Kalea sudah turun dari apartemen tempat dia tinggal bersama suaminya, saat ini tengah mengunggu taxi yang sudah di pesan secara online. Masih pukul delapan pagi dimana jalanan sibuk dan ramai orang akan melakukan aktifitasnya, seperti bekerja, sekolah, dan lain-lain.
Tak lama ada sebuah mobil berhenti di komplek apartemen, dan ternyata itu taxi yang Kalea pesan. Segera berjalan menuju ke arah mobil itu, supir turun membantu memasukkan koper kedalam bagasi. Setelah selesai segera Kalea naik kedalam mobil di ikuti sang supir, mereka segera meninggalkan area apartemen tersebut, namun tatapan Kalea menuju kesebuah lantai dimana rumah yang sudah dia tinggali selama empat tahun bersama Kay. 'Selamat tinggal, dan terimakasih atas segala kenangan buruk. Hidup yang buruk, aku kira bisa menua bersama. Tapi kenyataannya kau tak seperti janjimu, itu hanya pemanis. Andai dulu aku mendengarkan Ibu, pasti tak akan terluka dan pahit seperti ini,' batin Kalea, hingga gedung apartemen itu tak lagi terlihat. Taxi mulai membelah jalanan kota yang ramai, mungkin butuh waktu satu jam untuk sampai dirumah orang tuanya. Dalam hati Kalea tentu sangat berat, rumah tangga yang harusnya bertahan hingga akhir hayatnya kini harus kandas dengan cerita yang pahit. Namun penyesalan memang selalu berada di akhir, setiap manusia memiliki takdirnya hingga terkadang takdir yang sudah tertulis tak bisa mereka ubah, walaupun harus kepahitan yang mereka lalui. Kalea tak akan bisa melupakan sakit akan luka yang sudah ia terima selama berumah tangga, dari suami ataupun keluarga suaminya. Tak pernah di hargai, tak pernah dianggap, bahkan ketika berkumpul dengan keluarga besar dia selalu di jadikan seperti pelayan. Tapi Kalea bertahan hanya untuk meyakinkan dirinya jika sikap mereka akan berubah, kenyataanya malah salah tak seindah harapannya. Kini keputusannya menerima perceraian karena sudah tak tahan lagi dengan sikap suaminya yang sudah selingkuh hampir satu tahun lebih dengan rekan kerjanya, di tambah sikap mertuanya terutama Ibu mertuanya yang sangat mudah melayangkan tamparan atau melayangkan benda yang bisa melukai tubuhnya. "Bertahan sakit, pergi aku sulit. Tapi kali ini aku akan pergi, demi kebahagiaan diriku sendiri." Ucapnya lirih. Tak terasa taxi sampai di gedung apartemen milik orang tua Kalea, segera wanita itu turun dan membawa koper yang sudah dikeluarkan oleh sang supir. "Terimakasih Pak," ucap Kalea dengan ramah. "Sama-sama Nak." Taxi segera pergi, Kalea segera menuju ke gedung untuk menuju unit apartemen milik orang tuanya. Setelah sampai, segera ia memasukkan kode sandi pintu rumah dan segera masuk kedalam. Dan pintu tertutup tiba-tiba perasaan sedih kembali membuatnya menangis, tidak bisa di bohongi sesakit dan sesedih apa Kalea saat ini. "Ibu, aku pulang." Meraung dalam tangisannya, sembari memanggil mendiang sang Ibu. Ya, dulu saat akan menikah hanya Ibu Kalea yang tak merestuinya. Karena merasa jika putrinya tak akan bahagia dengan pilihannya, tapi kenyataannya saat ini benar-benar terjadi apa pemikiran sang Ibu. Karena hati ibu begitu tulus mencintai anaknya, sehingga beliau tahu mana yang baik atau tidak bagi putrinya. Kalea berjalan perlahan memasuki rumah yang sepi tak bisa berpenghuni, lalu menatap bangkai foto yang terpajang di tembok dengan ukuran yang sangat besar. "Ibu, aku kembali. Ma-maafkan aku tak mendengarkan mu dulu, maafkan aku yang termakan oleh perasaan cinta. Maafkan putrimu ini Bu." Air matanya semakin deras, tanda penyesalan hatinya yang paling dalam. Hari ketika sore ... Kalea harus menuju ke sebuah cafe di pusat kota, dia akan bertemu dengan seseorang untuk menyerahkan pekerjaan yang sudah diselesaikan. Walupun dalam keadaan hatinya hancur dia tetap profesional, karena tak mungkin melibatkan urusan pribadinya dengan pekerjaannya. "Maaf, kamu menunggu lama?" tanya seseorang yang baru saja datang dengan pakaian modis nya. "Tidak Nona Cia, aku baru saja. Duduklah, aku sudah memesan minuman untuk Anda," kata Kalea mempersilahkan orang tersebut untuk duduk dan menikmati minumannya. "Terima kasih." Singkatnya. Wanita itu tersenyum senang, karena mendapatkan perlakuan baik dan sopan dari Kalea. Lalu keduanya berbicara perihal pekerjaan, dan dimana Kalea menyerahkan hasil kerjanya yang sudah di pesan oleh wanita tersebut. "Wow, ini hasilnya sangat bagus. Jika kantor itu sudah jadi pasti ruangannya sangat indah seperti ini." Memuji pekerjaan Kalea yang sangat mengagumkan. "Bagaimana jika kamu menetap bekerja di perusahan kami Nona? Bukankah kamu ingin pekerjaan tetap, bakatmu akan sia-sia jika tak di pergunakan untuk suatu perusahaan," ujar Nona Cia, ia ingin merekrut Kalea masuk ke perusahaannya sebagai karyawan tetap nya. "Maaf Nona Cia, aku belum bisa memutuskan akan hal itu. Ada beberapa hal yang harus aku selesaikan lebih dulu, baru aku bisa memutuskannya," kata Kalea memberikan alasannya pada Nona Cia. "Sangat disayangkan sekali bakatmu itu, baiklah semua ini aku ambil. Aku transfer sekarang juga sisa pembayarannya." Nona Cia langsung mengambil ponselnya dan membayar sejumlah uang pada Kalea, karena telah dengan baik menyelesaikan pekerjaannya. Kalea segera mengecek notifikasi bank, ternyata Nona Cia melebihkan pembayarannya. Sehingga Kalea protes karena uangnya terlalu banyak, dan berusaha menolak juga mengembalikan. "Nona, ini terlalu banyak," ujarnya." "Tidak, itu sebanding dengan pekerjaanmu. Terima kasih, aku harus harus pergi. Jika kamu menerima tawaranku untuk bergabung maka aku akan sangat senang." Senyumnya pada Kalea. "Akan aku pikirkan lagi nanti, terimakasih banyak Nona. Semoga tidak jera memberikan pekerjaan ini padaku, hati-hati di jalan." Berjabat tangan dnegan Nona Cia, lalu wanita itu segera keluar berlalu dari cafe meninggalkan Kalea seorang diri. Kaela duduk kembali, ia menyesap minumannya dan melamun sebentar. Dalam pikirannya ingin sekali mengambil tawaran tersebut, tapi ia sudah mencari tahu siapa Nona Cia, dan sepertinya ia tak akan betah jika berkerja terlalu lama dengan wanita itu. "Sebaiknya aku pergi sekarang." Beranjak dari kursinya dan segera keluar dari cafe. Tapi saat dipintu masuk ia bertabrakan dengan seorang pria hingga jatuh tersungkur ke belakang, hampir saja kepalanya kejatuhan vas bunga yang dijadikan hiasan. Namun pria itu dengan sigap menangkap vas tersbut, hingga tak menjatuhi kepala Kalea. "Ma-maaf. Kau tak apa?" Mengulurkan tangannya untuk menolong, setelah menaruh vas bunga itu ke tempatnya kembali. Kalea menerima uluran tangan dari si pria, untung saja cafe itu sepi jadi Kalea tak perlu malu karena hal ini. Setelah dengan posisi benar keduanya saling berhadapan, tapi tatapan mereka membuat keduanya mematung saat saling menunjuk. "Ka-kamu, Kalea!" kata si pria dengan jarinya yang menunjuk ke arah Kalea. "Anda mengenalnya Tuan?" tanya Kelvin dengan berbisik di dekat telinga Rigel. "Dia adik kelasku waktu SMA dulu, aku masih sangat mengingatnya, dan pernah bertetangga dengannya sebelum akhirnya aku pindah," jelas Rigel. "Kamu! Menyebalkan sekali bertemu denganmu di situasi seperti ini, menyingkirlah aku akan pergi." Meminta pada Rigel dan asistennya untuk minggir karena dia akan lewat. "Tu-tunggu, kamu sekarang tinggal dimana?" Dengan spontan Rigel menanyakan itu pada Kalea. "Di dalam bumi, di atas tanah, dan di bawah langit." Jawab Kalea, lalu dia pergi dengan memaksa keluar dari cafe. Karena tak mau berurusan dengan Rigel, dan sedang di fase tidak mau berhubungan dengan seorang pria kecuali teman dekatnya. Rigel segera keluar menyusul Kalea, karena ia mematung setelah mendapatkan jawaban dari wanita tadi. Tapi sayang ia tak mampu mengejarnya, karena Kalea sudah naik taxi dan meninggalkan area cafe. "Aish!" Kesalnya, dia menyesal berdiam sejenak tadi dan hal itu membuatnya kehilangan Kalea dalam sekejap. "Aku pastikan akan menemukanmu, bagaimanapun caranya." Dengan nada serius, Rigel tak akan pernah main-main dengan ucapannya itu. Dia akan mencari tahu orang yang dia incar, dan tentunya akan mendapatkannya karena baginya tak ada usaha dengan hasil gagal.Ucapan selamat datang dari berbagai rekan bisnis, teman, keluarga, dan masyarakat. Akhirnya Rigel mempublikasikan jika sang istri sudah melahirkan seorang putri, dan semua orang turut bahagia dengan kebahagiaan yang mereka rasakan. Tak hanya itu, hadiah dari rekan bisnis Rigel juga berdatangan hingga begitu banyaknya. Kini kediaman Rigel dan Kalea begitu ramai dengan kehadiran keluarga, teman, serta kerabat mereka. Mereka merayakan penyambutan Sanna, membuat pesta kecil untuk anak mereka sebagai tanda rasa syukur. "Astaga, aku tidak percaya jika kamu sudah memiliki anak." Kata Calra yang merasa ini semua mimpi. "Aku sendiri saja masih merasa jika semua ini mimpi, tapi jika dipikir lagi waktu aku aku tidak menerima Rigel. Pasti aku belum memiliki anak hingga kini, aku hanya menyesal kenapa kami dipertemukan diwaktu yang begitu telat." Ujar Kalea. "Tuhan menghadirkan orang pertama untuk dijadikan pembelajaran, tapi Tuhan menghadirkan orang kedua untuk mengisi juga mengobati lukamu.
Didalam ruang oprasi Rigel terlihat tegang, dia merasa tak tega melihat proses melahirkan istrinya yang harus melalui prosedur pembedahan. Karena pendarahan yang terjadi mengharuskan Kalea melakukan pembedahan demi keselamatan Ibu juga bayinya. Sepanjang prosesnya Rigel terus memegang dan mengecup kening sang istri untuk menguatkan, Kalea tetap[ tersenyum pada ssuami walaupun tidak banyak bicara. Akibat tubuhnya yang sudah lemas, ditambah efek samping dari obat bius yang disuntikkan ke tubuhnya.“Sayang, sabar ya. Sebentar lagi kok.“ Bisik Rigel walaupun hatinya juga ngilu melihat proses pembedahan, dan dia juga tidak lupa meminta pihak rumah sakit mengabadikan momen ini.Setelah beberapa sayatan dibuat, akhirnya dokter bisa mengeluarkan bayi yang ada didalam rahim Kalea. Suara tangisnya terdengar nyaring hingga membuat Rigel mennagis haru saat melihat tubuh kecil itu didepannya, dia mengecup istrinya yang setengah sadar. Lalu memastikan anaknya juga baik-baik saja tanpa kurang apapun
Bulan demi bulan berganti, penantian Kalea dan Rigel juga keluarga besar mereka akhirnya akan terbayar. Karena bulan ini adalah jadwal Kalea melahirkan, sungguh penantian yang panjang bagi Kalea sendiri. Kini bentuk tubuhnya berisi namun tetap terjaga, hingga banyak yang mengagumi jika Kalea hamil tidak banyak perubahan pada tubuhnya.Kalea sudah merasakan jika perutnya merasakan kontraksi, namun itu belum intens, jadi dia meminta suaminya tetap berangkat bekerja dari pada menunggunya yang belum tentu jelas."Sayang? Kamu serius meminta aku berangkat kerja? Padahal kamu sudah merasakan kontraksi," kata Rigel yang tetap ingin tinggal dirumah."Pergilah ke kantor, akan aku kabari secepatnya jika aku mau melahirkan. Jangan lepas dari tangung jawabmu, bukankah ada tamu penting datang. Jadi sambutlah dia, mungkin nanti setelah rapat anak kita baru mau lahir." Kata Kalea sembari tersenyum, menahan sakit dimana wajahnya juga sudah mulai sedikit memucat."Baiklah jika kamu sangat memaksa, aku
Kalea dan Rigel sudah memikirkan hadiah untuk Kelvin juga Mona, mereka memilih membelikan apa yang mereka butuhkan. Kelvin masih mengontrak apartemen, karena dia masih bingung ingin membeli rumah dimana. Karena menurutnya apartemen bukan tempat tinggal yang bagus ketika sudah berkeluarga, dan akhirnya Kalea dan Rigel membelikan rumah yang tak jauh dari tempat tinggal mereka.Memang sengaja Tidka berjauhan, agar mereka tetap saling dekat satu sama lainnya."Sayang, ayo kita berangkat sekarang." Ajak Rigel pada Kalea yang masih bingung memilih sendal."Kamu kenapa sayang?" tanya Rigel yang melihat istrinya berada didepan tempat sandal."Sayang, aku bingung memakai sandal mana.""Astaga sayang ku cintaku, aku pilihkan." Memilih yang pas untuk sang istri."Ini, pakailah." Kata Rigel."Terimakasih." Senyumnya merekah, Rigel segera menggandeng tangan sang istri untuk berjalan. Karena dia tau posisi Klaea saat ini yang tengah hamil besar, membuat tubuhnya tak nyaman walaupun jika di lihat tu
Rigel pulang dengan membawa kabar gembira, dia tidak sabar memberikan kabar tersebut pada sang istri. Yang pastinya Kalea akan ikut bahagia, karena dia pasti menantikan kebahagiaan untuk Mona."Sayang, aku pulang." Seru Rigel dengan nada lembutnya, dia langaung menghampiri sang istri yang tengah berada didapur bersama Bibi."Tumben pulang cepat," ujar Kalea yang menyambut suaminya dengan membawakan secangir teh hijau hangat."Karena pekerjaan sudah selesai, dan ada kabar baik untukmu." Senyum."Duduk dulu, minum pelan-pelan." "Baiklah." Rigel menurut pada sang istri, bibi hanya menonton kemesraan pasangan tersebut sembari menyiapkan masakan untuk makan malam."Kamu jangan syok ya dengarnya, emmm... Kelvin akan menikah besok." Memberitahu kabar bahagia dari asistennya."Apa? Serius sayang? Kak Kelvin akan menikah?" tanyanya dengan rasa yang masih tidak percaya."Eumm benar, dia bahkan sudah mendaftar untuk pernikahan besok. Tapi tidak ada acara apapun, mereka akan menikah tanpa pesta
Mona tak kuasa menahan tangisnya, dia bingung dengan kehamilan ini. Bukan tau saat dia ke dokter, tapi saat menyadari tamu bulanannya tidak kunjung datang, dan juga melakukan tes dengan alat tes kehamilan."Apa yang harus aku lakukan? Apa Ayah dan Ibuku masih menerima diriku." Tangisnya sesenggukan disamping toko kue tempatnya dia bekerja.Aurelia tidak ada ditempat, jadi dia tidak mengetahui apa yang terjadi pada Mona. Karena beberapa hari ini dia sedang ada acara keluarga, jadi tidak bisa datang ke toko kue.Kelvin yang hendak datang membawakan makanan mendengar semua yang di katakan oleh Mona, ternyata dia menghindar dari Kelvin karena ini sebabnya. Kelvin baru menyadari jika Mona menyembunyikan sesuatu darinya, namun dia sangat menerima keadaan Mona dalam bentuk apapun."Apakah aku harus muncul sekarang? Atau, sudahlah aku harus memberikan makanan ini padanya."Kelvin keluar dari persembunyiannya, dia berdiri tepat didepan Mona yang tengah menunduk dengan wajah sembam."Berdirilah