Share

DUA

Author: Megan Allea
last update Last Updated: 2023-08-21 12:06:05

"Kang Malik digerebek warga di masjid, Mah!"

Abdul berteriak kencang dari luar rumah sambil meraup udara dengan rakus karena berlari terbirit-birit dari masjid sampai rumah. 

"Ada apa ini teh, Abdul? Kamu jangan ngawur kalau ngomong! Malu atuh didenger tetangga," tegur Bu Santi yang baru saja keluar menghampiri sang putra, ia melirik sekilas tetangga kepo yang juga ikut keluar di sebelah rumah.

Bocah berusia tujuh tahun itu merenggut karena merasa disalahkan. Lalu tangan mungilnya diseret dan diminta duduk di ruang tamu untuk menceritakan keadaan kakak iparnya.

"Jadi gimana, Jang?" tanya Bu Santi tak sabar, sebelumnya ia berlalu ke dapur untuk mematikan kompor karena sedang memasak.

"Warga teh pada bilang kalau Kang Malik melecehkan teteh-teteh di WC masjid, Mah." Abdul berkata keras mengundang seseorang yang tengah rebahan di kamar tamu untuk menguping.

Dialah Rina, perempuan berusia 39 tahun yang tengah hamil besar. Seketika dadanya terasa sesak kala mendengar penuturan sang adik tentang suaminya. 

"Stttt! Jangan keras-keras atuh, nanti si teteh denger!" bisik Bu Santi yang membuat Rina mengurungkan langkah untuk memasuki ruang tamu. 

Saat Abdul berteriak di luar rumah, Rina sedang tidur siang hingga tak menangkap jelas apa yang dikatakan adiknya. Wanita yang tengah hamil itu terbangunkan suara keras Abdul yang menyebut-nyebut suaminya.

"Mendingan Mamah hayu kesana, soalna Kang Malik lagi digebukin sama warga. Kasian atuh, Abdul takut Kang Malik meninggal." Panik Abdul dengan napas yang masik tak beraturan terus meracau dengan suara lumayan keras. 

Sementara Rina yang punya riwayat asma langsung gelagapan mencari udara sebanyak-banyaknya. Jantungnya yang lemah menciptakan degupan dahsyat hingga wanita itu tak kuasa berdiri. Rina lunglai dan tangannya yang mencoba berpegangan malah menjatuhkan gelas kaca yang ada di nakas dekat pintu.

"Astaghfirullahalazim!" Bu Santi berteriak kaget dan segera menuju kamar sang putri. 

Ia begitu khawatir mengingat anaknya hamil di usia yang tak lagi muda dengan riwayat penyakit parah menggerogoti tubuhnya. 

"Teteh! Mamah si Teteh pingsan!" teriak Abdul yang lebih dulu sampai di kamar kakaknya.

"Allahu Rabbi! Abdul cepetan telepon Bapak!" perintah Bu Santi. 

Sayangnya saat ini bapaknya Rina sedang berada di kampung sebelah karena acara hajatan adik bungsunya. Bisa jadi lelaki berusia setengah abad itu baru selesai shalat jum'at dan belum memegang ponsel.

***

3 jam sebelum kejadian ....

"Bapak kenapa kusut gitu mukanya?" tanya Elrima sambil menyuguhkan kopi hitam kesukaan bapaknya. 

Gadis itu tampak heran melihat sang bapak tampak kesal setelah pulang dari warung. 

"Bapak teh kesel sama Bi Siti. Dia ngusulin yang enggak-enggak hanya karena kamu belum juga menikah," curhat Pak Hamid sambil menghela napas berat. 

Matanya menerawang bunga sepatu kesukaan almarhumah istrinya dulu. Andai wanita yang sangat dicintainya itu masih ada, mungkin bisa menjadi pelipur lara. Sayangnya beliau lebih dulu dipanggil Yang Maha Kuasa saat melahirkan Elrima.

"Emangnya dia teh ngomong apa, sampe Bapak semarah ini?" tanya gadis itu hati-hati. 

Pasalnya Pak Hamid adalah lelaki yang tak mudah marah dan lebih banyak bersabar dengan apapun. Termasuk saat putrinya dicap perawan tua padahal baru berusia 28 tahun. Namun, hidup di kampung apapun bisa jadi omongan termasuk usia seseorang. 

Ditambah kesempurnaan Elrima dalam hal wajah dan postur tubuh, membuat sebagian mereka ketar-ketir takut suaminya tergoda. Meski nyatanya Elrima bukan perempuan murahan, tetapi tetap saja rasa waswas itu ada.

"Dia bilang kamu susah nikah karena terlalu judes sama bujangan sini. Padahal coba kalau digoda dan hamil dulu diluar nikah, pasti kamu cepet-cepet dikawinin tanpa harus persiapan acara lama," terang Pak Hamid lalu mengusap wajah kasar setelahnya.

"Dasar mulut lemes si Siti! Bisa-bisanya dia teh nyuruh aku buat jadi perempuan murahan kaya anaknya yang kegatelan. Rima gak bisa tinggal diam, Pak. Sekarang Neng labrak tuh si mulut lemes!" kesal Elrima sambil mencak-mencak hendak pergi ke warung yang tak terlalu jauh dari rumahnya itu.

"Tahan, Neng! Ini yang bapak gak suka dari kamu yang hobinya grasak-grusuk. Gak semua masalah harus diselesaikan dengan emosi. Hayu duduk dulu!" pinta Pak Hamid yang menarik tangan putrinya untuk duduk di kursi rotan teras rumah. 

Elrima memang memiliki sikap keras dan tegas yang menurun dari Ibunya, sedangkan fisiknya mirip bapaknya. Berbanding terbalik dengan Pak Hamid yang lebih penyabar dan lembut.

"Aing sumpahin semoga anak si Siti digerebek warga pas lagi zina!" racau Elrima yang kelewat emosi sampai berkata yang tidak-tidak. 

"Hust! Jangan ngomong sembarangan, Neng. Hati-hati kalau bicara jangan seenaknya. Ingat, do'a untuk orang lain ikut diaminkan malaikat, sekarang istighfar. Minta ampun sama Allah karena udah ngomong gak bener," nasihat Pak Hamid sambil terus memegangi tangan putrinya, takut sewaktu-waktu nekad pergi melabrak orang.

"Si Siti yang harus banyak-banyak istighfar. Udah sering ngomong gak bener sama orang dia, arrrggghhh!" Elrima yang tak kuat lagi menahan kekesalan menumpahkan amarah dengan berteriak kencang. 

"Nyesel bapak udah curhat ke kamu. Sekarang cepetan siap-siap ikut bapak dengerin ceramah di Masjid Agung deket alun-alun Cianjur. Kalau bisa bapak mau minta kamu dirukiyah, Neng. Soalnya adat kamu itu udah gak normal," ajak Pak Hamid yang mendapat kabar jika di daerah Cianjur akan diadakan tablig akbar sebelum menyambut kemerdekaan nanti.

Meski jarak desanya menuju pusat kota sekitar satu jam. Namun, ia begitu bersemangat karena ingin membuat Elrima berubah menjadi lebih kalem.

Dengan senang hati gadis itu mau ikut, bukan karena ingin mendengarkan ceramah, melainkan tertarik jalan-jalan di sekitar alun-alun. Memburu waktu yang tak banyak, Pak Hamid dan Elrima pergi menggunakan motor vespa yang dinamai Gojes itu. 

Mereka tiba di tempat tujuan tepat kala waktu shalat jum'at tiba.

Pak Hamid langsung menuju masjid, sementara Elrima lebih memilih mencari bakso di seputaran tempat itu. Dia yang tak biasa mengenakan hijab dan baju gombrang merasakan gerah yang luar biasa, tetapi malu untuk membuka pashmina di tempat umum, ditambah kancing kemeja yang dikacingkan full sampai atas, membuat lehernya tidak nyaman. 

Puas makan bakso Elrima bersiap menuju masjid untuk ngadem dan berniat melepas hijabnya di sana. Sementara di tempat lain, Malik yang mendadak sembelit saat tengah melaksanakan shalat jum'at akhirnya undur mencari toilet karena sudah tak kuat. Namun, sialnya closet di WC pria ada yang mampet dan ada juga yang belum disiram, ditambah bau tujuh rupa yang membuat perut Malik bergejolak.

Mengingat jum'at biasanya jarang ada perempuan di masjid, akhirnya Malik memutuskan pergi ke toilet wanita yang nampak sepi. Ia mengucap syukur dalam hati, tanpa sadar kejadian apa yang akan menimpanya setelah ini.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Digerebek di Toilet Masjid   Empat Puluh Tiga

    Posisi Sadam sudah terjepit, lelaki itu menghentikan laju mobil. Begitupun dengan mobil di depannya yang berhenti dengan jarak satu meter.Tak lama beberapa pria bertopeng perak dengan pakaian serba hitam keluar dari kuda besi yang tadi melukai kendaraan milik Sadam.Sadam yang pernah dilatih di akademi pengawal profesional, tentu punya strategi jitu dalam menghadapi situasi terjepit semacam itu. Tanpa rasa gentar, lelaki itu menyeringai dan sedikit terkikik menertawai kebodohan lawan.Sekuat tenaga Sadam menginjak pedas gas, hingga mobilnya nyaris menabrak beberapa pasukan bertopeng sampai ada yang terjengkang."See you the next time!" teriak lelaki berkulit bersih itu, disusul gelak tawa yang berubah sayup di telinga lawannya, karena incarannya sudah pergi jauh.Tak ada kemarahan di wajah si pria bertopeng emas. Sikapnya dingin seperti es yang menggelincir di permukaan kulit, tetapi mampu memberikan aura beku di sekeliling.Sat

  • Digerebek di Toilet Masjid   EMPAT PULUH DUA

    "Nggak usah! Mending urus Ali aja sana!" bentak Malik tanpa sengaja meninggikan suara saking gugupnya. Ia merasa bersalah sendiri, di saat harusnya berduka, justru terpikirkan untuk tidur bersama istri keduanya. Itulah alasan kenapa Malik terus mengurung diri selama seminggu. Lelaki itu tak ingin tergoda dan semakin tersiksa perasaan bersalah pada Rina. Namun, mengingat Ali sangat membutuhkannya, Malik berusaha keluar dari kesendirian dan mencoba menjadi Ayah yang terbaik. Tak pernah terpikir pakaian Elrima akan sangat menggoda dan membuat tubuhnya menggila. "Oh, ya udah atuh, Kang. Dari kemarin juga saya yang urusin Ali. Gak usah bentak-bentak segala," kesal Elrima sambil berlalu menghentakan kaki menuju lantai bawah membawa botol susu. Persediaan susu Ali sudah habis di lantai dua, Elrima ingin mencuci botol yang lama, sekalian mengambil botol lain untuk diisi susu. Tak pernah ia sangka, Malik akan berbuat kasar hanya dengan ditawari sebuah

  • Digerebek di Toilet Masjid   EMPAT PULUH SATU

    "Tapi kamu yakin nggak, Dek. Kalau bunda kayak gitu Ayah kamu bakalan luluh. Jangan-jangan malah makin ngamuk lagi?" celoteh Elrima pada bayi polos yang tak tahu apa yang dikatakan bundanya itu.Melihat Bunda El memanyunkan bibir, Ali malah terus membuka mulut sembari tersenyum. Matanya menyipit persis Rina saat tertawa."Ah, kamu malah ngejekin bunda, Dek. Tega banget ih, awas ya!" Elrima menjawil pelan dagu bayi yang harum minyak telon itu. Sebelumnya sang bunda lebih dulu memandikan dan mendandani Baby Ali sebelum bertemu ayahnya.Namun, sayangnya Malik sepertinya belum siap bertemu malaikat kecil yang tak berdosa itu.Di lantai bawah, tepatnya di kamar ujung kanan rumah. Malik baru saja menyelesaikan shalat sunnah taubat. Saat Elrima menggedor pintu, lelaki itu tengah khusyuk bersujud memohon keikhlasan hatinya setelah kehilangan Rina.Ia mendengar omelan Elrima tentang Ali. Malik merasa menjadi Ayah yang buruk unt

  • Digerebek di Toilet Masjid   EMPAT PULUH

    "Kang ...," panggil Rina dengan suara lirih. Suaminya baru saja duduk di kursi besi dekat bed pasien. "Neng." Malik segera menggenggam erat jemari istrinya yang terasa dingin. "Neng udah gak kuat, Kang. Neng capek ... capek pisan, " cicit perempuan itu. Matanya berkali memejam lama dan terbuka sesaat, seolah kelopak yang tampak layu itu dihimpit beban besar. "Astaghfirullah, Neng! tolong jangan bicara yang aneh-aneh. Akang di sini akan selalu menunggu kamu sembuh. Anak kita menunggu di rumah, Sayang." Malik berkata lirih sembari mengecup bagian wajah istrinya berkali-kali.Lelaki itu berharap mengalirkan banyak kekuatan agar istrinya mau berjuang bersama-sama untuk sembuh. "Kang ... tolong ridhoi, Rina. Ikhlaskan agar jalan pulang neng gak sulit." Wanita itu kembali terpejam untuk memeras air mata. Napas yang kian sesak serasa akan menghilang sebentar lagi. Malik yang panik segera menepuk pelan pipi istrinya. Rina meringis menahan sesuatu yang sangat menyakitkan. "Neng, tahan se

  • Digerebek di Toilet Masjid   TIGA PULUH SEMBILAN

    "Teh Rina kenapa, Kang?" tanya Elrima. Perempuan itu tengah duduk di kursi tunggu."Keracunan kayaknya, Neng. Soalnya keluar busa dari mulutnya," sahut Malik lesu sambil duduk di samping istri mudanya."Ya Allah, Kang. Kok bisa sampe keracunan dalem rumah. Emangnya makan apa?" cerocos Elrima yang benar-benar syok, kakak madunya bisa sampai terkena racun."Akang juga gak tahu, Neng. Mungkin nanti ditanyain langsung setelah orangnya sadar." Ekspresi Malik semakin muram.Elrima tak tega melihat suaminya berwajah sendu seperti itu. Ingin ia merengkuh Malik dan menenangkan lelaki itu dalam pelukannya. Namun perempuan itu sadar posisi dirinya siapa."Semoga si Teteh gak kenapa-napa ya, Kang. Kasian Dedek Ali," lirih Elrima yang duduk berjarak dua jengkal di kursi tunggu."Semoga, Neng."Keheningan sesaat menguasai keduanya. Mereka terpekur dengan pikiran masing-masing.Saat tak ada obro

  • Digerebek di Toilet Masjid   TIGA PULUH DELAPAN

    Malik masih tidur siang. Baby Ali sedang di lantai atas diasuh Elrima. Hari minggu Rina menyuruh adik angkatnya itu keluar untuk jalan-jalan, tetapi wanita itu menolak dan memilih membantu menjaga Ali.Tentu Elrima tak mungkin berkeliaran di luar, saat berita yang menyudutkan dirinya masih belum punah dari ingatan netizen. Bisa-bisa ia kembali menjadi sasaran lelaki hidung belang.Membayangkannya saja, Elrima sudah bergidik ketakutan. Ia masih ingat bagaimana sakitnya ditusuk bertubi-tubi menggunakan senjata tajam.Rina yang merasa bosan, mengecek ponsel Malik. Tak ada yang mencurigakan di sana, sebab Elrima dan suaminya belum pernah bertukar pesan. Isi pesan whatsapp hanya seputar pekerjaan, sementara sosial media jarang dibuka si empunya.Rina iseng membuka instagram milik suaminya. Ada akun baru yang mem-f

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status