Share

Bab 6

Penulis: Yastin Arunika
last update Terakhir Diperbarui: 2025-06-26 16:23:51

Acara pesta ulang tahun Melati sekaligus acara reuni SMA sudah di mulai, MC mulai memandu acara. Melati sebagai tuan rumah berdiri di depan dengan anggun, semua orang merayakan ulang tahun melati dengan suka cita.

Melati memberikan sambutan dan ucapan terima kasih untuk seluruh undangan yang sudah hadir, dilanjut acara tiup lilin dan juga potong kue.

“Potongan kue pertama. Mau di kasih kesiapa kira-kira ya mba Melati?” Tanya MC sambil tersenyum menggoda

Melati memegang piring kecil berisi kue tart yang sudah dia potong tadi, dia tersenyum ke arah MC. Dengan langkah yang anggun Melati berjalan menuju kerumunan.

“Wah, sepertinya kue pertamanya bakalan dikasih kepada seseorang yang spesial.” Ucap MC lagi, dia berbicara dengan nada yang mampu membangun rasa penasaran orang-orang

Mata para tamu mengikuti arah langkah Melati, teman-temannya mendadak tegang dan menahan panas, pesaran siapa yang akan di hampiri oleh wanita cantik itu.

“Hay, bas,” Ucapnya pelan “Ini kuenya buat kamu”

Baskara yang ikut penasaran tersentak kaget, “bu-buat aku?” tanya Baskara

“Iya,” Jawab Melati sambil tersenyum manis. Senyuman yang sama seperti saat SMA dulu.

Melati memotong kue, dia menyodorkan kearah mulut Baskara.

“Oh ternyataa... Siapa mas yang beruntung itu? Sepertinya bukan orang biasa ya mba Melati.” Seru sang MC di atas panggung dengan sedikit heboh.

Wajah Baskara mendadak merah bahkan sampai ketelinga. Baskara bisa merasakan tatapan para tamu yang sama kaget dengan dirinya. Melati masih menyodorkan kue, Baskara ingin menolak tapi saat matanya bertemu pandang dengan mata Melati mulutnya malah reflek terbuka, menerima suapan yang diberikan oleh wanita yang dulu menempati hatinya.

“Thank, ya mel.” Ucap Baskara pelan, Melati mengangguk.

“Sama-sama bas,” Melati tersenyum tipis, “Dulu kita sering ya, potong kue sama makan kue bareng... sekarang aku kaya ngulang kenangan itu.” Lanjut Melati

Baskara menunduk, dia bingung harus menjawab apa. Melati masih memandang Baskara, tatapannya semakin lembut dan dalam.

“Makasih ya bas udah dateng ke acara ulang tahun aku. Ya, walaupun aku tahu sih kamu ke sini bukan buat aku tapi buat ketemu temen-temen lama kita,” Melati menggantungkan ucapannya sesaat, menunggu respon dari Baskara

“Tapi jujur, aku ngerasa ulang tahun ku kali ini kembali indah. Karena ada kamu di sini!” Melati melanjutkan ucapannya karena tidak ada ucapan yang keluar dari Baskara

Setelah mengatakan itu, Melati kembali ketempatnya. Berjalan dengan wajah yang berbinar, senyumnya tidak pudar dia tunjukkan kepada para tamu. Baskara masih diam, dadanya mendadak sesak, pikirannya melayang pada ingatan yang sudah lama dia tinggalkan. Tapi saat ini semua kenangan itu muncul dalam beberapa menit saja.

MC yang melihat Melati sudah kembali ketempatnya langsung melanjutkan ke acara berikutnya. Suasana ruangan yang awalnya tegang dan kikuk menjadi riuh kembali.

Tidak lama salah satu teman Baskara yang bernama Farid datang membawa dua gelas kecil minuman. Ida langsung menyodorkannya kepada Baskara.

“Satu gelas aja, bro,” Ucapnya sambil menyeringai “Gak akan bikin lu oleng, bas”

“Gue udah enggak, rid... udah lama gue gak minum” Tolak Baskara secara halus

"Segelas aja! Kapan lagi lu bisa nikmatin pesta kaya gini. Besok udah back to realita, jadi nikmati dan santai.” Jawab Farid menepuk bahu Baskara

Baskara ragu, tapi Farid terus menyodorkan dan memaksa. Akhirnya Baskara menerima gelas itu dan menegaknya dengan cepat. Suasana semakin ramai terutama saat seorang DJ mulai menyalakan musiknya, suasana ruangan mendadak temaran semua menikmati sambil tertawa, minum dan berjoged.

Baskara ambruk di kursi, dia tidak sadar terlalu banyak minum. Matanya terasa berat sulit untuk dibuka pun dengan napasnya yang sudah tidak teratur.

Melati yang melihat Baskara langsung menghampiri dengan rasa cemas, “Bas...” Ucapnya

Dia mencoba membangunkan Baskara dengan menggoyang-goyangkan tubuhnya, “Baskara, bangun hey... Bas!”

Melati melirik seorang pria yang ada di dekat pintu, dia melambaikan tangan meminta pria itu untuk menghampiri.

“Bantu gue bawa dia, Sekarang!” Ucap Melati dengan tegas

Tanpa banyak bicara pria itu mengangguk dan langsung memapah Baskara keluar ruangan. Di ikuti melati di belakang, tidak ada yang tahu kepergian keduanya. Melati menyelinap keluar dan menyerahkan acara kepada salah satu teman yang masih ada di ruangan.

Melati mendorong pintu sebuah apartemen. Di belakangnya, seorang pria yang tadi dia perintahkan membawa Baskara, masih memapah tubuh lelaki itu yang kini nyaris tak sadar

Mereka berhenti di depan salah satu kamar. “langsung taruh di kasur aja,” perintah Melati tanpa ragu

Pria itu mengangguk dan segera membaringkan Baskara di atas ranjang. Tubuh Baskara terkulai lemah, hanya sesekali menggerakkan jari, tapi, masih belum sepenuhnya sadar dari pengaruh alkohol.

“Terima kasih ya, kamu boleh ke luar sekarang.” Ucap Melati, matanya menatap Baskara.

Melati melangkah ke dapur kecil, menuang segelas air, lalu kembali ke kamar. Dia duduk perlahan di sisi ranjang, menatap wajah Baskara yang terlelap, masih tampan, masih sama seperti dulu.

“Gak ada yang berubah ya dari wajah kamu... Kamu masih tetap sama, Bas.” Bisiknya pelan, jari Melati meraba lekuk wajah Baskara sambil tersenyum simpul.

Ia mengguncang pelan bahunya. “Bas... bangun. Minum dulu.”

Mata Baskara sedikit terbuka, dia mengerjap pelan. Menatap samar wajah seseorang di depannya.

“Melati...?” gumamnya, dengan senyuman lemah.

“Iya, Bas. Aku di sini. Ayo minum dulu.” Jawab Melati dengan suara selembut mungkin, mencoba tetap tenang meski jantungnya berdegup aneh.

Dia menyodorkan air ke mulut Baskara. Dengan sedikit usaha, Baskara meneguknya seteguk demi seteguk, walau masih tampak limbung.

Tiba-tiba... “Mel... kamu cantik sekali.. Masih sama kayak aku kenal dulu...” racau Baskara, matanya separuh tertutup.

Melati tersenyum bahagia, pipinya bersemu merah saat mendengar itu, “Tapi Anjani juga cantik...” Seketika itu juga, senyum Melati pudar.

Tangannya mengepal, hatinya seperti terbakar, ada perasaan tidak terima saat Baskara menyebut satu nama, tidak lain adalah istrinya.

Melati menarik napas dalam sebelum bangkit dari ranjang. Dia meletakkan gelas yang masih berisi air, kemudian dia berjalan menjauh ke suatu ruangan. Dari atas ranjang, Baskara yang setengah sadar melirik dengan kepala berat.

“Mel… mau ke mana?” tanyanya dengan nada berat, antara sadar dan tidak.

“Tunggu aja dulu di situ, Bas.” Jawab Melati tanpa menoleh

Melati masuk ke kamar mandi, memilih untuk membersihkan tubuhnya sekaligus menetralkan perasaanya. Selesai membersihkan diri, Melati berdiri di depan cermin, rambutnya masih basah.

Melati keluar dengan menggunakan pakaian bersih yang tadi dia bawa, tercium aroma yang lembut dan langsung menyebar di dalam apartemen.

Baskara, yang masih terbaring namun kini sudah bisa sedikit duduk, mencium bau itu. Wangi yang sedikit familiar di indra penciumannya. Baskara mencoba membuka matanya namun penglihatannya masih sedikit buram. Kepalanya masih merasakan pusing.

Melati berjalan pelan ke arah meja kecil di dekat tempat tidur, tempat di mana ia biasa menyimpan hair dryer. Tangannya membuka laci perlahan. Baskara melirik pelan, dia melihat Melati dengan rambut yang masih basah, kulitnya sedikit terekspos, leher jenjangnya terlihat lembut dan mulus.

“Mel…” panggilnya.

Melati tidak menjawab dia mengambil barang yang diperlukan, kemudian duduk di kursi kecil, menyalakan hair dryer. Tangannya mulai bergerak mengeringkan rambut Basahnya, harus dari sampo melati semakin semerbak.

Baskara menelan salivanya, semakin terasa harum itu semakin membuat dada baskara berdegup cepat. Napasnya mulai tidak beraturan, tubuhnya mulai meremang dan ada keinginan lain yang dia rasakan.

“Mel...” panggilnya lagi, tapi Melati tetap menjawab. Asik mengeringkan rambutnya.

Baskara sedikit kesal karena merasa di abaikan dengan sekali hentakan, dia menarik tubuh melati sampai terjatuh di atas kasur, di samping tubuh Baskara

“Aku tahu wangi ini, wangi yang dulu sangat aku suka.” Ucap Baskara dengan nada berat, melati tidak menjawab dia hanya menatap Baskara dari samping.

Mereka beradu tatap, melihat wajah melati yang polos tanpa make up, dengan rambut yang masih basah dan kulit yang terkespos begitu saja membuat Baskara hilang akal. Tanpa aba-aba dia menerjang Melati begitu saja.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Diceraikan suami, Dipersunting Sultan   Bab 43

    Baskara sudah di apartemen Melati, kegiatannya sebulan ini adalah berkunjung ke kediaman kekasihnya. Melatih membuatkan kopi seperti biasanya, asap masih mengepul menandakan kopi masih begitu panas."Kopinya, bas," ucap Melati tangannya meletakkan kopi itu dimeja di hadapan Baskara.Baskara mengangguk dan tersenyum kecil. "Makasih ya" sahutnyaMelati baru ingat dia ingin menunjukan hasil pemotretan yang dia lakukan di suatu taman, tema outdoor yang menjadi tempat favoritnya."Baskara, liat deh bagus banget ya pemandangannya," seru Melati antusias. Dia menggulir satu persatu hasil foto dan menunjukannya kepada Basakra.Baskara memperhatikan foto-foto yang ada, tapi dia merasa tidak begitu tertarik, hanya akan mengangguk dan menjawab iya jika Melati bertanya. Merasa respon Baskara tidak ada yang menarik, Melati langsung menatap kekasihnya yang sedang melihat layar tapi tatapannya kosong."Baskara... Kamu kenapa sih? Bisa gak sih bas, kalau kamu ke sini wajah kamu jangan kaya gitu terus!

  • Diceraikan suami, Dipersunting Sultan   Bab 42

    Anjani menunggu sahabatnya di suatu cafe. Sambil menunggu, dia memilih untuk menulis agar tidak merasa bosan. Lama sekali Anjani tidak bersua dengan sahabatnya karena selama menikah dengan Baskara, Anjani tidak bisa seleluasa itu walau hanya sekedar bertemu temannya. Anjani meminum kopi dingin sedikit demi sedikit cuaca yang panas dan terik membuat dirinya cepat haus, tidak lama. Seorang wanita cantik berkerudung pashmina datang bersama seorang pria. "Anjani..." teriak wanita itu saat melihat posisi Anjani yang sedang asik menulis. Anjani langsung melihat siapa yang datang, dia buru-buru bangkit dan menyambut sahabatnya. "Aaah... Kaget banget, seneng deh akhirnya kita bisa ketemu," ucapnya dengan wajah sumringah. Anjani bercipika-cipiki mereka berpelukan untuk sesaat, "Aku juga seneng bisa ketemu kamu... semoga nanti kita ketemu sama yang lain juga ya," jawab Anjani tidak kalah sumringah. "Duduk dulu, Sya," Anjani mempersilakan sahabatnya untuk duduk. Syahira dan seorang pria y

  • Diceraikan suami, Dipersunting Sultan   Bab 41

    Anjani mengusap ujung matanya, dia tersenyum dengan tulus saat Baskara sudah mengucapkan talak. Dengan hati yang mencoba tenang, Anjani menerima dirinya yang ditalak begitu saja.Bu Lili puas dengan keputusan yang diambil oleh Anaknya. Angannya sudah melambung tinggi membayangkan Melati yang menjadi menantunya, pasti bahagia sekali dan hangat rumahnya saat Melati sudah menjadi bagian dari keluarganya."Baik mas kalau itu keputusan kamu... Aku pamit," sahut Anjani tanpa menunjukan kerapuhannya di depan Baskara.Cukup sampai tadi dia mencoba bertahan dan berharap kepada suaminya, tapi ternyata keinginan untuk terus bisa mempertahankan rumah tangganya sudah hancur tidak bisa diperbaiki.Anjani ke kamar mengambil beberapa barang miliknya yang menurut dia berharga, segala hal dia masukan termasuk buku nikah yang kebetulan ada di laci. Anjani menguatkan dirinya sendiri, dia keluar menggeret koper dengan hati yang gamang.“An-Anjani tunggu... Kamu mau kemana?" ucap Baskara yang langsung mena

  • Diceraikan suami, Dipersunting Sultan   Bab 40

    Suara pintu yang dibuka kasar begitu nyaring di ruangan, semua mata langsung tertuju pada Malik yang sudah ada di ambang pintu. "Siapa yang ibu bilang mandul?" tanyanya dengan nada yang begitu emosi. Bu Lili langsung ciut saat melihat kakak dari menantunya ada di rumahnya. Baskara pun demikian, dia mendadak gusar dan tidak siap berhadapan kembali dengan kakak iparnya. "Ibu jangan asal ngomong ya, emangnya ibunya udah pastiin kalau omongan ibu itu bener!" sentak Malik lagi Bu Lili beringsut sedikit kebelakang punggung Baskara mencoba mencari perlindungan agar dirinya tidak dicerca oleh Malik. "Mas... Aku pikir dengan kamu ngusir aku kemarin ada sedikit rasa bersalah dan menyesal dihati kamu... Tapi ternyata kamu malah menggunakan waktu kamu sama perempuan itu! Jadi apa yang harus aku usahakan untuk bisa mempertahankan rumah tangga kita menjadi baik kembali?" tanya Anjani, matanya menatap lekat Baskara dengan rasa kecewa yang semakin membuncah. Baskara menelan ludahnya dengan susah

  • Diceraikan suami, Dipersunting Sultan   Bab 39

    Sisil dan Malik masuk ke rumah dan langsung mencari Anjani. Di kamar, Anjani yang sedang asik sendiri terperanjat karena pintu kamarnya yang kebetulan lupa tidak dia kunci dibuka dengan kasar oleh kakaknya. "Astaghfirullah... Bang, pelan-pelan buka pintunya! Bikin kaget aja," tegur Anjani sambil mengusap dada. Malik berjalan dan langsung memeluk adiknya, tidak mengerti kenapa abangnya langsung memeluk dia dengan posesif seperti itu. "Abang kenapa sih? Jangan kenceng-kenceng peluknya sesek ini ih," Keluh Anjani sambil memukul kecil punggung Malik. Sisil yang ikut kesal langsung menjewer kecil suaminya, "Kamu panik boleh, tapi liat adek kamu itu susah nafas," bisiknya dengan tegas. Malik langsung melepaskan, tangannya mengusap-ngusap kepala adiknya. "Dek, kenapa kamu gak ngomong sama abang," ucap Malik. Anjani mengangkat satu alisnya, kemudian dia menatap Sisil meminta penjelasan. "Kamu sama Baskara lagi gak baik-baik aja kan dek?" Sisil mulai menatap serius. Dia sudah siap meng

  • Diceraikan suami, Dipersunting Sultan   Bab 38

    Sudah dua hari Anjani menginap di rumah orang tuanya, sekalipun Baskara tidak terlihat datang. Dia hanya mengirim pesan kepada Anjani untuk pulang ke rumah Bu Lili. Anjani tidak menggubris. Bukankah seharusnya Baskara yang menjemputnya jika memang dia ingin kembali membicarakan ini semua? Kenapa juga harus Anjani yang selalu mengalah dan menurut? Bu Aulia mulai curiga karena tidak biasanya Anjani diam dan lebih asik menulis, tapi kecurigaannya dia pendam. Bu Aulia mengerti bagaimana melelahkannya menjadi seorang IRT yang hanya bergelut dengan pekerjaan rumah satu persatu. Di kamarnya, Anjani bernyanyi sambil mencurahkan segala ide, melanjutkan jalan cerita yang selalu dinanti oleh pembaca setianya. Naskah yang diminta pun sudah dia kirimkan, waktunya semakin longgar dan ia manfaatkan untuk menulis saja. Ponsel Anjani menyala dan bergetar, sengaja dia bisu kan agar fokusnya tidak terdistraksi, melihat kakak laki-lakinya yang menelpon, secepat kilat dia langsung menjawabnya. "Halo

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status