Share

Istri Tidak Berguna

Andin mundur beberapa langkah saat Seno mendekatinya, ada perasaan takut saat dia menatap mata suaminya yang dipenuhi emosi. Selama pernikahan mereka memang Seno bukan tipe suami yang menunjukkan cintanya berlebihan, meski terkadang Seno sering memaki dan memarahinya. Namun, setidaknya Seno tidak pernah main tangan.

"M---maafkan aku, Mas. Aku janji akan berubah, aku tidak akan mengulangi kesalahan yang sama."

Seno meludah tepat di depan Andin, hari ini suasana hatinya sedang buruk. Proposal bisnisnya ditolak oleh pihak investor, setelah pulang malah dia harus mendengar ocehan ibunya.

"Kamu itu bisa tidak sih jadi istri yang berguna sedikit, apa kontribusi kamu dalam hidupku selain memberiku sakit kepala? Apa susahnya mengikuti arahan Mama? Kamu menyepelekan Mama sama saja dengan menyepelekan aku. Tahu tidak?"

Andin tidak sanggup berucap, feelingnya mengatakan jika dia melawan satu kata ucapan suaminya maka fatal akibatnya.

"Kalau ada orang yang ngomong tuh jawab! Kamu pikir aku sedang ngomong sama tembok!"

Tamparan kembali diterima Andin, sakitnya kekerasan yang dia terima saat ini masih bisa diterima. Hanya saja, sakitnya hati tidak bisa dikatakan lagi.

Dulu, saat Seno mendekatinya tidak sekalipun Seno meninggikan suara. Berbeda dengan sekarang, Andin merasa seperti berhadapan dengan orang lain bukan suaminya yang bertutur kata lembut. Tanpa terasa bulir air mata kembali mengalir, isak tangis pun tidak sanggup Andin tahan.

"Lihat, Sen. Begitulah istrimu itu, bisanya nangis. Muak Mama lihatnya, kemarin juga begitu. Mama sedang menasehatinya, tapi dia diam dan tiba-tiba nangis gini. Mana di depan rumah. Apa nggak malu Mama dibuatnya?" Bu Sekar masih menyiram minyak di bara api emosi Seno.

Mendengar pernyataan ibunya, Seno langsung menarik rambut Andin.

"Kalau saja kamu itu tidak cantik, aku tidak akan menikahi mu, Andin! Istri tidak berguna sepertimu ini memang tidak layak mendapat perlakuan baik!"

Cengkeraman di rambut Andin semakin kuat bukan hanya itu saja, mertuanya juga turut serta mencubit pinggang Andin.

"M--maafkan aku, Mas. Ampun, ampuni aku. Aku janji tidak akan begitu lagi," rintih Andin yang tidak tahan dengan semua siksaan yang diterimanya.

"Kata-katamu itu tidak bisa dipercaya, paling besok juga akan begini lagi. Tiap hari nggak ada ketenangan di rumah ini, selama tiga tahun Andin! Bisa gila aku dengan kelakuanmu!"

Bugh!

Dengan sekali tendang, tubuh Andin terpental dari ruang tengah hingga ke ujung kamar tamu. Andin terbatuk dan keluar darah segar dari mulutnya.

"Rasakan tuh mantu durhaka! Siapa suruh nggak mau nurut apa yang aku bilang, sudah Nak ayo makan dulu. Cuci tanganmu biar nggak ada kuman yang nempel," ajak Bu Sekar.

Seno mendengus kesal, perut yang sebelumnya lapar itu sekarang tidak terasa lagi. Seno dan Bu Sekar meninggalkan Andin yang masih terduduk, keduanya tentu saja tidak peduli dengan keadaan Andin.

Andin menatap punggung suami dan ibu mertuanya dengan berlinang air mata, dia teringat janji Seno yang akan membahagiakannya menggantikan orang tua Andin yang sudah tiada. Namun, yang dia dapat selama pernikahan hanya sakit hati dan kekerasan fisik.

"Apa salahku, Mas? Kenapa kamu sekejam ini denganku. Apa kamu lupa janji yang kamu ucapkan di pusara Ayah dan Ibu?" rintih Andin di sela isak tangis yang menyayat hati, meratapi nasib yang menimpanya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status