"Silahkan duduk!" Finn mempersilakan Sean untuk duduk.
Sean segera menarik kursi untuk duduk. Namun, baru saja menarik kursi, dia mendapati seorang wanita yang dia kenal.
'Stela.'
Finn yang melihat Sean menatap Stela, mengartikan kalau Sean terpesona akan kecantikan Stela. "Perkenalkan ini sekretaris saya, namanya Auri." Finn mengenalkan Stela pada Sean. "Auri, ini investor baru perusahaan kita." Finn juga mengenalkan Sean pada Stela.
"Selamat siang Pak Sean, saya Auri." Stela mengulurkan tangan dengan tenang.
"Sean." Sean menerima lembut tangan Stela. Tangan yang sudah lama dia tidak sentuh.
Stela dan Sean berpikir pertemuan bisnis Finn mempertemukan kembali mereka yang sudah sebulan tidak bertemu.
Finn dan Sean melanjutkan perencanaan investasi yang akan dilakukan oleh Sean di perusahaan Finn. Finn menjelaskan semua pada Sean, detail kerja sama mereka dan Stela membantu mencatat beberapa poin yang diminta oleh Sean.
Mata Sean sibuk memerhatikan Stela yang begitu tenang saat bekerja. Tak nampak Stela merasa risih atau terbeban duduk bersamanya.
‘Kamu bisa setenang itu melihatku, ternyata penipu sepertimu lihai menutupi keaslianmu’, batin Sean.
"Bagaimana, Pak Sean, apa yang saya jelaskan sudah dimengerti?" Setelah menjelaskan, Finn bertanya pada Sean.
Sean masih sibuk memerhatikan Stela saat Finn bertanya padanya tentang penjelasan yang diberikan.
Finn melihat jika Sean sedang memerhatikan Stela. "Pak Sean?" tanya Finn memanggil Sean kembali.
Mendengar namanya dipanggil, Sean terkesiap. "Saya setuju untuk berinvestasi di perusahaan Anda, Pak Finn." Sean mengulurkan tangan.
"Terimakasih, Pak." Finn menerima uluran tangan Sean.
Kerja sama mereka pun telah disepakati. Sean yang akan membangun hotel di daerah puncak dan menyerahkan pembangunan pada perusahaan Finn.
"Apa sekretaris Anda ini baru Pak Finn?" tanya Sean pada Finn.
"Iya Pak Sean, apa sangat terlihat sekali dia baru?" Finn menduga kecangungan Stela tertangkap oleh Sean.
"Saya sudah lama bekerja, jadi saya tahu mana yang baru bekerja atau yang sudah lama." Sean berkata seraya melirik Stela. "Tapi, saya sarankan untuk mencari karyawan yang benar-benar baik, terkadang penampilan baik di luar, belum tentu baik di dalamnya," ucap Sean dengan nada sinis dan penuh sindiran.
Stela cukup mengerti maksud dari ucapan Sean. Dia hanya menampilkan senyum tipis di wajahnya saat Sean menyindirnya.
"Saya rasa, saya cukup handal untuk memilih karyawan, Pak Sean. Jadi Anda tidak perlu khawatir." Finn sedikit tidak suka akan ucapan Sean yang seolah penuh sindiran.
Finn merasa ucapan Sean bermakna lain. Dia menerka-nerka, untuk siapa ucapannya itu. Apa dia kenal Auri? Dia nampak menujukan ucapannya untuk Auri, batin Finn.
"Baiklah saya permisi dulu, Pak Finn." Sean berdiri dan menjabat tangan Finn.
"Baik, Pak." Finn menerima uluran tangan Sean.
Sean beralih pada Stela, menatap tajam pada wanita yang telah mengecewakan dirinya itu. Namun, dia berusaha tenang di hadapan Finn. Dia mengulurkan tangannya pada Stela. "Senang bertemu Anda, A .... "
"Auri," jawab Stela menerima uluran tangan Sean.
"Iya, Auri." Sean menyebut nama depan Stela.
Setelah bersalaman dengan Stela, Sean pun berlalu meninggalkan Stela dan Finn.
Stela merasa lega saat Sean sudah pergi. Ada rasa sakit bercampur berdebar saat bertemu kembali dengan Sean. Namun, dia berusaha untuk tetap tenang di depan Finn. Dia tidak mau sampai Finn menaruh curiga jika Sean adalah suaminya.
Finn yang masih memiliki janji dengan tunangannya, akhirnya duduk kembali. "Apa kamu mengenal Pak Sean sebelumnya?" tanya Finn pada Stela membuka pembicaraan saat mereka seraya menunggu tunangannya.
"Apa Anda terpengaruh dengan ucapannya tentang karyawan yang baik?" Stela justru balik bertanya.
"Untuk terpengaruh, saya rasa tidak."
"Apa Anda merasa saya tidak baik?"
Finn melirik Stela yang nampak tenang saat bertanya. "Saya rasa kamu baik."
"Kalau Anda mengatakan saya baik, saya masih punya alasan untuk bertahan di perusahaan Anda."
Melihat Stela, Finn benar-benar di buat penasaran. Ketenangan Stela tak bisa dia artikan sedikitpun. Dia mengingat bagaimana tenangnya Stela saat tadi pagi sedang membacakan jadwalnya. Bagi sebagian wanita yang melihat dirinya, pasti akan bersikap berlebihan memuja ketampanannya.
Namun, berbeda dengan Stela, dia seolah tidak memandang Finn seperti itu.
Beberapa saat kemudian seorang wanita datang, menghampiri Finn.
"Sayang, apa kamu sudah lama?" tanya tunangan saat sampai di meja Finn.
"Sudah."
"Iya maaf," ucap tunangan Finn seraya menautkan pipinya pada pipi Finn.
"Oh ya, Vania, kenalkan ini sekretaris baruku." Finn memperkenalkan Stela pada tunangannya.
Wanita itu memerhatikan Stela dengan seksama. Dipandangnya lekat wajah Stela yang begitu cantik dengan kulit putih dan mata coklat bak kacang kenari.
"Hai aku Vania, tunangan Finn." Vania memperkenalkan diri dan menekankan bahwa dia adalah tunangan dari Finn.
"Saya Auristela, Nona, sekretaris baru dari Pak Finn," ucap Stela dengan sopan.
Vania hanya mengangguk mengiyakan perkenalan dengan Stela. Dia menahan gemuruh di hatinya saat tahu sekretaris Finn adalah seorang wanita cantik.
"Auri, kamu buka meja lagi, saya akan makan dengan tunangan saya," perintah Finn pada Stela.
"Baik, Pak."
Finn menikmati mengobrol dengan tunangannya. Membahas rencana pernikahan mereka. Saat sedang mengobrol dengan Finn, ponsel Vania tiba-tiba berdering. Vania segera mengangkat sambungan teleponnya agar tidak menganggu orang-orang.
"Halo. Oke, aku ke sana." Vania segera mematikan sambungan teleponnya. "Sayang sepertinya aku tidak jadi makan siang denganmu, managerku memajukan jadwal pemotretanku. Maafkan aku tidak bisa menemanimu makan siang," jelas Vania.
Finn menghela nafas kasarnya. Hal seperti ini sudah sering terjadi. Kesibukan Vania membuat waktu untuk mereka berkurang.
"Baiklah pergilah."
"Baiklah aku pergi dulu, kamu lanjutkan makannya ya," ucap Vania seraya menautkan pipinya pada pipi Finn.
Finn hanya menahan dirinya untuk tidak marah karena memang mereka sepakat memahami satu dengan yang lain.
Namun, sejenak kemudian dia melihat makanan di depannya. Siapa yang akan makan ini semua? Finn memilih untuk memanggil Stela dengan isyarat tangan. Dia berniat mengajak Stela menghabiskan makanan yang sudah dipesan.
Stela yang menyadari Finn memanggilnya, berdiri dan melangkah mendekat. "Ada apa, Pak?" tanya Stela setelah menghampiri Finn.
"Temani saya makan, tadi Vania sudah memesan makanan tapi dia ada perkerjaan."
Stela yang mendapat perintah untuk makan bersama Finn, hanya mengiyakan dan duduk di depan Finn dengan tenang.
"Makanlah!" Finn mempersilahkan Stela untuk makan.
"Baik."
Stela makan dengan tenang, tak tampak dia salah tingkah saat berada di depan pria tampan di depannya.
Finn yang menyadari Stela yang tenang bisa menikmati makan dengan nyaman, menarik senyum di ujung bibirnya. "Apa sudah lama kamu menikah?" tanya Finn memecah keheningan makan mereka.
"Sabar ya, rasa sakitnya nanti akan hilang jika anak kita sudah lahir." Sean mencoba menenangkan Stela. Namun, rasanya ucapannya tidak berarti apa-apa, karena Stela semakin mencengkeram erat tangannya.Sean hanya bisa pasrah saat kuku-kuku Stela menancap sempurna di tangannya. Dia merelakan itu asal bisa mengurangi rasa sakit yang dirasakan istrinya.Setelah semua peralatan siap. Dokter mulai memberi instruksi pada Stela untuk mengejan. "Kita mulai persalinannya, Bu, tarik napas dan buang seperti yang sudah diajarkan di kelas ibu hamil," ucap Dokter pada Stela.Stela hanya bisa mengangguk. Dia berusaha kuat dan melakukan instruksi yang diberikan oleh Dokter. Dia menarik napas dan membuangnya sambil mengejan.Mungkin ini adalah yang membuat surga di telapak kaki ibu. Sakitnya saat melahirkan benar-benar tak bisa dideskripsikan dengan kata-kata. Tulangnya serasa remuk saat berusaha untuk mengejan. Otot-ototnya tertarik semua saat tubuh berusaha keras untuk mendorong bayi untuk keluar."
"Mungkin aku kekenyangan." Stela tidak ingin membuat panik Sean. "Kita pulang saja," ajak Stela.Usai makan mereka akhirnya memilih pulang. Di mobil Stela merasakan kembali perutnya mulas."Kamu benar tidak apa-apa?" tanya Sean khawatir."Sepertinya aku sudah mulai ada tanda-tanda melahirkan."Mendengar ucapan Stela, Sean panik. Dia bingung harus berbuat apa. Padahal di kelas ibu hamil berkali-kali dijelaskan jika dia tidak boleh panik."Kita ke rumah sakit," ucapnya pada Stela."Tapi, masih berjarak sangat jauh rasa mulasnya, jadi aku rasa kita tunggu saja di rumah."Sebenarnya Sean merasa tidak tenang. Namun, dia menuruti keinginan istrinya, kembali ke rumah sambil menyiapkan semuanya.Di rumah Sean meminta Stela untuk duduk manis. Dia juga sudah memberitahu sang mama jika Stela sudah menunjukan tanda-tanda melahirkan. Adel yang sedang ada pertemuan dengan teman-temannya langsung meninggalkan tempat acara dan menuju ke rumah anaknya.Sean merapikan beberapa barang untuk keperluan a
Di depan cermin Stela menatap dirinya. Jika kemarin acara pesta pernikahannya bertema universal, kini acara tujuh bulanan diadakan dengan adat jawa sesuai dengan permintaan mertuanya.Rambut panjang Stela disanggul seperti tradisi jawa. Stela tersenyum melihat tampilan di pantulan cermin. Terakhir kali dia semacam ini adalah saat SD di hari kartini. Semenjak remaja hingga kuliah, dia lebih memilih memakai kebaya dengan rambut yang digerai.Penata rias, terus memoles wajah Stela dengan make up tipis sesuai permintaan Stela."Apa sudah siap?" tanya Sean seraya menyembulkan kepalanya dari balik pintu."Sudah, Pak," jawab penata rias. Penata rias keluar dan bergantian dengan Sean yang masuk ke dalam kamar. Sean mengambil baju dengan motif yang sama dengan Stela yang di letakan di atas tempat tidur.Sean langsung mengganti bajunya untuk acara yang sebentar lagi akan dimulai. Sepanjang memakai bajunya, Sean menggerutu karena harus memakai jarik dan itu membuat dirinya kesulitan. Namun, dem
Tentu saja Stela mau. Dia mengangguk mendapati tawaran dari mama mertuanya. Dia ingin membayangkan kelak akan seperti apa anaknya.Adel langsung mengambil foto yang ditemukannya kemarin. Kemudian dia menunjukan pada Stela. Lembar demi lembar Adel tunjukan pada Stela dan membuat Stela benar-benar senang.Sean kecil begitu mengemaskan. Dengan pipi gembulnya Sean begitu lucu. Stela memerhatikan dengan baik semua foto. "Ini umur berapa, Ma?" Saat melihat-lihat Stela justru menemukan selipan foto Sean yang besar."Itu umur sepuluh tahun."Mendengar jawaban mertuanya, Stela mengingat jika wajah Sean yang dilihatnya pertama kali di kampus tidak berubah. Entah kenapa, Stela merasakan jika Sean masih awet muda saja."Anak kalian nanti pasti anak lebih tampan dan cantik." Adel sudah membayangkan bagaimana cucunya nanti. Perpaduan antara Stela yang cantik dan Sean yang tampan."Yang penting sehat, Ma. Mau dia mirip Stela atau Sean sama saja." Stela tidak berharap banyak. Dia hanya ingin semua s
Sean meletakan keranjang ke lantai dan menegakkan tubuhnya. Dia memijat pinggangnya yang begitu terasa sakit. "Aku membelinya karena penjualnya adalah seorang nenek tua." Dia menjelaskan pada Sean alasan membeli semua buah manggis.Stela merasa terharu mendengar jawaban Sean. Dia langsung memeluk tubuh Sean karena merasakan senang melihat suaminya membantu nenek-nenek dengan membeli banyak buah. Padahal mungkin yang akan dimakannya tidak akan banyak.Mendapati dekapan Stela, Sean merasa heran. Dia hanya tahu jika istrinya begitu melow, gampang menangis dan gampang terharu. "Ayo makan buahnya, aku tidak mau nanti anak kita mengeluarkan air liur karena tidak buru-buru diberikan."Stela melepas dekapan Sean dan tersenyum. Sean mengambil beberapa buah dan mengajak Stela untuk duduk menikmati buah yang dibuka oleh Sean.Rasa manis dari buah manggis membuat Stela begitu senang. Dia merasa lidahnya dimanjakan dengan rasa yang sudah dia bayangkan sedari tadi.Sean merasa sangat senang karena i
Stela mencebikkan bibirnya karena tidak menemukan perubahan itu, dan membuat Sean yang gemas mendaratkan kecupan di pipi Stela. "Tunggulah beberapa bulan lagi, pasti kamu akan melihat perut buncitmu, dan tidak hanya itu, kamu akan mendapati pipi kamu yang juga akan gembung." Sean menjelaskan seraya menggembungkan pipinya.Melihat Sean yang menggodanya, Stela terlihat kesal. "Apa jika aku gendut kamu tidak akan suka?" Dia langsung melepas dekapan tangan Sean dan meninggalkan Sean ke tempat tidur. Dia merebahkan tubuhnya di tempat tidur dan menarik selimut.Dahi Sean berkerut diiringi dengan matanya yang membulat. Niatnya tidaklah meledek istrinya. Akan tetapi istrinya itu justru merajuk. 'Tenyata bukan hanya wanita yang datang bulan yang sensitif, tetapi ibu hamil juga sensitif,' batin Sean.Melangkah menuju ke tempat tidur, dia merangkak naik dan kembali mendekap tubuh Stela. "Sayang, bukan maksud aku begitu," bujuknya."Kamu tadi bilang begitu." Stela masih saja dengan pendiriannya. D