LOGINAcara pesta ulang tahun Melati sekaligus acara reuni SMA sudah di mulai, MC mulai memandu acara. Melati sebagai tuan rumah berdiri di depan dengan anggun, semua orang merayakan ulang tahun melati dengan suka cita.
Melati memberikan sambutan dan ucapan terima kasih untuk seluruh undangan yang sudah hadir, dilanjut acara tiup lilin dan juga potong kue. “Potongan kue pertama. Mau di kasih kesiapa kira-kira ya mba Melati?” Tanya MC sambil tersenyum menggoda Melati memegang piring kecil berisi kue tart yang sudah dia potong tadi, dia tersenyum ke arah MC. Dengan langkah yang anggun Melati berjalan menuju kerumunan. “Wah, sepertinya kue pertamanya bakalan dikasih kepada seseorang yang spesial.” Ucap MC lagi, dia berbicara dengan nada yang mampu membangun rasa penasaran orang-orang Mata para tamu mengikuti arah langkah Melati, teman-temannya mendadak tegang dan menahan panas, pesaran siapa yang akan di hampiri oleh wanita cantik itu. “Hay, bas,” Ucapnya pelan “Ini kuenya buat kamu” Baskara yang ikut penasaran tersentak kaget, “bu-buat aku?” tanya Baskara “Iya,” Jawab Melati sambil tersenyum manis. Senyuman yang sama seperti saat SMA dulu. Melati memotong kue, dia menyodorkan kearah mulut Baskara. “Oh ternyataa... Siapa mas yang beruntung itu? Sepertinya bukan orang biasa ya mba Melati.” Seru sang MC di atas panggung dengan sedikit heboh. Wajah Baskara mendadak merah bahkan sampai ketelinga. Baskara bisa merasakan tatapan para tamu yang sama kaget dengan dirinya. Melati masih menyodorkan kue, Baskara ingin menolak tapi saat matanya bertemu pandang dengan mata Melati mulutnya malah reflek terbuka, menerima suapan yang diberikan oleh wanita yang dulu menempati hatinya. “Thank, ya mel.” Ucap Baskara pelan, Melati mengangguk. “Sama-sama bas,” Melati tersenyum tipis, “Dulu kita sering ya, potong kue sama makan kue bareng... sekarang aku kaya ngulang kenangan itu.” Lanjut Melati Baskara menunduk, dia bingung harus menjawab apa. Melati masih memandang Baskara, tatapannya semakin lembut dan dalam. “Makasih ya bas udah dateng ke acara ulang tahun aku. Ya, walaupun aku tahu sih kamu ke sini bukan buat aku tapi buat ketemu temen-temen lama kita,” Melati menggantungkan ucapannya sesaat, menunggu respon dari Baskara “Tapi jujur, aku ngerasa ulang tahun ku kali ini kembali indah. Karena ada kamu di sini!” Melati melanjutkan ucapannya karena tidak ada ucapan yang keluar dari Baskara Setelah mengatakan itu, Melati kembali ketempatnya. Berjalan dengan wajah yang berbinar, senyumnya tidak pudar dia tunjukkan kepada para tamu. Baskara masih diam, dadanya mendadak sesak, pikirannya melayang pada ingatan yang sudah lama dia tinggalkan. Tapi saat ini semua kenangan itu muncul dalam beberapa menit saja. MC yang melihat Melati sudah kembali ketempatnya langsung melanjutkan ke acara berikutnya. Suasana ruangan yang awalnya tegang dan kikuk menjadi riuh kembali. Tidak lama salah satu teman Baskara yang bernama Farid datang membawa dua gelas kecil minuman. Ida langsung menyodorkannya kepada Baskara. “Satu gelas aja, bro,” Ucapnya sambil menyeringai “Gak akan bikin lu oleng, bas” “Gue udah enggak, rid... udah lama gue gak minum” Tolak Baskara secara halus "Segelas aja! Kapan lagi lu bisa nikmatin pesta kaya gini. Besok udah back to realita, jadi nikmati dan santai.” Jawab Farid menepuk bahu Baskara Baskara ragu, tapi Farid terus menyodorkan dan memaksa. Akhirnya Baskara menerima gelas itu dan menegaknya dengan cepat. Suasana semakin ramai terutama saat seorang DJ mulai menyalakan musiknya, suasana ruangan mendadak temaran semua menikmati sambil tertawa, minum dan berjoged. Baskara ambruk di kursi, dia tidak sadar terlalu banyak minum. Matanya terasa berat sulit untuk dibuka pun dengan napasnya yang sudah tidak teratur. Melati yang melihat Baskara langsung menghampiri dengan rasa cemas, “Bas...” Ucapnya Dia mencoba membangunkan Baskara dengan menggoyang-goyangkan tubuhnya, “Baskara, bangun hey... Bas!” Melati melirik seorang pria yang ada di dekat pintu, dia melambaikan tangan meminta pria itu untuk menghampiri. “Bantu gue bawa dia, Sekarang!” Ucap Melati dengan tegas Tanpa banyak bicara pria itu mengangguk dan langsung memapah Baskara keluar ruangan. Di ikuti melati di belakang, tidak ada yang tahu kepergian keduanya. Melati menyelinap keluar dan menyerahkan acara kepada salah satu teman yang masih ada di ruangan. Melati mendorong pintu sebuah apartemen. Di belakangnya, seorang pria yang tadi dia perintahkan membawa Baskara, masih memapah tubuh lelaki itu yang kini nyaris tak sadar Mereka berhenti di depan salah satu kamar. “langsung taruh di kasur aja,” perintah Melati tanpa ragu Pria itu mengangguk dan segera membaringkan Baskara di atas ranjang. Tubuh Baskara terkulai lemah, hanya sesekali menggerakkan jari, tapi, masih belum sepenuhnya sadar dari pengaruh alkohol. “Terima kasih ya, kamu boleh ke luar sekarang.” Ucap Melati, matanya menatap Baskara. Melati melangkah ke dapur kecil, menuang segelas air, lalu kembali ke kamar. Dia duduk perlahan di sisi ranjang, menatap wajah Baskara yang terlelap, masih tampan, masih sama seperti dulu. “Gak ada yang berubah ya dari wajah kamu... Kamu masih tetap sama, Bas.” Bisiknya pelan, jari Melati meraba lekuk wajah Baskara sambil tersenyum simpul. Ia mengguncang pelan bahunya. “Bas... bangun. Minum dulu.” Mata Baskara sedikit terbuka, dia mengerjap pelan. Menatap samar wajah seseorang di depannya. “Melati...?” gumamnya, dengan senyuman lemah. “Iya, Bas. Aku di sini. Ayo minum dulu.” Jawab Melati dengan suara selembut mungkin, mencoba tetap tenang meski jantungnya berdegup aneh. Dia menyodorkan air ke mulut Baskara. Dengan sedikit usaha, Baskara meneguknya seteguk demi seteguk, walau masih tampak limbung. Tiba-tiba... “Mel... kamu cantik sekali.. Masih sama kayak aku kenal dulu...” racau Baskara, matanya separuh tertutup. Melati tersenyum bahagia, pipinya bersemu merah saat mendengar itu, “Tapi Anjani juga cantik...” Seketika itu juga, senyum Melati pudar. Tangannya mengepal, hatinya seperti terbakar, ada perasaan tidak terima saat Baskara menyebut satu nama, tidak lain adalah istrinya. Melati menarik napas dalam sebelum bangkit dari ranjang. Dia meletakkan gelas yang masih berisi air, kemudian dia berjalan menjauh ke suatu ruangan. Dari atas ranjang, Baskara yang setengah sadar melirik dengan kepala berat. “Mel… mau ke mana?” tanyanya dengan nada berat, antara sadar dan tidak. “Tunggu aja dulu di situ, Bas.” Jawab Melati tanpa menoleh Melati masuk ke kamar mandi, memilih untuk membersihkan tubuhnya sekaligus menetralkan perasaanya. Selesai membersihkan diri, Melati berdiri di depan cermin, rambutnya masih basah. Melati keluar dengan menggunakan pakaian bersih yang tadi dia bawa, tercium aroma yang lembut dan langsung menyebar di dalam apartemen. Baskara, yang masih terbaring namun kini sudah bisa sedikit duduk, mencium bau itu. Wangi yang sedikit familiar di indra penciumannya. Baskara mencoba membuka matanya namun penglihatannya masih sedikit buram. Kepalanya masih merasakan pusing. Melati berjalan pelan ke arah meja kecil di dekat tempat tidur, tempat di mana ia biasa menyimpan hair dryer. Tangannya membuka laci perlahan. Baskara melirik pelan, dia melihat Melati dengan rambut yang masih basah, kulitnya sedikit terekspos, leher jenjangnya terlihat lembut dan mulus. “Mel…” panggilnya. Melati tidak menjawab dia mengambil barang yang diperlukan, kemudian duduk di kursi kecil, menyalakan hair dryer. Tangannya mulai bergerak mengeringkan rambut Basahnya, harus dari sampo melati semakin semerbak. Baskara menelan salivanya, semakin terasa harum itu semakin membuat dada baskara berdegup cepat. Napasnya mulai tidak beraturan, tubuhnya mulai meremang dan ada keinginan lain yang dia rasakan. “Mel...” panggilnya lagi, tapi Melati tetap menjawab. Asik mengeringkan rambutnya. Baskara sedikit kesal karena merasa di abaikan dengan sekali hentakan, dia menarik tubuh melati sampai terjatuh di atas kasur, di samping tubuh Baskara “Aku tahu wangi ini, wangi yang dulu sangat aku suka.” Ucap Baskara dengan nada berat, melati tidak menjawab dia hanya menatap Baskara dari samping. Mereka beradu tatap, melihat wajah melati yang polos tanpa make up, dengan rambut yang masih basah dan kulit yang terkespos begitu saja membuat Baskara hilang akal. Tanpa aba-aba dia menerjang Melati begitu saja.Pernikahan Anjani digelar di ballroom hotel termewah di kota itu. Ia tidak pernah menyangka orang tua Andreas akan mengadakan pesta sebesar ini. Di lubuk hatinya, Anjani merasa tersanjung—ia merasa dihargai, seolah perjuangannya tidak sia-sia. Penampilannya malam itu benar-benar memukau. Riasan dari make-up artist ternama membuat wajahnya bercahaya, sementara gaun rancangan desainer terkenal menjadikannya pusat perhatian. Sementara itu, Andreas sudah tiba di venue. Ia duduk di depan penghulu dan Pak Sanjaya dengan jantung berdebar kencang. Tak pernah terbayang sebelumnya, ia akan sampai di titik ini—menikahi wanita yang ia cintai. “Siap?” tanya penghulu. Andreas mengangguk mantap. Pak Sanjaya mengucapkan ijab, dan dengan suara tegas Andreas menjawab kabul. “Sah!” seru para saksi hampir bersamaan, memecah keheningan. Andreas mengembuskan napas lega. Ia menatap Anjani yang berjalan perlahan ditemani ketiga sahabatnya. Mata mereka bertemu—sama-sama berkaca-kaca. Akhirnya, mereka b
Persiapan pernikahan Anjani dan Andreas sudah direncanakan dengan sangat matang. Acara keduanya akan digelar di ballroom hotel ternama di kota. Anjani sempat merasa tidak pantas untuk dirayakan secara megah, namun akhirnya ia mengalah... bagaimanapun juga, ini adalah pernikahan pertama bagi calon suaminya.Kegiatan Anjani masih sama seperti sebelumnya. Ia tetap menulis dan mempromosikan bukunya. Namanya sebagai penulis kian dikenal, terlebih setelah peluncuran novel barunya yang langsung meledak di pasaran. Anjani menjadi idola baru di kalangan pecinta sastra.“Jangan terlalu diporsir, ya. Kesehatan kamu lebih penting,” ucap Andreas lembut ketika menjemput Anjani seusai acara peluncuran buku.“Iya, Mas,” jawab Anjani seperti biasa, tersenyum kecil.Dalam perjalanan pulang, Andreas tiba-tiba membelokkan mobilnya ke arah sebuah restoran. Ia berpikir, tidak ada salahnya mampir sejenak untuk makan bersama.“Loh... kok ke sini dulu, Mas? Kamu lapar?” tanya Anjani polos.“Iyalah, lapa
Baskara menunggu Melati di apartemennya. Sudah beberapa hari ini kekasihnya itu pulang larut malam. Setiap kali ditanya, jawabannya selalu sama ... sibuk.Sejak berada di bawah naungan Gilang, nama Melati memang kembali melejit. Kandungannya pun kini sudah mulai membesar, meski entah bagaimana, ia masih bisa menutupinya dari publik.Yang membuat Baskara heran, Melati yang dulu selalu merengek minta dinikahi, kini seolah melupakan keinginannya sendiri. Ada sedikit rasa lega di hati Baskara karena tekanan itu berkurang, tapi bersamaan dengan itu muncul juga tanda tanya besar.Ia mencoba menghubungi Melati, tapi tak satu pun pesannya dibalas. Telepon juga tak diangkat. Bahkan ketika ia mencoba menghubungi asisten Melati, hasilnya tetap sama.Baskara sebenarnya senang melihat karier Melati kembali bersinar, tapi di sisi lain, ia merasa diabaikan.“Kemana sih Melati akhir-akhir ini? Nggak ada kabar sama sekali,” gerutunya kesal.Ia merebahkan diri di sofa, menggulir layar ponselnya t
Setelah Anjani menerima pinangan Andreas, seluruh keluarga mulai menentukan tanggal pernikahan keduanya. Baik keluarga Andreas maupun keluarga Anjani tidak ingin menunda-nunda niat baik itu. Mereka ingin segalanya berlangsung dengan lancar dan penuh berkah.Sebelum Anjani kembali ke rumahnya, Bu Sekar meminta waktu untuk berbincang berdua. Ia ingin mengenal calon menantunya itu lebih jauh lagi.“Nak, terima kasih ya sudah menerima lamaran Andreas. Mamih bahagia sekali,” ucap Bu Sekar penuh haru.“Iya, Bu…”“Mamih. Panggil Mamih saja,” potongnya lembut.“O-oh… Iya, Mih. Terima kasih juga karena Mamih sudah mengizinkan Mas Andreas memilih saya sebagai istrinya. Padahal Mamih sendiri tahu bagaimana status saya,” jawab Anjani dengan nada pelan.Tangan Bu Sekar menggenggam tangan Anjani erat. “Nak, Mamih tidak pernah melihat seseorang dari status apa pun. Yang terpenting bagi Mamih adalah kebahagiaan anak Mamih.”Ia menarik napas panjang sebelum melanjutkan, “Kamu tahu, Nak, untuk b
Setelah berdiskusi bersama keluarganya dan memberi tahu bahwa keluarga Andreas akan datang di hari sabtu baik keluarga Anjani maupun Andreas mendadak sibuk. Bu Sekar begitu semangat menyiapkan hantaran yang akan dibawa nanti. Perasaannya cukup lega karena akhirnya Andreas benar bisa melupakan kejadian kelam masa lalunya tapi... tetap saja ada rasa khawatir yang dirasa oleh bu sekar. ia takut jika nanti kejadian dulu terulang untuk kedua kalinya.Andreas yang mengalami kecelakaan kecil sampai kakinya terkilir mencoba menyembunyikan kondisinya ia tidak ingin menghancurkan rencana baiknya hanya karena insiden seperti ini. Bukan tanpa alasan Andreas menyembunyikan kondisi dirinya tapi karena dia tahu bahwa Anjani adalah tipe orang yang tidak enakkan mendengar dia sakit pasti Anjani akan meminta menunda acaranya."Gimana kaki elu apa udah baikan?" tanya Yudistira yang duduk di depan meja kerja di rumah orang tua Andreas"ya udah mendingan... syukurlah nggak terlalu parah,""Parah sih sebe
Andreas dan Anjani akhirnya sampai di puncak ditempat biasa. keduanya langsung menikmati pemandangan yang sangat sejuk. Kedatangan Melati yang tiba-tiba membuat suasana hati Anjani memburuk. meski sudah ikhlas dan mencoba melupakan ia tetap saja masih merasa nyeri meski tidak sehebat dulu. "Tidak usah dipikirkan ucapan wanita tadi. Biar orang lain menilai kita seperti apa karena yang tahu kebenarannya hanya kita," Ucapan Andreas terdengar menasihati sepertinya ia paham apa yang membuat Anjani tiba-tiba banyak diam "Aku cuma nggak habis pikir aja mas... apa yang dia mau sebenarnya? apa belum cukup dengan dia memiliki mas Baskara sekarang? kenapa bisa dia terus membual dan mengatakan sesuatu yang tidak benar?" sahut Anjani "Dia hanya tidak suka melihat kamu bahagia tapi kamu kamu sangat berhak mendapatkan kebahagiaan itu," "Anjani... Apa saya boleh bertanya suatu hal?" tanya Andreas Anjani melirik ke arah Andreas dan tersenyum "Boleh mas, apa?" "Saya sudah memberi tahu kelu







