Share

EMPAT

Author: Megan Allea
last update Last Updated: 2023-08-21 12:07:37

"Pasien kritis, Dok!" seru salah satu perawat. 

Abdul memalingkan wajah dari paras mungil keponakannya menuju sang kakak. 

"Teteh!" pekik bocah itu yang mulai paham kakaknya sedang tidak baik-baik saja, sebab ia sering melihat keadaan gawat semacam ini dari sinetron yang ditontonnya di televisi. 

Salah satu perawat menyuruh Abdul agar keluar ruangan, tetapi anak itu bersikeras ingin melihat sang kakak yang jantungnya tengah dialiri kejut listrik. Ia memberontak karena takut setelah ini tak bisa melihat Rina lagi. 

Dengan sedikit dipaksa akhirnya Abdul keluar dari ruangan itu, lantas sang perawat mengunci dari dalam karena khawatir terlalu banyak orang yang tidak berkepentingan bisa memperburuk keadaan pasien.

"Sabar, Jang. InsyaAllah si Teteh baik-baik aja, kita do'akan semoga ia bisa melewati masa kritisnya," nasihat Bu Santi sambil sesenggukan memeluk anak bujangnya.

"Mah, Abdul takut Teteh meninggal kaya di tivi-tivi itu. Soalnya tadi alat yang deket Teteh bunyi nyaring. Mah, gimana kalau Teteh gak ada, siapa yang nanti ngurus dedek lucu." Abdul berkata tersendat-sendat bersama air mata yang mengalir kian deras. 

Sampai tak lama Pak Maman--suami Bu Santi datang dengan tergesa. Pria paruh baya itu semakin didera cemas kala melihat keluarganya menangis sesenggukan.

"Bapaak! Si teteh, Pak!" pekik Abdul yang langsung menghambur ke pelukan lelaki yang selalu menjadi panutannya itu. 

"Kumaha sekarang si Rina, Mah?" tanya Pak Maman sambil memeluk putranya yang masih sesenggukan. 

"Anak kita sedang kritis, Pak. Ini semua gara-gara si Malik, dia yang udah bikin anak kita jadi kaya gini," racau Bu Santi sambil memukul-mukul dadanya yang kian sesak, sama seperti Rina wanita paruh baya itu juga memiliki riwayat asma tetapi tak terlalu parah.

"Gimana ini maksudnya, Mah? Bapak gak paham, terus Jang Malik-nya ada di mana sekarang?" cecar Pak Maman yang tentu belum tahu duduk permasalahannya, sebab dari kampung seberang langsung meluncur menuju rumah sakit.

Bu Santi tak kuasa menceritakan aib menantunya, bibirnya hanya mampu bergetar tanpa ada sepatah katapun yang keluar dari lidahnya yang mendadak kelu. Ia berhenti meraung, tetapi air mata yang deras terus saja keluar tanpa mampu dicegah.

"Jang, aya naon ieu teh? Sok ceritain semuanya ke bapak," pinta Pak Maman pada Abdul yang mulai tenang dalam pelukannya.

"Kang Malik digerebek warga di masjid, Pak." Bocah lelaki itu menjawab dengan suara lemah, ingatannya masih tentang bayi mungil dan sang kakak. 

Tentu ia tak begitu mengerti apa arti penggerebekan dan masalah lainnya, Abdul hanya mengatakan apa yang dia dengar dari warga. 

"Digerebek kumaha ieu teh? Kakang iparmu maling kotak amal apa gimana? Jangan-jangan malah salah ngambil kotak kritik dan saran kaya yang viral di tiktok itu," ucap Pak Mamat dengan mimik wajah serius. 

"Bapak tong sok ngabodor, mana ada menantu kita yang kaya maling kotak amal. Dia teh udah maling anak gadis orang," sanggah Bu Santi yang kesal karena suaminya malah membahas lagi berita viral di tiktok. 

Padahal wacana itu pernah menjadi perdebatan di antara mereka. Pak Maman yang keukeuh kalau itu cuma hoax, sementara Bu Santi yang sedang PMS menghujat si pencuri.

"Nu bener ini teh, Mah? Lain fitnah?" tanya Pak Maman yang agar ragu sebab menantunya terkenal baik dan tak pernah macam-macam selama menjalankan rumah tangga dengan Rina.

"Beneran, Pak. Sampe Kang Malik digebukin warga abis jum'atan," ujar Abdul yang lagi-lagi hanya mendengar dari orang dewasa tanpa tahu yang sebenernya. 

"Bapak teh sama sekali gak percaya kalau Jang Malik bisa berbuat sebejad itu, sebagai sesama lelaki bapak tahu dia tak pernah macam-macam dan terkenal dingin sama perempuan, mungkin cuma salah paham aja. Setelah ini kita harus cari tahu dulu kebenarannya." Pak Maman berkata bijak sambil mencoba mengatur napas, pandangnya beralih pada ruang operasi yang didalamnya Rina masih ditangani tenaga medis.

"Mamah gak peduli mau bener atau hoax beritanya, yang pasti mamah teh gak akan pernah maafin si Malik yang udah buat anak kita kritis kaya gini." Bu Santi kembali menangis tersedu sambil sesekali mengelap matanya dengan ujung hijab.

"Mah, jangan dulu baper atuh. Bapak yakin semuanya sudah ketentuan Allah. Jikapun menantu kita memang bersalah, kita hanya bisa mendo'akan semoga Rina baik-baik saja. Tak ada gunanya sekarang emosi malah membuang-buang energi. Sekarang Rina butuh kita, Mah. Kalau salah satu dari kita sakit, nanti siapa yang akan jaga Rina," nasihat Pak Maman demi meredam suasana. 

Meski dalam sudut hatinya ada rasa was-was bisa jadi berita itu nyata adanya. Namun, tugasnya sebagai kepala keluarga saat ini adalah menenangkan yang lainnya.

Tak lama dokter yang mengani Rina datang dengan wajah sedih, hal itu membuat keluarga pasien menerka hal yang bisa jadi kabar buruk bagi mereka.

"Beruntung pasien sudah bisa melewati masa kritis, tetapi ...," jeda dokter dengan kacamata tebal itu untuk menghela napas berat, "pasien saat ini mengalami koma dan perlu dirawat sampai sadar dan pulih kembali," lanjutnya sambil menatap Pak Maman dengan sorot sayu.

Bu Santi kembali melanjutkan tangisnya yang tadi terjeda dan kini lebih kencang, ia menukul dadanya yang begitu sesak sampai nyaris kehabisan napas. 

"Astaghfirullah! Eling, Mah. Semoga Rina bisa cepat sadar," nasihat Pak Maman sambil menopang tubuh istrinya yang mulai lunglai dan langsung tak sadarkan diri di pelukan suaminya.

"Mamahhh! Pak mamah kenapa, Pak?" Abdul bertanya sambil sesenggukan. 

Pak Maman melepaskan istrinya untuk dibawa perawat wanita menuju ruang pemeriksaan, lalu lelaki paruh baya itu berjongkok dan memeluk putranya. 

"Mamah kamu cuma kaget, Jang. Ayo do'akan Mamah dan Teteh agar cepat pulih biar kita bisa pulang ke rumah," bujuk Pak Maman yang juga diam-diam meneteskan air mata di bahu anaknya. 

Di tempat lain di waktu yang sama, akhirnya Malik mengucap akad dengan terpaksa setelah beberapa kali mendapat desakan. Hatinya tak ada sedikitpun niat mendua, tetapi keadaan saat ini begitu memojokkannya, padahal Malik tak seutuhnya salah.

Pria itu sejak masa bubar terus saja merenung, bingung harus bagaimana pada istri barunya. Kini Malik, Pak Hamid dan Elrima tengah duduk bertiga dalam kebisuan.

"Jang Malik, bapak titip Rima. Dia mungkin masih banyak kekurangan dan keadaan ini sungguh tidak ada yang mengharapkan. Banyak hal yang ingin bapak sampaikan--"

"Cukup! Bagaimana bisa kalian semua memperlakukan saya seperti ini?! Kalian pasti tak tahu siapa saya." Malik menjeda kalimatnya untuk menunjukkan sebuah seringai menakutkan.

"Saya pastikan kalian semua yang terlibat dalam masalah ini akan saya jebloskan ke penjara, " lanjutkan dengan nada dingin tetapi menusuk. 

Meski terlihat arogan tetapi hati Malik dipenuhi penyesalan karena tak mengambil langkah tegas ini sebelum akad digaungkan. 

Lalu setelah ini bagaimana?

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Digerebek di Toilet Masjid   Empat Puluh Tiga

    Posisi Sadam sudah terjepit, lelaki itu menghentikan laju mobil. Begitupun dengan mobil di depannya yang berhenti dengan jarak satu meter.Tak lama beberapa pria bertopeng perak dengan pakaian serba hitam keluar dari kuda besi yang tadi melukai kendaraan milik Sadam.Sadam yang pernah dilatih di akademi pengawal profesional, tentu punya strategi jitu dalam menghadapi situasi terjepit semacam itu. Tanpa rasa gentar, lelaki itu menyeringai dan sedikit terkikik menertawai kebodohan lawan.Sekuat tenaga Sadam menginjak pedas gas, hingga mobilnya nyaris menabrak beberapa pasukan bertopeng sampai ada yang terjengkang."See you the next time!" teriak lelaki berkulit bersih itu, disusul gelak tawa yang berubah sayup di telinga lawannya, karena incarannya sudah pergi jauh.Tak ada kemarahan di wajah si pria bertopeng emas. Sikapnya dingin seperti es yang menggelincir di permukaan kulit, tetapi mampu memberikan aura beku di sekeliling.Sat

  • Digerebek di Toilet Masjid   EMPAT PULUH DUA

    "Nggak usah! Mending urus Ali aja sana!" bentak Malik tanpa sengaja meninggikan suara saking gugupnya. Ia merasa bersalah sendiri, di saat harusnya berduka, justru terpikirkan untuk tidur bersama istri keduanya. Itulah alasan kenapa Malik terus mengurung diri selama seminggu. Lelaki itu tak ingin tergoda dan semakin tersiksa perasaan bersalah pada Rina. Namun, mengingat Ali sangat membutuhkannya, Malik berusaha keluar dari kesendirian dan mencoba menjadi Ayah yang terbaik. Tak pernah terpikir pakaian Elrima akan sangat menggoda dan membuat tubuhnya menggila. "Oh, ya udah atuh, Kang. Dari kemarin juga saya yang urusin Ali. Gak usah bentak-bentak segala," kesal Elrima sambil berlalu menghentakan kaki menuju lantai bawah membawa botol susu. Persediaan susu Ali sudah habis di lantai dua, Elrima ingin mencuci botol yang lama, sekalian mengambil botol lain untuk diisi susu. Tak pernah ia sangka, Malik akan berbuat kasar hanya dengan ditawari sebuah

  • Digerebek di Toilet Masjid   EMPAT PULUH SATU

    "Tapi kamu yakin nggak, Dek. Kalau bunda kayak gitu Ayah kamu bakalan luluh. Jangan-jangan malah makin ngamuk lagi?" celoteh Elrima pada bayi polos yang tak tahu apa yang dikatakan bundanya itu.Melihat Bunda El memanyunkan bibir, Ali malah terus membuka mulut sembari tersenyum. Matanya menyipit persis Rina saat tertawa."Ah, kamu malah ngejekin bunda, Dek. Tega banget ih, awas ya!" Elrima menjawil pelan dagu bayi yang harum minyak telon itu. Sebelumnya sang bunda lebih dulu memandikan dan mendandani Baby Ali sebelum bertemu ayahnya.Namun, sayangnya Malik sepertinya belum siap bertemu malaikat kecil yang tak berdosa itu.Di lantai bawah, tepatnya di kamar ujung kanan rumah. Malik baru saja menyelesaikan shalat sunnah taubat. Saat Elrima menggedor pintu, lelaki itu tengah khusyuk bersujud memohon keikhlasan hatinya setelah kehilangan Rina.Ia mendengar omelan Elrima tentang Ali. Malik merasa menjadi Ayah yang buruk unt

  • Digerebek di Toilet Masjid   EMPAT PULUH

    "Kang ...," panggil Rina dengan suara lirih. Suaminya baru saja duduk di kursi besi dekat bed pasien. "Neng." Malik segera menggenggam erat jemari istrinya yang terasa dingin. "Neng udah gak kuat, Kang. Neng capek ... capek pisan, " cicit perempuan itu. Matanya berkali memejam lama dan terbuka sesaat, seolah kelopak yang tampak layu itu dihimpit beban besar. "Astaghfirullah, Neng! tolong jangan bicara yang aneh-aneh. Akang di sini akan selalu menunggu kamu sembuh. Anak kita menunggu di rumah, Sayang." Malik berkata lirih sembari mengecup bagian wajah istrinya berkali-kali.Lelaki itu berharap mengalirkan banyak kekuatan agar istrinya mau berjuang bersama-sama untuk sembuh. "Kang ... tolong ridhoi, Rina. Ikhlaskan agar jalan pulang neng gak sulit." Wanita itu kembali terpejam untuk memeras air mata. Napas yang kian sesak serasa akan menghilang sebentar lagi. Malik yang panik segera menepuk pelan pipi istrinya. Rina meringis menahan sesuatu yang sangat menyakitkan. "Neng, tahan se

  • Digerebek di Toilet Masjid   TIGA PULUH SEMBILAN

    "Teh Rina kenapa, Kang?" tanya Elrima. Perempuan itu tengah duduk di kursi tunggu."Keracunan kayaknya, Neng. Soalnya keluar busa dari mulutnya," sahut Malik lesu sambil duduk di samping istri mudanya."Ya Allah, Kang. Kok bisa sampe keracunan dalem rumah. Emangnya makan apa?" cerocos Elrima yang benar-benar syok, kakak madunya bisa sampai terkena racun."Akang juga gak tahu, Neng. Mungkin nanti ditanyain langsung setelah orangnya sadar." Ekspresi Malik semakin muram.Elrima tak tega melihat suaminya berwajah sendu seperti itu. Ingin ia merengkuh Malik dan menenangkan lelaki itu dalam pelukannya. Namun perempuan itu sadar posisi dirinya siapa."Semoga si Teteh gak kenapa-napa ya, Kang. Kasian Dedek Ali," lirih Elrima yang duduk berjarak dua jengkal di kursi tunggu."Semoga, Neng."Keheningan sesaat menguasai keduanya. Mereka terpekur dengan pikiran masing-masing.Saat tak ada obro

  • Digerebek di Toilet Masjid   TIGA PULUH DELAPAN

    Malik masih tidur siang. Baby Ali sedang di lantai atas diasuh Elrima. Hari minggu Rina menyuruh adik angkatnya itu keluar untuk jalan-jalan, tetapi wanita itu menolak dan memilih membantu menjaga Ali.Tentu Elrima tak mungkin berkeliaran di luar, saat berita yang menyudutkan dirinya masih belum punah dari ingatan netizen. Bisa-bisa ia kembali menjadi sasaran lelaki hidung belang.Membayangkannya saja, Elrima sudah bergidik ketakutan. Ia masih ingat bagaimana sakitnya ditusuk bertubi-tubi menggunakan senjata tajam.Rina yang merasa bosan, mengecek ponsel Malik. Tak ada yang mencurigakan di sana, sebab Elrima dan suaminya belum pernah bertukar pesan. Isi pesan whatsapp hanya seputar pekerjaan, sementara sosial media jarang dibuka si empunya.Rina iseng membuka instagram milik suaminya. Ada akun baru yang mem-f

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status