku baik, Eyang.”

“Kamu betah tinggal di sini? Kalau gak betah, kamu bisa pindah dan tinggal sama Eyang. Sebelum meninggal, Papamu sudah mewariskan perusahaan yang dia bangun lagi untukmu. Papamu juga sudah menyimpan tabungan untuk pendidikanmu.”

Diajeng kembali membujuk Sagara. Setelah suaminya meninggal. Ia kesepian. Setiap kali menjenguk Sagara, ia selalu mengajak Sagara untuk tinggal bersamanya. 

“Enggak, Eyang. Aku akan tinggal di sini aja. Papa Manggala sangat baik padaku. Mama apalagi …”

Diajeng tersenyum tipis. Namun senyum itu dingin. Mata tuanya menatap lekat.

“Tapi kamu tau, kan? Ayah kandungmu, Danar… meninggal karena orang itu.”

Sagara mengerutkan kening. “Papa Manggala? Maksud Eyang?”

“Kalau bukan karena dia… Danar masih hidup. Dialah yang mengambil semuanya dari ayahmu. Dari keluarga kita!” Diajeng menekankan setiap kata dengan emosi yang tajam. “Manggala sudah merampas ibumu dari Papamu termasuk perusahaan Yudistira.”

“Eyang,” Sagara menatapnya, bingung dan cemas. “Tapi... Papa Danar meninggal karena kanker. Aku ingat…”

“Benar! Ayahmu sakit karena frustrasi akibat ulah Manggala. Tanyakan pada ibumu kalau tak percaya. Mereka merahasiakan segalanya darimu!” Diajeng mulai menghasut Sagara yang masih polos.

Sagara terdiam. Hatinya diguncang. Rasa sayangnya pada Manggala berbenturan dengan benih keraguan yang kini mulai tumbuh. Tangannya mengepal. Dadanya sesak.

Diajeng melangkah lebih dekat, menatap wajah remaja itu dengan tatapan menyedihkan.

“Kamu anak Danar. Kamu berhak tahu kebenarannya, Sagara.”

Dan di saat itulah, langkah kaki terdengar mendekat. Jeena berdiri di ambang pintu taman, wajahnya tegang, suaranya tajam seperti belati.

“Cukup, Bu Diajeng.”

Sagara menoleh—ibunya berdiri di sana, mata menatap langsung ke wajah wanita yang dulu pernah memanggilnya menantu.

Dan di balik bayangannya, sesosok lelaki muncul—Manggala.

Ketegangan membuncah.

Sagara berdiri, matanya mencari jawaban.

“Mama… Papa Benarkah semua ini…?” gumam Sagara menatap Jeena dan Manggala bergantian.

“Jangan dengarkan dia!” jawab Jeena pada putranya lalu menatap Diajeng. “Kami mau ada urusan. Silahkan keluar dari sini sekarang!”

Diajeng menatap Jeena dengan tatapan yang sama, permusuhan.

“Gara, cucu Eyang, pikirkan baik-baik perkataan Eyang,” bisiknya lalu pergi begitu saja.

***

Malam itu, hujan turun perlahan, seperti rintik-rintik rahasia yang jatuh satu-satu ke tanah, mengisi kesunyian dengan dentingan lembut.

Sagara berdiri di balik jendela kamarnya, menatap kosong ke luar. Di balik kaca yang basah, pikirannya melayang ke percakapan dengan Diajeng siang tadi. Kata-kata neneknya menggema, terus berputar seperti gema yang tak kunjung padam.

“Kamu anak Danar. Kamu berhak tahu kebenarannya, Sagara.”

“Mereka merahasiakan segalanya darimu.”

Sagara mengepalkan tangan. Ia bingung, hatinya terombang-ambing. Benarkah Manggala menyimpan rahasia tentang ayah kandungnya? Tapi... bagaimana dengan semua kenangan selama ini? Manggala tak pernah sekalipun membedakan dirinya dari adik-adiknya. Bahkan, lebih dari itu—ia selalu merasa disayang.

Tiba-tiba pintu kamarnya diketuk pelan.

“Boleh Papa masuk?” suara Manggala terdengar hangat, seperti biasa.

Sagara segera menghapus air matanya yang tak sadar mengalir. “Iya, Papa”

Pintu terbuka, dan Manggala masuk sambil membawa semangkuk sup panas.

“Kamu belum makan malam,” katanya, meletakkan mangkuk di meja belajar. “Mama bilang kamu murung. Ada apa?”

Sagara menunduk, ragu. Ia ingin bertanya. Ia ingin tahu. Tapi hatinya tak sanggup menyakiti lelaki ini.

“Gak apa-apa,” ujarnya pelan.

Manggala duduk di tepi ranjang, menatap anak remajanya dengan penuh perhatian. “Sagara... Kamu tahu, Papa bukan lelaki sempurna. Papa bukan Danar. Tapi Papa sayang kamu, melebihi apapun.”

Sagara menggigit bibirnya. Air matanya kembali menggenang.

“Kamu anak pertama Papa. Dan akan selalu jadi kebanggaan Papa.”

Manggala tidak membahas soal Diajeng secara langsung. Ia hanya ingin meyakinkan Sagara, bahwa ia menyayanginya seperti anak kandung sendiri. 

Sagara menatapnya. Matanya berair.

Manggala tersenyum dan menyentuh bahu anak tirinya itu. “Kamu anak yang hebat. Dan kamu selalu bisa tanya apapun pada Papa, kapanpun kamu siap.”

Dan saat itu... Sagara melihatnya. Mata Manggala penuh ketulusan, bukan topeng. Genggaman tangannya hangat, bukan sandiwara. Dan sup hangat di meja adalah hal kecil yang menampar kesadarannya.

Bukan siapa yang melahirkan, tapi siapa yang mencintai tanpa pamrih.

“Terima kasih, Papa ...” suara Sagara parau. “Maaf kalau aku sempat ragu.”

Manggala menatapnya, lalu menariknya dalam pelukan erat.

“Tak apa. Namanya juga anak Papa,” bisiknya.

Pelukan itu, untuk Sagara, lebih kuat dari seribu kata.

Dan malam itu, ia tahu. Apapun yang dikatakan masa lalu, hatinya telah memilih.

Manggala akan selalu menjadi ayahnya.

***

Suara tawa anak-anak menggema di halaman belakang rumah besar peninggalan Hanum dan Sulaiman. Rumah itu masih berdiri kokoh, penuh kenangan masa lalu, kini menjadi tempat berkumpul keluarga besar Basalamah yang makin ramai dan penuh warna.

Ali, sang anak sulung, berdiri di beranda sambil memandangi halaman yang telah ditata dengan apik untuk gathering keluarga hari itu. Meja-meja panjang berjajar, penuh hidangan khas keluarga: nasi kebuli, ayam bakar madu, sup buntut, dan beraneka kue buatan Sulis dan Levina. Lampu-lampu gantung memberi cahaya hangat saat matahari mulai condong ke barat.

“Alhamdulillah, semua bisa datang,” gumam Ali tersenyum, menatap wajah-wajah yang ia sayangi.

Ana datang bersama suaminya, Dr. Zain dan cucu-cucunya, Sagara dan Bintang yang menginap di rumahnya. Mereka duduk di sudut teras, bercengkrama ringan sambil memperhatikan anak-anak yang berlarian. Sesekali, Ana menoleh ke arah taman, tempat Sagara sedang bermain bola dengan Bintang. Jeena dan Manggala datang menyusul tak lama kemudian, membawa brownies panggang buatan Jeena yang selalu jadi favorit keluarga.

Tak lama kemudian, suara tawa khas Pasha terdengar, disusul Rosa yang turun dari mobil sambil menggendong Lili, balita berusia lima tahun yang bersorak kegirangan melihat para sepupu mereka. Pun, Rayyan dan Rafael ikut turun dengan antusias. Apalagi melihat sepupu mereka yang sudah lebih dulu tiba di sana. 

Laila dan Beryl datang membawa pasukan kecil mereka. Lima putri cantik yang penuh semangat. Mariyam dan Halimah sibuk membantu Levina di dapur luar, sementara tiga kembar mungil, Fatimah, Aisyah, dan Khodizah, duduk berbaris, menyanyikan lagu-lagu kecil yang membuat semua orang gemas.

“Berapa anak lagi nih, Beryl?” goda Pasha sambil menyikut bahu sepupunya itu.

Beryl tertawa, menatap Laila yang tersipu malu. “Cukup tujuh. Kalau lebih, kami buka PAUD sekalian.”

Ia ingin sekali memiliki anak lelaki, namun takdir berkata lain. Semua anaknya berjenis kelamin perempuan. “Doain yang ini cowok,”

Pasha nyaris tersedak udara. “Laila hamil lagi?”

Beryl nyengir kuda. Ia merangkul pinggang istrinya. “Iya. Kembar dua sekarang. Tiga bulan,”

Pasha menganga mendengar pengakuan Beryl. “Selamat!”

Beryl dan Laila saling melempar pandang dan terkekeh pelan.

“Gen kembar sih,” beo Beryl kemudian tatapannya tertuju pada ke lima putrinya yang bergabung dengan ke dua putri kembar Jeena. 

Maryam, Halimah, Fatimah, Aisyah, Khodizah, Savana dan Aurora. Mariyam yang paling besar sedang mengatur mereka yang lebih kecil agar duduk dengan tertib.

“Sa, beneran kita buka PAUD sekalian,” lanjut Beryl.

Pasha mengikuti arah tatapan Beryl. “Bener. Mungkin dulu Nena dan Jidu cuman punya dua anak kembar. Sekarang cucunya banyak. Anak Jeena empat. Anakku tiga. Anak Alby dua. Lo yang rekor mau punya tujuh anak. Totalnya, enam belas cucu,”

Ke dua pria itu tertawa bersamaan. 

Levina muncul dari balik pintu dapur dengan wajah bersinar, mengenakan dress longgar yang tak bisa menyembunyikan perut yang membulat. Alby menggandeng Alvin kecil yang kini sudah bisa membaca dan suka bercerita. Levina dan Alby memiliki seorang anak lelaki berusia empat tahun.

“Levina hamil lagi?” seru Rosa dengan wajah bahagia.

“Insya Allah. Tiga bulan ini,” jawab Alby bangga.

Tawa dan canda memenuhi seluruh sudut rumah. Anak-anak berlarian, orang dewasa saling bertukar cerita dan memori. Bahkan Dr. Zain yang biasanya serius, tertawa lepas saat Fatimah kecil tiba-tiba menyuapinya potongan semangka.

Di meja makan, Ali berdiri sambil mengetuk gelas. Semua mata menoleh padanya.

“Kita bersyukur,” katanya. Suaranya bergetar sedikit, tapi tegas. “Dulu, rumah ini sering sunyi. Kini, penuh canda tawa. Mama Hanum dan Papa Sulaiman mungkin sudah tiada, tapi cinta mereka tetap hidup... dalam semua tawa anak-anak kita.”

Semua bertepuk tangan. Jeena menatap Manggala dan menggenggam tangannya. Di sebelah mereka, Sagara melirik ayah sambungnya, lalu tersenyum kecil.

Dan malam itu, di bawah langit yang bertabur bintang, rumah Basalamah tidak hanya menjadi tempat tinggal, tapi rumah hati—tempat pulang.

Dan kisah mereka tak sempurna, tapi indah.

TAMAT.

Noted:

Halo, 

Terima kasih my Lovely Goodreaders yang sudah menikmati kisah romansa Novel Dicampakkan Setelah Melahirkan hingga selesai. Kini kita sudah berada di penghujung cerita. Semoga kalian terhibur dengan ceritanya. Mohon maaf juga karena ada begitu banyak kekurangan di dalam ceritanya. See you di novel berikutnya. 

Sedikit spoiler, novelnya masih menunggu kontrak. Novel baru Pie Mar bergenre Romcom ya. Cerita baru yang lebih fresh cara penyampaiannya. Cerita tentang cinta beda usia.

Oh ya, yang mau nostalgia dengan spin off novel Dinodai Setelah Malam Pertama, nanti di novel tersebut ada kisah anaknya Neng Mas, si pendekar silat dan anaknya Si Silly Sally☺️.

Wassalam, 

Pie Mar

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Piemar
Makasih ulasannya Kak🤍
goodnovel comment avatar
Anas
puas dengan cerita nya
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Dicampakkan Setelah Melahirkan   Bab 1

    “Hari ini aku ceraikan kau, Embun. Mulai saat ini, kau bukan istriku lagi.” Danar Yudistira berkata pada Embun Ganita-istrinya yang sudah dinikahinya setahun yang lalu. Nada suaranya terdengar serius.Seketika rahang Embun pun jatuh mendengar ucapan talak dari suaminya. Beberapa kali matanya mengerjap karena tak percaya dengan apa yang didengarnya baru saja.Lelucon macam apa ini?Ia baru saja melahirkan seorang bayi tampan untuk pria dewasa di depannya. Bahkan, Danar saat ini tengah menggendong anak mereka. Bukankah seharusnya Embun mendapatkan pelukan hangat dan ucapan selamat karena telah bersusah payah melahirkan bayi mungil itu secara normal? Namun lihatlah apa yang diperolehnya?"Ap--" Baru saja Embun menggerakan bibirnya untuk mempertanyakan ucapan suaminya, masuklah seorang wanita cantik dan seksi ke dalam ruangannya. Wanita cantik berambut panjang itu berjalan mendekati Danar lalu merangkul pinggangnya dengan sangat mesra seraya ikut menatap bayinya. Sontak, Embun terlonj

    Last Updated : 2024-08-27
  • Dicampakkan Setelah Melahirkan   Bab 2

    "Aaa..."Embun terbangun saat merasakan cipratan air mengenai wajahnya. Ia merasa tersentak lalu membelakan mata almondnya dengan penuh keterkejutan. Tangannya buru-buru mengusap air dingin yang membasahi wajahnya. Sepasang mata tajam langsung menyambut Embun. Seketika perempuan muda itu langsung menggerakan bibirnya, ingin menanyakan soal perjanjian yang dibuat antara ayahnya dan suaminya. Atau, mungkin wanita pesolek yang berdiri di hadapannya itu ikut terlibat di dalamnya! Sembari mencengkram sprei dan berusaha menegakkan tubuhnya, Embun langsung membuka mulutnya. “Tante, perjanjian apa yang dilakukan Ayah dengan Tuan Danar?”Suara Embun bergetar hebat. Sebetulnya sudah jelas Embun membaca surat kontrak yang dibawa suaminya. Hanya saja, ia tak terima karena merasa tidak pernah membuat kesepakatan apapun dengan Danar.Embun menyukai Danar dan jatuh hati pada pandangan pertama. Ketika Danar melamarnya di depan sang ayah, ia langsung menerimanya dengan penuh sukacita. Indira-ibu t

    Last Updated : 2024-09-02
  • Dicampakkan Setelah Melahirkan   Bab 3

    Menaiki angkutan umum, Embun pergi ke sebuah villa sederhana dekat hutan pinus yang ia tinggali saat menjalani pernikahan dengan Danar Yudistira.Setelah dipersunting oleh Danar, Embun langsung diboyong oleh pria itu untuk menempati villa yang sepi dan sunyi itu. Letak villa itu jauh dari pemukiman warga. Di sana Embun tinggal dengan seorang asisten rumah tangga dan seorang security. Namun villa itu kini kosong!Usai ijab qabul, Danar hanya menginap semalam untuk melakukan ritual malam pertama dengan Embun. Keesokan harinya Danar pergi keluar kota karena harus bekerja. Perusahaan miliknya berada di luar kota. Semenjak menikahi Embun, hanya dalam hitungan jari, Danar pulang ke villa itu. Lagi, ia hanya datang untuk meminta haknya sebagai suami dan mengecek kehamilan Embun. Embun yang lugu tidak pernah menaruh curiga pada Danar. Air mata Embun kini tak terbendung ketika mengingat keping demi keping kenangan yang dilewatinya bersama Danar. Pantas saja, Danar hanya bersikap seperlunya p

    Last Updated : 2024-09-02
  • Dicampakkan Setelah Melahirkan   Bab 4

    Dua minggu berlalu dengan cepat.Danar yang baru saja pulang dari kantor, langsung berjalan menuju kamar bayinya. Namun, pria itu tampak begitu terkejut.“Kenapa dia menangis?” gumamnya.Baru pertama kali mendengar bayinya menangis kencang. Seingatnya jika bayi itu menangis kencang maka pasti ia kehausan. “Anu, Tuan, dia mau menyusu!” jawab babysitter dengan perasaan cemas. Ia begitu takut saat berhadapan dengan Tuan Danar yang pemarah dan dingin. Babysitter berusia dua puluh tahunan itu pun menyingkir dan memberi jalan pada Danar untuk masuk ruangan khusus bayinya.Danar tidak langsung memangku bayinya. Ia baru saja pulang bekerja. Ia tidak ingin mengambil resiko menyentuh bayinya dalam keadaan tubuhnya kotor akibat bersimbah keringat. Pria berwajah dingin itu hanya menatap bayinya dengan tatapan teduh. Lantas ia bertanya pada babysitter yang mengasuh putranya. “Di mana Nyonya, Maya?”Maya-babysitter itu menjawab dengan tergeragap. “Anu … Tuan … Nyonya sedang di kamar.”Mendengar ja

    Last Updated : 2024-09-02
  • Dicampakkan Setelah Melahirkan   Bab 5

    Dua pekan sudah Embun berusaha menegarkan dirinya. Ia bertekad akan melanjutkan hidupnya. Ia akan mencoba mencari pengalaman baru bekerja di luar kota. Selain itu, ada hal yang mendesak pula sebagai alasan yaitu sang ayah yang ternyata masih terlilit hutang pada beberapa orang rentenir. Oleh karena itu, Embun akan mencoba peruntungan bekerja di kota kendati tidak memiliki pengalaman sedikit pun. Nyaris dua puluh satu tahun, Embun Ganita hanya menghabiskan waktunya di kota kembang. Setelah lulus sekolah menengah atas, Embun hanya menghabiskan waktunya di rumah, melakukan pekerjaan rumah tangga, sejak dini hari hingga malam menjemput. Adapun Bibik Lilis mulai bekerja di rumahnya ketika Embun dinikahi oleh Danar. Sebetulnya, Bagas tidak memberikan ijin Embun pergi keluar kota. Ia sudah memiliki rencana lain setelah putrinya itu berhenti nifas. Namun untuk mengendalikan kondisi psikis Embun yang tengah hancur akibat kehilangan bayinya, ia mengijinkannya. Ia yakin, Embun tidak akan berta

    Last Updated : 2024-09-04
  • Dicampakkan Setelah Melahirkan   Bab 6

    Barangkali bukan rezeki Embun untuk bekerja di cafe milik saudara temannya Yasmin?Ibu satu anak itu pun menghela napas.Digantinya seragam cafe dengan pakaian sebelumnya. Ia memutuskan berjalan keluar kafe dan berdiri mematung di tepi jalan dengan perasaan yang runyam. Ia bingung harus pulang ke apartemen Yasmin. Yasmin pasti marah padanya karena ia sudah merusak kepercayaan Yasmin. Padahal adik sambungnya itu sudah bersusah payah mencarikannya pekerjaan. “Ternyata, benar apa kata Ayah. Mencari kerja di kota sangat sulit. Apalagi aku hanya lulusan SMA di kampung.”Embun menghela nafas panjang. Tatapannya menyapu seluruh sudut jalan. Ia merasa dunianya kosong. Tangannya begitu saja mengusap perutnya. Lupa jika ia telah melahirkan. Mengingat bayinya yang tampan, dada Embun merasa sesak sekali. Hatinya terasa perih. Namun ia berusaha menegarkan dirinya kendati merasa hidup tidak adil baginya! Mengapa ia harus menanggung masalah ke dua orang tuanya?Jangan tanyakan perasaannya saat in

    Last Updated : 2024-09-06
  • Dicampakkan Setelah Melahirkan   Bab 7

    Di sisi lain, Danar langsung menyuruh asisten pribadinya--Gilang--untuk mencarikan ibu susu yang cocok untuk putranya. Untungnya, ia pun langsung membuka lowongan kerja untuk ibu susu anak tuannya dengan syarat yang ketat.Calon ibu susu untuk Sagara harus berasal dari wanita yang bertubuh sehat, resik dan berusia di bawah tiga puluh tahun. Selain itu, wanita itu juga harus mengikuti pemeriksaan medis oleh tim dokter yang khusus diundang datang ke sana.Saat Danar dan Mita berada di kantor masing-masing, di kediaman mewah Danar, Gilang dan Maya-babysitter mendadak menjadi Tim HRD yang tengah melakukan interview pada calon ibu susu untuk Sagara.Tak butuh waktu lama, para pelamar pun berdatangan. Hal pertama yang akan mereka jalani yakni proses interview. Bukan tanpa alasan, Gilang harus memastikan jika asal usul keluarga calon ibu susu jelas. Setelah itu, tahap ke dua yakni mereka akan menjalani pemeriksaan kesehatan terlebih dahulu oleh tim dokter spesialis. Barulah di tahap terakhi

    Last Updated : 2024-09-27
  • Dicampakkan Setelah Melahirkan   Bab 8

    Embun pun pergi bersama Mbak Nuri menuju kediaman mewah Danar Yudistira. Dalam waktu empat puluh menit, akhirnya mereka tiba di sana. Kedatangan mereka disambut oleh pemandangan yang luar biasa indahnya. Sebuah hunian berlantai tiga yang menampilkan desain modern-kontemporer. Rumah mewah itu dibangun dengan perpaduan beberapa unsur di antaranya material kayu, material non finish dan material batu alam. Hingga tanpa sàdar, Embun menganga melihatnya.Belum lagi pemandangan hamparan taman yang luas mirip permadani karena ditumbuhi rumput gajah yang estetis. Area garasi dan carport yang lengkap diisi oleh mobil-mobil mewah yang berjejer rapi. Ia seperti tengah memasuki negeri dongeng.Namun hanya dalam hitungan sepersekian detik, senyum Embun memudar setelah mengagumi keindahan yang terpampang di depan matanya. Hatinya merasa teriris. Rupanya, suaminya itu bukan orang sembarangan. Suaminya seorang sultan dengan harta kekayaan yang melimpah. Ironis, baginya ia tidak peduli asal usul siapa

    Last Updated : 2024-09-27

Latest chapter

  • Dicampakkan Setelah Melahirkan   Extra Part (Ending)

    Sepuluh Tahun KemudianLangit pagi itu cerah di kawasan perbukitan tempat kediaman keluarga Manggala berdiri megah. Rumah bergaya modern tropis dengan sentuhan klasik itu dikelilingi taman bunga dan pepohonan rindang, dibangun oleh Aldino, sang kakek yang visioner. Di halaman belakang, terdengar suara tawa anak-anak dan langkah kaki berlarian.Kini Manggala mengambil alih perusahaan sang ayah, sedangkan Jeena menjadi seorang pianis seperti ibunya. Ia juga bahagia menjadi seorang ibu dari empat orang anak. “Mas Sagara! Tunggu aku dong!” seru Bintang, bocah sepuluh tahun yang berusaha mengejar kakaknya.Sagara menoleh sambil tertawa. “Cepat dong, Bintang! Katanya mau lomba lari?”Dari balik pintu kaca, dua gadis kembar berambut panjang hitam–berusia tujuh tahun, Savana dan Aurora, berseru bersamaan, “Mamaaa! Mas Sagara gak mau ajak kita main!”Jeena, yang tengah menyiram bunga, menoleh sambil tersenyum. “Kalian gak usah ikut main lari-larian. Kalian bisa kan main yang lain,”Savana dan

  • Dicampakkan Setelah Melahirkan   Bab 431

    Tiga minggu telah berlalu sejak kecelakaan itu.Alby akhirnya pulang ke Jakarta. Ia masih lemah, tubuhnya belum sepenuhnya pulih, tapi kesadarannya sudah kembali. Dan itu saja sudah cukup membuat seluruh keluarga menghela napas lega.Di kamar yang tenang, Alby perlahan duduk di sisi ranjang. Levina sigap menopangnya.“Kamu yakin udah kuat buat berdiri?” tanyanya pelan, seolah takut suaranya akan membuat Alby goyah.Alby tersenyum tipis. “Aku nggak selemah itu, Lev… Tapi kalau kamu tetap mau di sini, aku nggak keberatan.”Senyum itu begitu lemah, tapi cukup untuk menggetarkan hati Levina. Ia membalas tatapan itu dengan lembut, menyembunyikan guncangan di dadanya. Sejak hari pertama Alby tak sadarkan diri, Levina tidak pernah meninggalkan sisinya.Ia bertahan, bahkan ketika dokter kehilangan harapan. Dan, keluarga Basalamah mengabaikannya. “Lev,” suara Alby pelan.Levina menoleh cepat. “Hmm?”“Makasih ya… sudah rawat aku.”Alby menatap Levina dengan senyum tipis.Levina diam kemudian m

  • Dicampakkan Setelah Melahirkan   Bab 430

    RS Bali International Cahaya lampu rumah sakit memantul di lantai keramik yang licin, menciptakan suasana dingin dan sepi. Di balik pintu ICU yang tertutup rapat, Alby tengah berjuang mempertahankan hidupnya. Tubuhnya penuh luka, sebagian tulangnya retak, dan kepalanya mengalami trauma berat akibat benturan keras dalam kecelakaan.Di ruang tunggu ICU, suasana dipenuhi ketegangan.Dokter Bagas, ahli bedah saraf yang menangani Alby, keluar dengan wajah serius langsung mengabari kondisi Alby saat ini pada keluarga; Sulis-Ali, Beryl, Ana-dr Zain, dan Manggala-Jeena yang langsung terbang ke Bali setelah mendapat kabar buruk mengenai kecelakaan yang menimpa Alby.Dokter Bagas berkata. “Kami sudah melakukan tindakan penyelamatan secepat mungkin. Alby mengalami pendarahan hebat di otak serta beberapa patah tulang rusuk yang melukai paru-paru kirinya. Kami telah memasang ventilator dan melakukan dekompresi kranial untuk mengurangi tekanan pada otaknya.”Tak ada yang berbicara. Wajah Ali pucat,

  • Dicampakkan Setelah Melahirkan   Bab 429

    “Hari ini mendadak sepi, ya?”Levina menoleh. Alby ada di sampingnya, berjalan santai di antara deretan pohon mahoni yang mulai meranggas. Cahaya senja memantulkan rona keemasan di wajah mereka, menciptakan siluet yang tenang namun menyimpan gelombang perasaan yang tak terucap.Alby menatap tunangannya dengan lembut. Banyak hal ingin ia katakan, tapi belum waktunya. Ia hanya meraih jemari Levina dan menggenggamnya erat. Namun, kali ini Levina tidak menolak. Ia tahu harus berpura-pura menjadi kekasih Alby dengan sebaik mungkin.“Besok kita menikah. Tapi hari ini… izinkan aku jujur.”Alby menatap Levina dari samping. Meskipun Levina selalu menampilkan wajah dengan minim ekspresi, di matanya gadis itu terlihat cantik. Mungkin wanita tercantik yang pernah ia sukai. Ia menyukai segala hal tentang dirinya. Entah sejak kapan, Ia mulai merasakannya. Alih-alih merespon perkataan Alby, Levina menatapnya dalam. “Aku dengar kau sudah melaporkan Bella dan Roger.”Alby mengangguk pelan. “Aku rekam

  • Dicampakkan Setelah Melahirkan   Bab 428

    “Lihat nih! Komennya udah tembus sepuluh ribu. Gila, Bella, kamu viral!”Manager Bella, seorang wanita berkacamata bernama Fara, tertawa kecil sambil menyodorkan ponsel ke arah kliennya. Di layar, unggahan Bella sedang dibanjiri komentar dan likes. Foto-foto kontroversial dengan Alby—yang sengaja diposting ulang oleh akun fanbase-nya, membuat namanya melejit dalam semalam.Bella tersenyum tipis, membolak-balik notifikasi dengan santai.“Ya... kalau skandal bisa bikin aku trending, kenapa nggak?” ujarnya ringan.Fara menyikut lengannya. “Kamu jahat juga, ya.”Bella menjawab dengan anggukan percaya diri. “Dunia hiburan bukan tempat buat yang terlalu baik.”Namun sebelum mereka bisa tertawa lagi, pintu studio tempat mereka santai tiba-tiba terbuka keras.BRAK!Keduanya terlonjak kaget. Di ambang pintu, berdiri Alby dengan sorot mata yang tak pernah Bella lihat sebelumnya—dingin, tajam, dan penuh kemarahan yang ditekan.“Untuk apa kamu lakukan ini, Bella?”Nada suaranya rendah, tapi mengge

  • Dicampakkan Setelah Melahirkan   Bab 427

    “Astaga, Bella, sialan!” gumam Alby saat melihat layar ponselnya. Foto-foto itu terpampang jelas. Ia dan Bella terlihat terlalu dekat. Mereka seperti sepasang kekasih.Skandal itu tersebar begitu cepat. Akun-akun gosip di X dan I*******m berebut menaikkannya, sementara bot-bot anonim memperkeruh suasana dengan komentar tajam dan spekulasi kejam. Nama Alby mendadak trending, bukan karena prestasi, tapi karena ciuman yang tak pernah benar-benar terjadi.Dengan geram, Alby melemparkan ponselnya ke meja. Ia ingin menyangkal semua ini, tapi bagaimana? Mata kamera tidak pernah peduli pada kebenaran—hanya pada apa yang terlihat.Ponselnya bergetar. Nama “Mommy” tertera di layar.Sulis tidak pernah menelepon tanpa alasan. Dan kali ini, Alby tahu persis apa yang membuat ibunya menelepon di tengah malam, saat hujan mengguyur kota seperti murka langit yang tak tertahan.Sulis duduk anggun di sofa ruang tamu. Ruangan itu sepi, tapi hawa di dalamnya menggigit seperti salju saat musim dingin. Alby

  • Dicampakkan Setelah Melahirkan   Bab 426

    Di kediaman Mahesa“Levina…” suara Roger terdengar pelan dan penuh simpati saat ia masuk ke dalam ruang tamu di mana Levina sedang duduk, membaca buku.Levina menatapnya, keningnya berkerut. “Roger? Ada apa?”Hubungannya dengan Roger mulai membaik. Keluarga Roger datang dan meminta maaf pada Mahesa atas apa yang telah Roger lakukan.Roger tersenyum lalu duduk bergabung dengan Levina, seolah menimbang-nimbang kata-kata yang ingin ia ucapkan. “Aku mendengar kabar yang cukup mengejutkan.” Ia mencoba menatap Levina dengan ekspresi prihatin, namun dalam hatinya, ada kepuasan yang terselip. “Aku... aku dengar kalau Alby terlibat hubungan dengan seorang penyanyi pendatang baru. Mereka... kedapatan di beberapa tempat bersama. Selingkuh, mungkin.”Levina hanya mengangkat alis. “Oh,” jawabnya singkat, tanpa ekspresi lebih lanjut. “Kapan kamu mendengarnya?”Roger sedikit terkejut dengan respons Levina yang begitu datar. “Baru beberapa hari yang lalu. Sepertinya mereka terlihat sangat dekat. Aku h

  • Dicampakkan Setelah Melahirkan   Bab 425

    Di sebuah lounge hotel mewah, Roger duduk menyilangkan kaki sambil menatap layar ponsel. Di sampingnya, seorang wanita berambut panjang duduk dengan senyum menggoda—Bella, penyanyi pendatang baru yang sedang naik daun.“Jadi... lo cuma mau gue foto bareng dia?” tanya Bella dengan alis terangkat. “That’s it? Gue pikir bakal lebih ekstrem.”Roger tertawa pelan, suaranya tenang namun licik. “Nggak perlu ekstrem. Cukup satu foto. Waktu yang pas, tempat yang pas. Publik akan percaya kalau Alby ternyata sama aja kayak pria lainnya. Dan Levina... perempuan dengan prinsip seperti dia? Dia akan mundur sendiri.”Bella mengangkat bahu. “Easy. Asal bayarannya sepadan.”Roger menyerahkan sebuah cek yang sudah ditandatangani olehnya. “Lihat sendiri.”Bella tersenyum licik. “Deal.”Roger bersandar, lalu menyesap kopinya. Matanya menatap kosong ke depan. “Sorry, Alby... Aku lebih dulu kenal Levina. Dan aku nggak akan biarin kamu ambil Levina,” Roger sudah mendengar kabar tentang Levina yang sudah di

  • Dicampakkan Setelah Melahirkan   Bab 424

    Rumah besar keluarga Ana Basalamah sore itu lebih sunyi dari biasanya. Dedaunan bergerak pelan ditiup angin, dan cahaya matahari yang menembus kaca jendela membuat ruangan terlihat hangat—meski hati sebagian penghuninya masih membeku.Di ruang keluarga, Sagara duduk di atas karpet bulu berwarna krem. Bocah empat tahun itu memeluk boneka dinosaurus hijau miliknya. Matanya masih sembab, dan tak ada satu pun senyum terukir di wajah kecilnya.Pasha duduk tak jauh darinya, memangku salah satu putra kembarnya—Rayyan—yang tengah bermain mobil-mobilan sambil tertawa sendiri. Di sisi lain, Rosa menggendong Rafael yang baru saja tertidur di pangkuannya. “Gara,” panggil Pasha dengan suara pelan.Sagara menoleh perlahan. Ia belum sepenuhnya nyaman, belum juga paham sepenuhnya apa yang terjadi dengan ayahnya.Pasha mencoba tersenyum. “Papa Pasha bawa mainan, mau lihat?”Bocah itu hanya mengangguk kecil. Pasha mengeluarkan satu set puzzle binatang dari dalam tasnya.“Coba tebak ini apa?” Ia mengang

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status