“Hari ini aku ceraikan kau, Embun. Mulai saat ini, kau bukan istriku lagi.” Embun Ganita mengira jika pernikahannya dengan Tuan Danar Yudistira ialah pernikahan impiannya. Namun ternyata di luar dugaan, Embun telah dijual oleh ayahnya kepada Tuan Danar hanya untuk melahirkan seorang bayi lelaki untuk Tuan Danar dan istrinya tanpa sepengetahuannya. Terpaksa Embun kehilangan bayi lelakinya dan diceraikan oleh Tuan Danar. Ia pun bersumpah akan merebut kembali putranya dan membalaskan dendam pada seluruh keluarga Yudistira tanpa terkecuali. Mampukah Embun mewujudkan keinginannya? Ataukah memaafkan Tuan Danar yang ternyata masih mencintainya? @pie_mar2023
view more“Hari ini aku ceraikan kau, Embun. Mulai saat ini, kau bukan istriku lagi.”
Danar Yudistira berkata pada Embun Ganita-istrinya yang sudah dinikahinya setahun yang lalu. Nada suaranya terdengar serius.
Seketika rahang Embun pun jatuh mendengar ucapan talak dari suaminya.
Beberapa kali matanya mengerjap karena tak percaya dengan apa yang didengarnya baru saja.
Lelucon macam apa ini?
Ia baru saja melahirkan seorang bayi tampan untuk pria dewasa di depannya. Bahkan, Danar saat ini tengah menggendong anak mereka. Bukankah seharusnya Embun mendapatkan pelukan hangat dan ucapan selamat karena telah bersusah payah melahirkan bayi mungil itu secara normal?
Namun lihatlah apa yang diperolehnya?
"Ap--" Baru saja Embun menggerakan bibirnya untuk mempertanyakan ucapan suaminya, masuklah seorang wanita cantik dan seksi ke dalam ruangannya.
Wanita cantik berambut panjang itu berjalan mendekati Danar lalu merangkul pinggangnya dengan sangat mesra seraya ikut menatap bayinya. Sontak, Embun terlonjak kaget melihat cara wanita itu menyentuh suaminya.
Kemudian Danar menyerahkan bayi tampannya pada wanita di sisinya seraya berkata singkat akan tetapi berhasil membuat Embun syok.
“Dia istri saya, Paramita,” ucapnya, lalu menoleh ke arah 'istrinya' itu. “Ini anak kita.”
Suara Danar begitu lembut saat bicara dengan wanita itu. Berbeda saat berbicara dengan Embun. Dingin dan seperlunya.
“Tunggu, Tuan Danar, apa maksudmu?” Menahan gemetar, Embun akhirnya bertanya.
Namun, Danar malah menatapnya sinis dan berkata sesuatu yang menghujam dadanya. “Embun, jangan pura-pura bodoh! Kau ternyata serakah! Bukankah uang satu milliar yang saya beri, sudah cukup?”
Embun sampai kehabisan kata-kata. Ia tidak memahami perkataan suaminya!
Di sisi lain, Paramita langsung membawa bayi dalam gendongannya menuju pintu keluar, tanpa melihat wanita yang telah melahirkan bayi itu. “Halo, Sayang! Kau begitu mirip Papamu. Tampan sekali!”
“Kau mau bawa kemana bayiku?” seru Embun panik--terperangah saat melihat wanita cantik bertubuh jangkung itu membawa bayinya.
Mendengar ucapan Embun, Paramita menoleh ke arahnya dengan tatapan yang menghunus tajam. “Kenapa kau marah?”
“Dia anakku. Ke mana kau akan membawanya?” panik Embun berusaha bangun meski kesulitan karena baru saja melahirkan.
“Anakmu? Dia anakku sekarang. Bukan anakmu!!” Paramita melanjutkan kalimatnya dengan menaikkan intonasinya. Kemudian ia memandang Danar dengan tatapan yang menuntut jawaban. “Mas Danar, lihatlah! Kau mungkin terlalu baik padanya. Jadi dia tidak tahu diri dan serakah!”
Kepala Embun terasa ingin meledak mendengar kalimat demi kalimat yang terlontar dari bibir wanita cantik itu.
Kini wanita itu pun menyebutnya serakah?
Sebenarnya ada apa ini?
Wajah Embun terlihat pucat pasi, tapi Paramita justru tersenyum sinis. “Sudah cukup kau memiliki suamiku selama setahun. Jangan harap kau menginginkan suamiku untuk selama-lamanya. Dasar tidak tahu diri!”
“Apa maksud kalian?!”
Sembari menyentuh dadanya yang terasa sesak, Embun bertanya kembali.
Kali ini, ia bahkan frustasi.
Mendengar pertanyaan Embun yang dianggap manipulatif, Danar bersuara dengan agak membentaknya, "Embun, jangan berlagak polos!"
Embun menggelengkan kepalanya beberapa kali. “Tuan D-Danar, aku sungguh tidak mengerti apa yang kaukatakan. Maksudmu apa?” tanya Embun dengan perasaan yang tak karuan. Air matanya sudah luruh melewati pipinya. Ke dua alisnya berkerut di tengah, ia menatap Danar dan istrinya bergantian.
Mata Danar melebar bengis tatkala mendengar pertanyaan Embun. Tapi, itu tak lama.
“Apa kau begitu serakah, sehingga tak peduli jika kau sekarang tampak bodoh?” tukas pria itu, buru-buru ia memalingkan wajahnya, tak sudi melihat wajah Embun yang menyedihkan.
Danar pun memanggil sekretarisnya yang berada di luar ruangan melalui sambungan telepon. Sang sekretaris pun masuk dan mengeluarkan berkas dari dalam tasnya dan menaruhnya ke atas pangkuan Embun. “Ini, lihatlah!!”
Hah?
Embun yang lugu terbelalak saat melihat surat kontrak yang berada di tangannya. Tangannya bahkan gemetar menggenggam kertas itu.
“Apa ini? Kapan aku menandatangani surat ini?”
Angan-angan hidup bahagia bersama Danar runtuh sudah.Ternyata ... Embun dijual hanya untuk melahirkan seorang anak lelaki untuk Danar dan istrinya. Ia tidak mengetahui ihwal tujuan Danar menikahinya.
Embun telah dijebak oleh semua orang!
“Ayah ….” gumam Embun dengan perasaan tak karuan.
Rasa sakitnya bertindihan dengan sakit pasca melahirkan.
Tubuhnya gemetar dengan satu tangan menyentuh sisi ranjang kala menyadari betapa tegahnya sang ayah yang ternyata tahu semua ini.
Sementara itu, Danar dan Paramita membawa bayi dari Embun begitu saja, mengabaikan perasaan wanita yang baru saja jadi ibu itu karena ulah mereka.
“Tidak!!! Itu anakku! Mereka membawa anakku!!”
Embun meraung-raung seperti orang kehilangan akalnya.
Bahkan, seorang perawat berusaha menahannya.
"Tidak!" Embun meronta-ronta dan berteriak tak karuan. Ia membuat kekacauan di ruangannya. Tanpa sàdar Embun menggulingkan tiang infusan hingga pergelangan tangannya berdarah karena selang infusnya tertarik.
Srak!
Dengan tertatih-tatih Embun menarik selang infus itu lalu berlari keluar dari ruangannya bahkan tanpa alas kaki.
Ia berniat mengejar mereka.
Mengabaikan rasa sakit, Embun terus berlari tak mengenal rasa letih. Dalam pikirannya hanya ada siluet wajah bayinya yang selama ini ia nantikan kehadirannya. Bagaimana bisa suaminya memisahkan ibu dengan bayinya? Betapa keji sepasang suami istri itu!
Namun, tubuhnya tak sekuat yang ia bayangkan.
Nafas Embun terasa sesak karena kehabisan pasokan oksigen sewaktu berlari.
Hingga perlahan kesadarannya menurun.
Brugh!
Tak lama kemudian wanita malang itu pingsan di lobi rumah sakit.
Sepuluh Tahun KemudianLangit pagi itu cerah di kawasan perbukitan tempat kediaman keluarga Manggala berdiri megah. Rumah bergaya modern tropis dengan sentuhan klasik itu dikelilingi taman bunga dan pepohonan rindang, dibangun oleh Aldino, sang kakek yang visioner. Di halaman belakang, terdengar suara tawa anak-anak dan langkah kaki berlarian.Kini Manggala mengambil alih perusahaan sang ayah, sedangkan Jeena menjadi seorang pianis seperti ibunya. Ia juga bahagia menjadi seorang ibu dari empat orang anak. “Mas Sagara! Tunggu aku dong!” seru Bintang, bocah sepuluh tahun yang berusaha mengejar kakaknya.Sagara menoleh sambil tertawa. “Cepat dong, Bintang! Katanya mau lomba lari?”Dari balik pintu kaca, dua gadis kembar berambut panjang hitam–berusia tujuh tahun, Savana dan Aurora, berseru bersamaan, “Mamaaa! Mas Sagara gak mau ajak kita main!”Jeena, yang tengah menyiram bunga, menoleh sambil tersenyum. “Kalian gak usah ikut main lari-larian. Kalian bisa kan main yang lain,”Savana dan
Tiga minggu telah berlalu sejak kecelakaan itu.Alby akhirnya pulang ke Jakarta. Ia masih lemah, tubuhnya belum sepenuhnya pulih, tapi kesadarannya sudah kembali. Dan itu saja sudah cukup membuat seluruh keluarga menghela napas lega.Di kamar yang tenang, Alby perlahan duduk di sisi ranjang. Levina sigap menopangnya.“Kamu yakin udah kuat buat berdiri?” tanyanya pelan, seolah takut suaranya akan membuat Alby goyah.Alby tersenyum tipis. “Aku nggak selemah itu, Lev… Tapi kalau kamu tetap mau di sini, aku nggak keberatan.”Senyum itu begitu lemah, tapi cukup untuk menggetarkan hati Levina. Ia membalas tatapan itu dengan lembut, menyembunyikan guncangan di dadanya. Sejak hari pertama Alby tak sadarkan diri, Levina tidak pernah meninggalkan sisinya.Ia bertahan, bahkan ketika dokter kehilangan harapan. Dan, keluarga Basalamah mengabaikannya. “Lev,” suara Alby pelan.Levina menoleh cepat. “Hmm?”“Makasih ya… sudah rawat aku.”Alby menatap Levina dengan senyum tipis.Levina diam kemudian m
RS Bali International Cahaya lampu rumah sakit memantul di lantai keramik yang licin, menciptakan suasana dingin dan sepi. Di balik pintu ICU yang tertutup rapat, Alby tengah berjuang mempertahankan hidupnya. Tubuhnya penuh luka, sebagian tulangnya retak, dan kepalanya mengalami trauma berat akibat benturan keras dalam kecelakaan.Di ruang tunggu ICU, suasana dipenuhi ketegangan.Dokter Bagas, ahli bedah saraf yang menangani Alby, keluar dengan wajah serius langsung mengabari kondisi Alby saat ini pada keluarga; Sulis-Ali, Beryl, Ana-dr Zain, dan Manggala-Jeena yang langsung terbang ke Bali setelah mendapat kabar buruk mengenai kecelakaan yang menimpa Alby.Dokter Bagas berkata. “Kami sudah melakukan tindakan penyelamatan secepat mungkin. Alby mengalami pendarahan hebat di otak serta beberapa patah tulang rusuk yang melukai paru-paru kirinya. Kami telah memasang ventilator dan melakukan dekompresi kranial untuk mengurangi tekanan pada otaknya.”Tak ada yang berbicara. Wajah Ali pucat,
“Hari ini mendadak sepi, ya?”Levina menoleh. Alby ada di sampingnya, berjalan santai di antara deretan pohon mahoni yang mulai meranggas. Cahaya senja memantulkan rona keemasan di wajah mereka, menciptakan siluet yang tenang namun menyimpan gelombang perasaan yang tak terucap.Alby menatap tunangannya dengan lembut. Banyak hal ingin ia katakan, tapi belum waktunya. Ia hanya meraih jemari Levina dan menggenggamnya erat. Namun, kali ini Levina tidak menolak. Ia tahu harus berpura-pura menjadi kekasih Alby dengan sebaik mungkin.“Besok kita menikah. Tapi hari ini… izinkan aku jujur.”Alby menatap Levina dari samping. Meskipun Levina selalu menampilkan wajah dengan minim ekspresi, di matanya gadis itu terlihat cantik. Mungkin wanita tercantik yang pernah ia sukai. Ia menyukai segala hal tentang dirinya. Entah sejak kapan, Ia mulai merasakannya. Alih-alih merespon perkataan Alby, Levina menatapnya dalam. “Aku dengar kau sudah melaporkan Bella dan Roger.”Alby mengangguk pelan. “Aku rekam
“Lihat nih! Komennya udah tembus sepuluh ribu. Gila, Bella, kamu viral!”Manager Bella, seorang wanita berkacamata bernama Fara, tertawa kecil sambil menyodorkan ponsel ke arah kliennya. Di layar, unggahan Bella sedang dibanjiri komentar dan likes. Foto-foto kontroversial dengan Alby—yang sengaja diposting ulang oleh akun fanbase-nya, membuat namanya melejit dalam semalam.Bella tersenyum tipis, membolak-balik notifikasi dengan santai.“Ya... kalau skandal bisa bikin aku trending, kenapa nggak?” ujarnya ringan.Fara menyikut lengannya. “Kamu jahat juga, ya.”Bella menjawab dengan anggukan percaya diri. “Dunia hiburan bukan tempat buat yang terlalu baik.”Namun sebelum mereka bisa tertawa lagi, pintu studio tempat mereka santai tiba-tiba terbuka keras.BRAK!Keduanya terlonjak kaget. Di ambang pintu, berdiri Alby dengan sorot mata yang tak pernah Bella lihat sebelumnya—dingin, tajam, dan penuh kemarahan yang ditekan.“Untuk apa kamu lakukan ini, Bella?”Nada suaranya rendah, tapi mengge
“Astaga, Bella, sialan!” gumam Alby saat melihat layar ponselnya. Foto-foto itu terpampang jelas. Ia dan Bella terlihat terlalu dekat. Mereka seperti sepasang kekasih.Skandal itu tersebar begitu cepat. Akun-akun gosip di X dan I*******m berebut menaikkannya, sementara bot-bot anonim memperkeruh suasana dengan komentar tajam dan spekulasi kejam. Nama Alby mendadak trending, bukan karena prestasi, tapi karena ciuman yang tak pernah benar-benar terjadi.Dengan geram, Alby melemparkan ponselnya ke meja. Ia ingin menyangkal semua ini, tapi bagaimana? Mata kamera tidak pernah peduli pada kebenaran—hanya pada apa yang terlihat.Ponselnya bergetar. Nama “Mommy” tertera di layar.Sulis tidak pernah menelepon tanpa alasan. Dan kali ini, Alby tahu persis apa yang membuat ibunya menelepon di tengah malam, saat hujan mengguyur kota seperti murka langit yang tak tertahan.Sulis duduk anggun di sofa ruang tamu. Ruangan itu sepi, tapi hawa di dalamnya menggigit seperti salju saat musim dingin. Alby
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Mga Comments