Share

TIGA

Penulis: Megan Allea
last update Terakhir Diperbarui: 2023-08-21 12:06:39

"Dengar, Pak! Saya sudah beristri dan kejadian hari ini hanya salah paham belaka. Jadi hentikan kegilaan kalian!" rutuk Malik karena sudah tak tahan lagi.

Pak Hamid membeku dengan tatapan nanar. Sementara yang lainnya mulai kasak-kusuk.

"Tapi kamu sudah melecehkan anak saya. Sudah dicap perawan tua, saya tak mau dia dipandang sebelah mata oleh laki-laki. Saya tidak peduli Elrima dijadikan yang kedua asal tetap dinikahi," panjang lebar Pak Hamid memberikan pendapatnya dengan berbagai pertimbangan tentunya. 

Ia tak ingin Elrima semakin menjadi bahan gunjingan selepas kejadian ini. Mungkin juga Bi Siti akan lebih keras mengoloknya dan disangka mengikuti usulan wanita itu agar sang putri menggoda laki-laki. 

Tak ada seorang Bapak yang rela anaknya berbagi kasih meski statusnya seorang madu. Namun, ia takut suatu saat Elrima kembali dilecehkan bahkan bisa jadi lebih parah. Pak Hamid banyak mendengar diluaran sana korban kebejatan laki-laki yang terungkap malah semakin direndahkan, sungguh ironi memang. 

"Biar saya jelaskan dulu yang sebenarnya," sanggah Malik dengan wajah tegas nan dingin yang terlihat misterius di mata Elrima. 

Lantas lelaki dengan rahang tegas itu menceritakan kejadian yang sebenarnya dari awal sampai akhir tanpa ada yang ditutup-tutupi. Mereka yang sudah menghakimi Malik tanpa tabayyun lebih dulu, wajahnya mendadak pucat dan saling sikut.

"Betul apa yang dikatakan lelaki itu, Neng?" tanya Pak Hamid dengan kecemasan mendera hatinya, memikirkan bagaimana nasib Elrima setelah berita ini santer.

"Kejadiannya cepet, Pak. Yang Neng inget waktu lagi ngaca, tiba-tiba ada laki-laki yang keluar dari WC terus nyeruduk," lirih gadis itu hampir berupa bisikan, tetapi tetap dapat didengar sebagian orang. 

Elrima juga sebenarnya bingung dan masih syok, hingga yang ia ceritakan berdasarkan apa yang dilihatnya saja.

"Jangan-jangan mereka sengaja janjian buat berbuat gak pantes di WC masjid. Saya tahu kamu sudah cukup umur untuk menikah, makanya sudah ingin menikmati hubungan suami istri," celetuk Pak Rusdi sambil menatap sinis Elrima. Sungguh api dendam di dadanya sulit sekali dipadamkan.

"Kurang ajar siah, Rusdi. Anak aing perempuan baik-baik, saya tahu sendiri pergaulan dia seperti apa," kesal Pak Hamid sambil menunjuk wajah mantan calon besannya yang seketika merah padam.

Bapaknya Elrima bisa tahan jika dia yang dihina atau direndahkan, tapi tidak dengan keluarganya. Ia bersedia menjadi tameng terdepan bagi anak gadis kesayangannya itu. Sebab, Pak Hamid sangat yakin, walaupun anaknya agak bebal, tapi tak suka bergaul sembarangan.

"Heh! Denger Hamid. Aing moal pernah ngahampura anak sia, samemeh si Reza bangkit tina kubur," rutuk Pak Rusdi sambil berlalu berdiri meninggalkan sekumpulan orang yang menatapnya dengan pandangan berbeda-beda. 

[Heh! Dengar Hamid. Saya gak akan pernah memaafkan anak kamu, sebelum si Reza bangkit dari kubur]

Pak Hamid mengurut dada seraya menggumamkan istighfar. Sampai suasana hening sejenak, lalu Pak lurah yang pro poligami tanpa ilmu itu bersiap memulai wejangannya. Kebetulan hari ini, lelaki dengan badan tambun yang memiliki tiga istri itu menjadi imam shalat jum'at, sekaligus pencitraan karena sebentar lagi pemilu akan diadakan. 

"Menurut saya tidak ada solusi lain untuk masalah ini selain si Neng mau dinikahi, entah itu oleh Jang Malik yang akan menjadikannya istri kedua, atau dengan saya yang tentunya lebih segala-galanya," jelas Pak Kardi yang sejak tadi terus memperhatikan wajah cantik Elrima.

Sementara yang ditatap sedari tadi memikirkan langkah apa yang harus ditempuhnya. Elrima sedikit berpikir licik untuk memanfaatkan Malik. 

Selama ini calon suami yang akan menghalalkannya selalu tumbang di tengah jalan. Entah apa yang menyebabkan mereka tiada, tapi rasanya tak mungkin hanya sekedar takdir jika korbannya bukan hanya satu dua orang melainkan belasan. 

Mungkin dengan menikah pura-pura ini, ia mampu memancing keluar seseorang yang selama ini bisa jadi mengawasinya dari dekat. Meskipun Elrima tahu jika pernikahan adalah sesuatu yang sakral dan tak bisa dipermainkan, tetapi gadis itu merasa lelah dengan teror yang menghantuinya selama ini. 

Walaupun mereka tak pernah mengganggu Elrima secara langsung, tetap saja ia merasakan banyak kehilangan yang seolah tak ada habisnya. Lagipula Malik sudah memiliki istri, jadi gadis itu pikir tak akan terlalu sakit hati jika suatu saat dicampakkan Elrima.

"Pak Hamid kumaha?" tanya Pak lurah yang baru mengetahui nama lelaki paruh baya itu beberapa saat yang lalu.

"Saya serahkan keputusan sama si Neng. Karena dia sendiri yang akan menjalani rumah tangga itu," ucap Pak Hamid selepas menghela napas berat.

"Bismillah, saya bersedia menikah dengan Kang Malik, Pak." Mantap Elrima mengucap, ia jadi teringat sebuah film berjudul Bismillah kunikahi suamimu. 

Ah, secara kebetulan gadis itu berada dalam garis hidup yang sama. Biarlah jadi istri kedua pikiran Elrima, daripada seumur hidup harus penasaran dengan mereka yang mencoba melenyapkan calon suaminya.

Sementara Malik terperangah mendengar jawaban Elrima, ia mengusap kasar wajahnya yang lebam mengingat istrinya yang tengah hamil besar dalam keadaan lemah. Entah bagaimana reaksi Rina nanti, jika tahu suaminya menikah lagi.

Jauh di tempat lain dalam waktu bersamaan, Rina tengah berjuang antara hidup dan mati melahirkan buah hati tercinta. Wanita itu mengalami preeklamsia dan kini sedang tak sadarkan diri dalam meja operasi.

Sampai tak lama, suara tangisan bayi yang sangat kencang menggema di ruangan bersalin. Sayangnya tangisan itu tak mampu didengar Ibunya yang masih tak sadarkan diri. Seorang perawat keluar dari ruangan menghampiri Bu Santi yang duduk sambil mengucap syukur bersama Abdul.

"Alhamdulillah dedeknya sehat dan berat badannya bagus walaupun lahir prematur. Mohon segera kabarkan kepada suami Bu Rina untuk mengadzhani dedeknya. Saya tunggu di dalam ruangan," ucap perawat yang langsung berlalu kembali menuju tempat yang dimaksudnya.

"Abdul gimana Bapakmu sama Kang Malik?" tanya Bu Santi kepada putranya yang sejak tadi menghubungi dua laki-laki penting yang seharusnya ada di sana. 

"Bapak teh katanya segera nyusul, tapi Kang Malik gak tahu gimana soalnya gak diangkat-angkat telponnya, Mah." Abdul menjelaskan dengan wajah nelangsa memikirkan nasib kakaknya.

"Ya sudah gak papa, kita gak bisa berharap sama manusia yang suatu saat bisa bikin kecewa. Cukup Allah yang kita andalkan sekarang. Ayo kamu saja yang masuk ke ruangan dokter dan adzhani keponakanmu," perintah Bu Santi yang langsung diangguki oleh anak lelakinya. 

Sepeninggal Abdul, wanita paruh baya itu diam-diam menumpahkan tangisnya dalam kebisuan. Meratapi nasib sang putri yang sungguh malang.

Adzhan dan iqamah terdengar merdu dari mulut Abdul, bocah itu memang memiliki suara yang indah dan juga terbiasa melakukan panggilan shalat di masjid. 

"Laa ilaha illallah," bacaan iqamah terakhir bersama monitor pendeteksi alat vital yang langsung bersuara kencang juga, alarm yang berubah menjadi warna merah.

"Pasien kritis, Dok!" seru salah satu perawat.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Digerebek di Toilet Masjid   Empat Puluh Tiga

    Posisi Sadam sudah terjepit, lelaki itu menghentikan laju mobil. Begitupun dengan mobil di depannya yang berhenti dengan jarak satu meter.Tak lama beberapa pria bertopeng perak dengan pakaian serba hitam keluar dari kuda besi yang tadi melukai kendaraan milik Sadam.Sadam yang pernah dilatih di akademi pengawal profesional, tentu punya strategi jitu dalam menghadapi situasi terjepit semacam itu. Tanpa rasa gentar, lelaki itu menyeringai dan sedikit terkikik menertawai kebodohan lawan.Sekuat tenaga Sadam menginjak pedas gas, hingga mobilnya nyaris menabrak beberapa pasukan bertopeng sampai ada yang terjengkang."See you the next time!" teriak lelaki berkulit bersih itu, disusul gelak tawa yang berubah sayup di telinga lawannya, karena incarannya sudah pergi jauh.Tak ada kemarahan di wajah si pria bertopeng emas. Sikapnya dingin seperti es yang menggelincir di permukaan kulit, tetapi mampu memberikan aura beku di sekeliling.Sat

  • Digerebek di Toilet Masjid   EMPAT PULUH DUA

    "Nggak usah! Mending urus Ali aja sana!" bentak Malik tanpa sengaja meninggikan suara saking gugupnya. Ia merasa bersalah sendiri, di saat harusnya berduka, justru terpikirkan untuk tidur bersama istri keduanya. Itulah alasan kenapa Malik terus mengurung diri selama seminggu. Lelaki itu tak ingin tergoda dan semakin tersiksa perasaan bersalah pada Rina. Namun, mengingat Ali sangat membutuhkannya, Malik berusaha keluar dari kesendirian dan mencoba menjadi Ayah yang terbaik. Tak pernah terpikir pakaian Elrima akan sangat menggoda dan membuat tubuhnya menggila. "Oh, ya udah atuh, Kang. Dari kemarin juga saya yang urusin Ali. Gak usah bentak-bentak segala," kesal Elrima sambil berlalu menghentakan kaki menuju lantai bawah membawa botol susu. Persediaan susu Ali sudah habis di lantai dua, Elrima ingin mencuci botol yang lama, sekalian mengambil botol lain untuk diisi susu. Tak pernah ia sangka, Malik akan berbuat kasar hanya dengan ditawari sebuah

  • Digerebek di Toilet Masjid   EMPAT PULUH SATU

    "Tapi kamu yakin nggak, Dek. Kalau bunda kayak gitu Ayah kamu bakalan luluh. Jangan-jangan malah makin ngamuk lagi?" celoteh Elrima pada bayi polos yang tak tahu apa yang dikatakan bundanya itu.Melihat Bunda El memanyunkan bibir, Ali malah terus membuka mulut sembari tersenyum. Matanya menyipit persis Rina saat tertawa."Ah, kamu malah ngejekin bunda, Dek. Tega banget ih, awas ya!" Elrima menjawil pelan dagu bayi yang harum minyak telon itu. Sebelumnya sang bunda lebih dulu memandikan dan mendandani Baby Ali sebelum bertemu ayahnya.Namun, sayangnya Malik sepertinya belum siap bertemu malaikat kecil yang tak berdosa itu.Di lantai bawah, tepatnya di kamar ujung kanan rumah. Malik baru saja menyelesaikan shalat sunnah taubat. Saat Elrima menggedor pintu, lelaki itu tengah khusyuk bersujud memohon keikhlasan hatinya setelah kehilangan Rina.Ia mendengar omelan Elrima tentang Ali. Malik merasa menjadi Ayah yang buruk unt

  • Digerebek di Toilet Masjid   EMPAT PULUH

    "Kang ...," panggil Rina dengan suara lirih. Suaminya baru saja duduk di kursi besi dekat bed pasien. "Neng." Malik segera menggenggam erat jemari istrinya yang terasa dingin. "Neng udah gak kuat, Kang. Neng capek ... capek pisan, " cicit perempuan itu. Matanya berkali memejam lama dan terbuka sesaat, seolah kelopak yang tampak layu itu dihimpit beban besar. "Astaghfirullah, Neng! tolong jangan bicara yang aneh-aneh. Akang di sini akan selalu menunggu kamu sembuh. Anak kita menunggu di rumah, Sayang." Malik berkata lirih sembari mengecup bagian wajah istrinya berkali-kali.Lelaki itu berharap mengalirkan banyak kekuatan agar istrinya mau berjuang bersama-sama untuk sembuh. "Kang ... tolong ridhoi, Rina. Ikhlaskan agar jalan pulang neng gak sulit." Wanita itu kembali terpejam untuk memeras air mata. Napas yang kian sesak serasa akan menghilang sebentar lagi. Malik yang panik segera menepuk pelan pipi istrinya. Rina meringis menahan sesuatu yang sangat menyakitkan. "Neng, tahan se

  • Digerebek di Toilet Masjid   TIGA PULUH SEMBILAN

    "Teh Rina kenapa, Kang?" tanya Elrima. Perempuan itu tengah duduk di kursi tunggu."Keracunan kayaknya, Neng. Soalnya keluar busa dari mulutnya," sahut Malik lesu sambil duduk di samping istri mudanya."Ya Allah, Kang. Kok bisa sampe keracunan dalem rumah. Emangnya makan apa?" cerocos Elrima yang benar-benar syok, kakak madunya bisa sampai terkena racun."Akang juga gak tahu, Neng. Mungkin nanti ditanyain langsung setelah orangnya sadar." Ekspresi Malik semakin muram.Elrima tak tega melihat suaminya berwajah sendu seperti itu. Ingin ia merengkuh Malik dan menenangkan lelaki itu dalam pelukannya. Namun perempuan itu sadar posisi dirinya siapa."Semoga si Teteh gak kenapa-napa ya, Kang. Kasian Dedek Ali," lirih Elrima yang duduk berjarak dua jengkal di kursi tunggu."Semoga, Neng."Keheningan sesaat menguasai keduanya. Mereka terpekur dengan pikiran masing-masing.Saat tak ada obro

  • Digerebek di Toilet Masjid   TIGA PULUH DELAPAN

    Malik masih tidur siang. Baby Ali sedang di lantai atas diasuh Elrima. Hari minggu Rina menyuruh adik angkatnya itu keluar untuk jalan-jalan, tetapi wanita itu menolak dan memilih membantu menjaga Ali.Tentu Elrima tak mungkin berkeliaran di luar, saat berita yang menyudutkan dirinya masih belum punah dari ingatan netizen. Bisa-bisa ia kembali menjadi sasaran lelaki hidung belang.Membayangkannya saja, Elrima sudah bergidik ketakutan. Ia masih ingat bagaimana sakitnya ditusuk bertubi-tubi menggunakan senjata tajam.Rina yang merasa bosan, mengecek ponsel Malik. Tak ada yang mencurigakan di sana, sebab Elrima dan suaminya belum pernah bertukar pesan. Isi pesan whatsapp hanya seputar pekerjaan, sementara sosial media jarang dibuka si empunya.Rina iseng membuka instagram milik suaminya. Ada akun baru yang mem-f

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status