Share

Bab 7

Author: empat2887
last update Last Updated: 2023-07-13 22:30:09

Aku pun langsung mengusap dada lalu beristigfar, supaya aku bisa menahan emosiku yang kini mulai tidak stabil.

"Terserah apa katamu, Mbak, yang penting aku tidak melakukan apa yang kamu tuduhkan. Toh ada saksi-saksi juga kok, termasuk Mas Hamdan suaminya Susi sendiri. Jika Mbak merasa tidak percaya dengan apa yang aku ucapkan, silakan Mbak tanya langsung suaminya Susi. Apa aku meminta bayaran atas kecelakaan yang anakku alami atau tidak? Karena aku tidak merasa meminta bayaran atas apa yang terjadi terhadap anakku. Aku hanya meminta, supaya Susi mau mengobati anakku sampai sembuh, tetapi tidak meminta uang sama sekali darinya." Aku menuturkan sedetail mungkin, tentang apa yang sebenarnya terjadi kemarin, pada saat aku meminta pertanggung jawaban Susi untuk mengobati anakku.

"Ya ... Mana ada maling mau ngaku, sebab kalau semua maling ngaku, maka penjara akan penuh." Mbak Nina malah menyahut ucapanku dengan pribahasa, yang artinya tidak mempercayaiku.

Aku pun tidak lagi meladeni Kakak sepupuku, yang kini sudah persis seperti musuh bebuyutan dengadaku. Entah kenapa dia seperti itu, sebab apa pun yang menyangkut aku, dia pasti akan ikut campur menyalahkan aku. Ia akan membela orang lain, walaupun dia belum tahu siapa yang salah dan siapa yang benar diantara kami. Seperti yang ia lakukan saat ini, pada saat ia membela Susi sampai segitunya.

Bahkan hubungan Uak Risma dengan orang tuaku pun kini renggang, apalagi semenjak Uak Sapri suaminya meninggal dunia. Hubungan kekeluargaan pun kini terasa hambar. Uak Risma seolah menganggap hubungan kekeluargaan antara kami telah berakhir. Uak Sapri adalah Kakak kandung Bapak, mereka berdua adalah dua bersaudara.

Namun Uak Risma sepertinya tidak menyukai keluarga Bapak, ia bahkan sampai menjauhkan Uak Sapri dengan Bapak. Hubungan Kakak beradik pun tidak seharmonis seperti bagaimana mestinya. Apalagi saat mendengar aku menikah dengan pemuda kota, Uak Risma dan Mbak Nina begitu memperlihatkan ketidaksukaannya kepadaku.

"Terserah kamu, Mbak. Toh Allah tidak tidur. Suatu saat nanti ia akan menunjukan siapa yang salah dan siapa yang benar. Tapi ketika itu sudah terbukti, jangan sampai Mbak menyesali atas apa yang Mbak pilih." Aku berkata sambil pergi, tanpa mengambil kembalian.

"Heh, Mira, ini kembaliannya!" seru Mbak Nina.

"Nggak perlu, Mbak, silakan ambil saja," kataku sambil berlalu pergi dan tidak melirik lagi kearahnya.

"Blagu kamu, Mira, punya uang hasil menipu saja sombong! Mau dibilang orang kaya ya, tapi sayang kamu nggak bermodal," ledeknya.

Aku pun terus melanjutkan perjalananku menuju rumah Ibu. Aku tidak menyahuti lagi perkataan Mbak Nina yang menusuk hati. Mbak Nina berkoar, kalau aku orang yang sombong, tetapi dia tidak ada usaha untuk mengembalikan uangku itu.

Intinya dia itu senang, jika aku selalu melebihkan uang belanjaanku, tetapi dia gengsi untuk mengakui semua itu. Orang munafik mana, yang mau terlihat butuh, iya kan? Tapi yang ada, mereka akan menutupi kekurangannya tersebut semampu mereka.

*****

"Mas Hamdan, aku berharap supaya kamu bisa menjaga ucapan istrimu. Jangan sampai ia memfitnah aku terus," pesanku kepada Mas Hamdan, saat ia dan Susi datang kerumah orang tuaku untuk melihat keadaan anakku.

"Maksud kamu apa, Mira? Kok kamu berbicara begitu kepada suamiku?" tanya Susi.

Ia seolah tidak tahu dan tidak mengerti, dengan apa yang aku katakan barusan.

"Susi, kamu nggak paham dengan ucapanku?" tanyaku balik.

"Ya nggak lah, mana mungkin aku paham dengan ucapanmu? Ucapanmu itu seolah ingin memfitnahku! Kamu jangan mengada-ada dengan semua ini ya, Mira. Jangan sampai suamiku salah paham lagi gara-gara kamu," tutur Susi.

"Apa kamu yakin, kalau kamu tidak mengatakan apapun kepada orang lain, tentangku dan anakku? Tentang kecelakaan, yang diakibatkan kamu mendorong anakku tempo hari?" desakku.

Aku sengaja tidak langsung memberitahu maksud perkataanku, sebab aku ingin melihat apakah dia berniat jujur atau tidak saat ini.

"Maksudnya apa ya, kok Mas tidak mengerti sih, Mira?" Mas Hamdan pun bertanya kepadaku, ia meminta penjelasan dariku.

"Jadi begini, Mas. Susi telah bercerita kepada orang-orang, kalau kecelakaan yang menimpa Azka tempo hari bukanlah salahnya, melainkan salah Azka sendiri yang terpeleset. Bahkan Susi bilang, kalau aku yang memaksanya, supaya dia memberi aku uang, atas semua yang menimpa anakku tersebut. Jadi orang-orang menyangka, kalau aku mau memotori uang kalian dengan cara seperti itu." Aku menuturkan apa yang terjadi, sehingga aku mendesak pengakuan dari Susi.

"Jadi maksud kamu, Susi telah mengarang cerita lagi dan memfitnah kamu?" Mas Hamdan bertanya lagi, ia meminta penjelasan orbit tentang hal ini.

Aku pun mengiyakan, sebab apa yang dilakukan Susi memang ingin memfitnahku. Wajah Mas Hamdan pun berubah menjadi merah padam, kemudian ia menarik paksa tangan Susi dan akan membawanya pergi dari rumah orang tuaku.

"Mas, sakit, apa-apaan sih kamu? Kamu dengerin aku dulu dong, Mas. Kamu jangan langsung percaya begitu saja dengan perkataan Mira, sebab mungkin saja dia sengaja melakukan semua ini, supaya rumah tangga kita berantakan." Susi memberontak, saat mendapat perlakuan kasar dari suaminya. Ia bahkan menuduhku ingin membuat keluarganya hancur.

"Nak Hamdan, lebih baik kita bicara baik-baik dulu, jangan sampai terbawa emosi. Nanti bukannya mendapat solusi, tetapi malah mendapat rugi." Bapak berbicara meredam amarah Mas Hamdan yang siap meledak.

"Tapi, Pak, perempuan seperti Susi ini tidak dapat diajak bicara baik-baik. Ia mungkin akan jera setelah aku menceraikannya, biar saja dia nanti menjadi gelandangan. Karena aku sudah capek, dengan tingkah lakunya yang selalu mencoreng aib di mukaku." Mas Hamdan menyahut ucapan Bapak.

Rupanya ia sudah tidak tahan, dengan sifat istrinya yang sudah keterlaluan tersebut. Lagian juga siapa yang betah, hidup dengan wanita searogan dan se-posesif Susi.

"Maksud Mas apa? Mas mau menceraikan aku?" tanya Susi dengan wajah yang langsung memucat.

Bersambung ...

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dihina Miskin Saat Pulang Kampung   Bab 55

    "Alhamdulillah, Bu. Aku tidak pernah memberikan foto apapun, walaupun ia pernah memintanya. Beruntung Allah masih melindungiku," sahut Bi Minah."Alhamdulillah kalau begitu," ucapku.Aku terus memberikan arahan kepada Bi Minah, supaya tidak terulang lagi. Aku memberitahu bagaimana trik penipu tersebut, serta memberi sedikit ilmu, bagaimana caranya melihat itu akun asli ataupun bukan. Bi Minah sampai manggut-manggut, saat mendengarkan celotehanku."Bu, jadi Ibu mau ngerjain orang ini?" tanya Bi Minah."Insya Allah Bi, nanti bersama Mas Arsya," sahutku."Iya, Bu, bikin dia kapok ya, Bu," ujar Bi Minah.Ia memintaku, supaya membuat kapok si penipu. Mungkin karena Bi Minah merasa kesal dan juga sakit hati, telah ditipu oleh pria yang dikiranya akan menjadi teman hidupnya tersebut."Iya, Bi, doain supaya berhasil ya, Bi. Nanti kalau berhasil kan lumayan, uang Bibi bisa kembali. Daripada uangnya dipakai buat makan si penipu, mending diberikan kepada orang tua dan adik-adik Bibi," ungkapku.

  • Dihina Miskin Saat Pulang Kampung   Bab 54

    "Mas, kamu setuju nggak kalau aku mau ngerjain penipu itu?" tanyaku meminta izin pada Mas Arsya, sambil berharap agar Mas Arsya mengizinkan aksiku."Maksud kamu, kamu mau ngerjain penipu yang menipu Bi Minah, Dek?" Mas Arsya bertanya balik kepadaku, menanyakan maksudku tersebut."Iya, Mas, kamu setuju nggak? Pokoknya harus sampai uang Bi Minah bisa kembali.Soalnya aku gemes banget, saat mendengar cerita Bi Minah tadi. Aku juga sering sekali melihat, kalau di facebook banyak sekali korban penipuan seperti Bi Minah. Makanya aku berinisiatif untuk mengerjai orang tersebut. Kira-kita kamu mau izinin aku nggak, Mas?" Aku bertanya lagi, sembari menegaskan apa yang menjadi rencanaku. Aku ingin segera tau, Mas Arsya mau mengizinkan aku atau tidak tentang apa yang akan dilakukan oleh aku nanti. Karena prinsipku, aku tidak akan mengerjakan sesuatu apapun tanpa seizin suamiku. Apalagi ini masalah yang bersangkutan dengan uang dan juga laki-laki."Kira-kira kalau kamu mengerjai mereka, kamu ak

  • Dihina Miskin Saat Pulang Kampung   Bab 53

    "Aku baru ngebangunin Bi Minah, Mas. Dia kesiangan, gara-gara main handphone," jawabku."Lho kok bisa, Bi Minah kesiangan karena main handphone?" Mas Arsya bertanya lagi kepadaku, tentang alasan Bi Minah kesiangan.Aku pun menjelaskan kepadanya, kenapa Bi Minah sampai kesiangan. Setelah itu Mas Arsya baru faham, setelah aku menjelaskannya."Bilangin sama Bi Minah, hati-hati berkenalan di media sosial. Karena tidak semua yang memakai media sosial itu profil asli," saran Mas Arsya."Iya, Mas, nanti aku bilangin," sahutkuSetelah itu kami pun makan bersama, selesai makan mereka bersiap untuk berangkat. Kedua anakku pun berangkat diantar Ayahnya, sebab Mas Arsya berangkat pagi. Biar nanti aku tinggal menjemput saja.Selesai mengantar anak serta suamiku, aku kembali masuk ke dalam. Aku langsung ke dapur untuk menyampaikan saran dari suamiku. Sampai ke dapur, aku melihat Bi Minah sedang mencuci bekas makan dan masak tadi. Kemudian aku menghampirinya dan bertanya sedikit, tentang perkenalan

  • Dihina Miskin Saat Pulang Kampung   Bab 52

    "Lupa apa lagi, Dek?" tanya Mas Arsya."Tunggu sebentar, aku akan segera kembali," kataku lagi, sambil membuka pintu mobil.Setelah itu aku pun segera turun dan kembali ke tempat Mbak Nina berada."Mira, kok kamu balik lagi?" tanya Mbak Nina."Iya, Mbak, aku ada yang kelupaan," sahutku.Aku pun segera membuka tas salempang dan merogohnya, kemudian aku segera memberikan dua amplop, yang telah aku siapkan tersebut untuk Uak dan juga Kakak sepupuku. "Ini Uak, Mbak, lumayan untuk tambah-tambah beli temen nasi. Maaf tadi lupa, saking senangnya melihat Mbak Nina sudah ada perubahan," ungkapku, sambil memberikan amplop ke tangan masing-masing."Ya ampun, Mira, aku kira kamu kembali karena ada apa? Ternyata kamu mau berbagi rezeki terhadap kami. Terima kasih ya, Mira, semoga keluargamu ditambahkan lagi rezekinya yang lebih berlimpah lagi." Mbak Nina mendoakanku."Sama-sama, Mbak. Semoga kita semua digampangkan dalam perihal mencari tezeki," sahutku lagi.Setelah itu aku kembali berpamitan ke

  • Dihina Miskin Saat Pulang Kampung   Bab 51

    "Mi-Mira, kamu datang menemuiku? Pasti kamu datang karena mau menertawakan aku ya, sebab sekarang hidup aku sudah hancur begini." Mbak Nina menudingku, kalau aku datang karena mau meledaknya, tetapi ia tetap tidak mau menoleh ke arahku."Mbak, kok kamu ngomongnya seperti itu sih? Aku sama sekali nggak punya pikiran seperti itu, Mbak. Justru aku merasa prihatin melihat dan mendengar Mbak seperti ini," kataku lagi.Setelah mendengar perkataanku barusan, Mbak Nina langsung menoleh kearahku. Kemudian ia menghambur kepelukanku sambil menangis. Aku pun membalas pelukannya, sambil mengusap rambutnya yang berantakan."Mira, maafin aku ya. Mungkin semua ini terjadi karena dulu aku selalu menyakitimu. Ini mungkin karma buatku, Mira. Maafkan aku," ucapnya sambil tersedu."Iya, Mbak, aku sudah memaafkan semuanya kok. Mbak jangan selalu menyalahkan diri sendiri, Mbak juga jangan menyiksa diri sendiri seperti ini. Mbak harus bangkit, tunjukkan sama mantan suami Mbak, kalau Mbak itu wanita yang kuat

  • Dihina Miskin Saat Pulang Kampung   Bab 50

    "Ya ampun, kamu lupa padaku, Mira? Padahal dulu kita sebangku lho, waktu kita sekolah menengah dan berada di kelas lima belas." Ia menerangkan, kalau kami pernah sebangku di kelas lima belas.Calon pengantinnya Mas Hamdan memberitahuku, kalau ternyata dia adalah teman sebangku aku sewaktu di kelas lima belas. Apa benar dia ini Lia, kok wajahnya beda banget ya? Apa karena dia memakai make up, sehingga aku tidak dapat mengenalinya? Tapi kalau bukan Lia, lalu siapa lagi? Karena waktu itu aku hanya sebangku dengan dia."Apa benar kamu itu Lia?" tanyaku."Iya, Mira aku ini Lia. Apa kamu tidak lagi mengenaliku?" tanya wanita itu yang ternyata adalah Lia. "Bukan begitu, Lia. Kamu sekarang beda banget tau, makanya aku tidak mengenali kamu. Maaf ya, bukan maksud aku sombong atau bagaimana? Cuma kamu sekarang perfect banget tau," kataku.Aku langsung memeluknya, saat aku tahu kalau itu adakah Lia. Ternyata Lia tidak melupakan aku, atau mungkin juga wajahku yang tidak banyak perubahan. Tetapi L

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status