Share

Bab 7

Author: Felix Harrington
"Buat kenalin dia pacar ya?" Laura menepuk dadanya sambil bercanda, "Menurutmu, aku cocok nggak?"

"Dasar kamu ini!" Ivy melirik Laura sekilas, lalu tersenyum manis. "Adikku ini masih jomblo, baru saja resign, sekarang lagi butuh kerjaan yang pantas. Ada nggak salah satu dari kalian yang bisa bantu atur?"

"Kak Ivy ...." Ryan sempat termangu.

Baru sekarang dia menyadari niat baik Ivy. Ternyata, alasan Ivy membawanya bertemu sahabatnya malam ini adalah untuk mencarikannya pekerjaan.

"Cari kerja ya cari kerja, ngapain bawa-bawa status jomblo, bikin aku deg-degan saja!" Laura yang berkepribadian ceria dan blak-blakan langsung menyeletuk, "Dik, kamu ikut Kakak saja, jadi sopir. Setiap hari Kakak ajak kamu keliling ambil uang kontrakan."

"Itu nggak keren! Dia 'kan baru lulus kuliah, sekarang justru saatnya berjuang," timpal Ivy.

Tania ikut berbicara, "Kalau begitu, ke tempatku saja. Habis masa percobaan langsung dapat status tetap. Gaji terjamin, tunjangan bagus!"

"Ryan, aku pernah dengar soal kamu dari Kak Ivy." Susan menatapnya dengan tatapan khas bos besar, ekspresinya dingin. "Kamu kerja di EPS, 'kan? Sama-sama perusahaan farmasi, menurutku BR lebih cocok buatmu."

Ryan menarik napas panjang. Tiba-tiba, dia merasa dunia ini benar-benar konyol. Pekerjaan dan kesempatan yang diperjuangkan mati-matian oleh para pekerja biasa, justru seperti mainan yang bisa dibagikan seenaknya tanpa nilai di tangan para wanita kaya ini.

Perbedaan kelas sosial yang nyata itu membuat Ryan terkejut sekaligus tak berdaya.

"Menurutku, yang paling bisa dipercaya ya Susan!" Ivy merangkul lengan Susan sambil tersenyum manis. Ucapannya menyadarkan Ryan dari lamunannya. "Kalau menurutmu, Ryan cocok di posisi apa?"

"Tunggu dulu!" Ryan tiba-tiba berdiri. Ekspresinya serius. "Aku senang bisa kenal kalian semua. Tapi soal pekerjaan, biar aku cari sendiri. Nggak usah repot-repot."

Usai berbicara, dia menunduk dan memberi hormat. "Terima kasih banyak atas niat baik kalian."

Ucapan itu langsung membuat semua orang kaget. Jika itu orang lain, kesempatan sebagus ini pasti sudah buru-buru dimanfaatkan! Namun, pria ini .... Sepertinya cukup berprinsip juga!

Seketika, beberapa sahabat Ivy menaruh respek pada Ryan.

"Adikmu ini lumayan lho!" Laura tersenyum dan mengangguk. "Mulai sekarang, selama kamu di Kota Shein, kakak-kakak di sini bakal jagain kamu!"

Ivy justru menghela napas, lalu berdiri. "Ryan, ikut aku sebentar."

Ivy membawanya masuk ke ruangan lain dan menutup pintu. "Ryan, kenapa menolak kesempatan sebagus itu?"

Di bawah cahaya lampu yang remang, wajah Ivy tampak semakin memesona. Dia sama sekali tidak marah dengan penolakan tadi, malah bertanya dengan suara lembut.

Ryan mengernyit. "Kak Ivy, terima kasih sudah memikirkanku, tapi itu nggak cocok untukku."

"BR itu perusahaan bagus, sesuai dengan bidangmu. Kenapa malah bilang nggak cocok?" Ivy lantas mengernyit. Dia sebenarnya ingin membalas budi karena Ryan sudah menyembuhkan penyakitnya, makanya dia berusaha mencarikan pekerjaan.

"Itu bukan yang aku inginkan," jawab Ryan dengan tenang.

Ivy menggigit bibir, keningnya berkerut halus. "Aku rasa kamu gengsi ya? Merasa nggak pantas kalau harus mengandalkan perempuan?"

Usai berbicara, ekspresinya agak kesal. Dia langsung berdiri, "Kalau memang begitu, aku juga nggak bisa bantu lagi."

Sambil menggoyangkan pinggulnya, dia pun menuju pintu.

"Kak Ivy!" Ryan cepat-cepat memanggilnya.

"Apa lagi?" Nada Ivy masih dingin.

"Kak Ivy, waktu itu 'kan kamu tanya, kenapa keluarga kami turun-temurun nggak boleh jadi dokter. Sekarang aku kasih tahu jawabannya!"

Ekspresi Ivy berubah. Dia tertegun. Belum pernah dia melihat Ryan dengan wajah seserius ini.

"Itu ada hubungannya dengan kenapa kamu menolak kerja di BR?" tanya Ivy.

"Jelas ada!"

"Kalau begitu, aku mau dengar." Ivy kembali duduk dengan sikap serius.

Ryan mulai bercerita, "Dulu keluarga kami mendirikan Klinik Arghana dan turun-temurun menjadi dokter. Sampai masa perang saudara, leluhurku sering berkeliling, mengobati korban bencana dan tentara yang terluka, menyelamatkan banyak nyawa. Tapi suatu kali, saat mengobati seorang panglima, gara-gara kelalaian satu resep, penyakitnya malah makin parah."

"Leluhurku sadar salah. Dia memperbaiki resepnya dan akhirnya berhasil menyembuhkan panglima itu. Tapi panglima itu kejam. Dia mengira leluhurku sengaja mempermainkannya, akhirnya leluhurku ditangkap dan dieksekusi."

"Hah?" Ivy langsung terkejut.

"Kalau bukan karena buyutku sempat membawa keluarga kabur, pasti seluruh keturunan kami sudah dibantai." Ryan menghela napas berat. "Sejak itu keluarga kami bersembunyi. Kakek buyutku murung terus sampai akhirnya wafat. Di akhir hayatnya, dia meninggalkan pesan."

"Menyembuhkan orang itu baik, tapi sekali salah, semua bisa hancur. Jadi, dimulai dari generasinya, keluarga kami dilarang menjadi dokter. Kalau ada yang melanggar, akan dihapus dari silsilah. Itu sebabnya, meskipun warisan resep Klinik Arghana tetap ada, keluarga kami nggak pernah lagi membuka klinik."

Ivy mendengarkan dengan wajah serius. "Buyutmu pakai tragedi itu untuk melindungi keturunan."

"Benar!" Ryan menghela napas. "Tapi aku nggak rela! Walau kami dilarang mengobati orang, dari kecil aku belajar banyak dari Ayah dan Kakek. Aku tahu cinta mereka pada pengobatan tradisional itu nggak pernah padam."

"Karena itu, aku punya mimpi. Meskipun keluarga kami nggak boleh praktik, resep 'Arghana' nggak boleh terkubur. Itu adalah kebijaksanaan ribuan tahun leluhur kami!"

Mata Ryan bersinar penuh semangat. "Aku ingin menggunakan 'Arghana' untuk mengembangkan pengobatan tradisional. Aku ingin mendatangkan manfaat bagi bangsa dan menjadi terkenal di seluruh dunia."

Hati Ivy pun tergerak. Tak pernah terpikir olehnya, pemuda di depannya punya cita-cita sebesar itu.

"Itulah kenapa aku masuk ke EPS. Karena itu adalah perusahaan obat tradisional terbesar." Ryan melanjutkan, "Hanya di panggung sebesar itu, resep 'Arghana' bisa benar-benar bermanfaat dan punya kesempatan untuk dikenal secara nasional bahkan internasional."

"Aku paham sekarang!" Tatapan Ivy penuh kekaguman.

"Jadi, targetku adalah berdiri di puncak EPS Group, punya kuasa yang cukup. Baru dengan begitu, rencanaku bisa terlaksanakan."

Tatapan Ryan tidak pernah seteguh ini. Ivy terdiam, matanya berkilau. Baru sekarang dia paham alasan Ryan menolak tawaran sahabat-sahabatnya. Karena Ryan tidak butuh sekadar pekerjaan. Yang dia cari adalah panggung untuk mewujudkan mimpi besarnya.

Sesuai nama resep turun-temurun keluarganya, Arghana. Arghana bukanlah sesuatu yang bisa terkungkung selamanya. Sekali mendapat kesempatan, dia akan menjelma menjadi naga yang terbang menembus langit.

Pemuda ini jelas bukan orang biasa. Suatu hari nanti, dia akan menjelma menjadi naga yang terbang tinggi di langit. Bahkan Ivy, wanita tangguh yang terbiasa memimpin orang lain pun merasa tergetar oleh tekadnya.

"Ryan, aku sudah salah. Selama ini aku meremehkanmu." Ivy menatapnya dengan serius. "Maaf."

"Jangan bicara begitu, aku tahu maksudmu baik." Ryan tersenyum. "Oh ya, tadi aku nolak tawaran teman-temanmu. Mereka nggak marah, 'kan?"

"Nggak bakal. Mereka nggak mungkin tersinggung." Ivy menunjukkan senyuman misterius. "Kalau tebakanku benar, sekarang mereka mungkin lagi asyik sendiri."

"Asyik sendiri? Maksudnya?"

Ivy memanyunkan bibir seksinya ke arah pintu. "Kamu lihat saja sendiri."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dijaga Gadis-Gadis Berdasi, Dikejar Para Janda Berdaster   Bab 160

    "Benar, sihir!" Ryan menurunkan suaranya. "Sihir Harry Potter! Wuu, wuu, wuu!""Enyah sana!""Siap!"Ryan pun kembali ke kamar dengan riang, bersiap mematikan ponsel dan tidur. Namun, tiba-tiba muncul satu pesan dari nomor tak dikenal.Pesannya singkat saja, hanya satu kalimat.[ Ryan, aku ingin bicara denganmu. ]Ryan tertegun. Orang ini bisa langsung memanggil namanya, berarti pasti seseorang yang dia kenal. Siapa ya?Dia membalas.[ Kamu siapa? ]Beberapa saat kemudian, balasan masuk.[ Saskia. ]....Malam berikutnya, di Bar Starry.Bar ini merupakan salah satu bisnis milik keluarga Kenny. Malam itu, Kenny mengundang Ryan untuk bersenang-senang di bar milik keluarganya, menjanjikan akan memberinya "kenikmatan kelas raja".Sebenarnya Ryan sempat menolak, tetapi karena tak enak hati, akhirnya dia tetap datang.Bar Starry punya suasana yang romantis. Di lantai satu, bartender cantik sibuk membuat berbagai koktail sambil memainkan atraksi api yang berwarna-warni. Orang-orang duduk di m

  • Dijaga Gadis-Gadis Berdasi, Dikejar Para Janda Berdaster   Bab 159

    Zio tertegun sejenak.Detik berikutnya, Ryan berkata, "Eh, aku baru ingat. Kamu 'kan nggak sudi makan di kantin. Ya sudah, nggak usah ikut."Lucya langsung mengerutkan kening. "Ryan!" Dia tidak ingin klien melihat keributan internal di divisinya.Di luar dugaan, Tania justru tertawa karena gaya Ryan yang sedikit usil itu.Zio berkata, "Ryan, cuma makan bareng klien saja, nggak perlu sombong begitu. Nanti juga kamu bakal kena batunya."Ryan tertawa lebar. "Oke, aku tunggu ya! Oh ya, ngomong-ngomong soal makan, tadi kamu bilang mau traktir semua orang, 'kan? Jangan bohong lho! Aku sudah kosongin perut dari siang, nanti malam harus makan dari traktiranmu! Hahaha!"Ryan berjalan keluar dari kantor dengan wajah ceria.Tania tersenyum geli dan berkata dengan nada lembut, "Kamu ini cerewet juga ternyata.""Padahal aslinya aku polos lho," sahut Ryan. "Dia yang sering cari masalah sama aku.""Hahaha!" Tania tertawa lagi. Entah kenapa setiap kali melihat Ryan, dia selalu merasa lucu. Ini seperti

  • Dijaga Gadis-Gadis Berdasi, Dikejar Para Janda Berdaster   Bab 158

    "Karena Bu Tania sudah memercayaiku, aku juga ingin memberi janji. Selama masa kerja sama, kalau ada masalah yang disebabkan oleh kesalahan pihak EPS, aku akan segera turun tangan secara langsung untuk menyelesaikannya.""Selain itu, kalau selama proses kerja sama ada hal yang membuat Bu Tania kurang nyaman, silakan langsung menghubungiku. Aku akan segera mengoordinasikan dan menyelesaikannya.""Semua yang kulakukan ini hanya demi satu tujuan. Sentosa Media sudah memberikan kepercayaan pada EPS, maka kami juga harus layak mendapatkan kepercayaan itu dan memastikan Sentosa Media nggak punya kekhawatiran apa pun di kemudian hari.""Bagus!" Tania bertepuk tangan sambil tersenyum puas.Lucya dan yang lain tertegun. Apa yang baru saja disampaikan Ryan benar-benar seperti penampilan kelas atas dalam dunia penjualan. Dia mampu menangkap inti dari kebutuhan klien dengan sangat tajam, berbicara tepat pada sasaran, dan memberikan rasa aman melalui komitmen yang kuat. Inilah tipe sales yang benar

  • Dijaga Gadis-Gadis Berdasi, Dikejar Para Janda Berdaster   Bab 157

    Zio tahu bahwa semuanya sudah terbongkar. Dengan wajah pasrah, dia berkata, "Bu Lucya, aku salah."Wajah Lucya langsung dipenuhi amarah. Sungguh memalukan. Urusan internal divisinya malah terbongkar di depan klien!Tania berkata, "Bu Lucya, menurut pandanganku, manajer penjualanmu ini baik dari sisi moral, etika profesional, maupun kemampuan pribadi, semuanya bermasalah. Kalau dia yang mewakili EPS untuk menandatangani kontrak, kami nggak akan setuju."Kalimat itu membuat hati Zio langsung tenggelam ke dasar. Sementara Lucya hanya bisa menarik napas panjang. Kerja sama besar yang sudah hampir selesai, malah berantakan begitu saja.Tepat pada saat itu, terdengar ketukan di pintu."Siapa?" tanya Lucya dengan nada jengkel."Aku, Ryan!" Terdengar suara dari luar."Ada apa?" tanya Lucya segera."Aku boleh masuk sebentar untuk bicara?" tanya Ryan balik.Lucya merasa semakin kesal. Dua manajer penjualan ini benar-benar membuat kepalanya pusing. Namun, Tania justru tersenyum tipis dan berucap,

  • Dijaga Gadis-Gadis Berdasi, Dikejar Para Janda Berdaster   Bab 156

    Dalam dunia penjualan, cara untuk mendapatkan klien itu bermacam-macam. Kadang memberikan sedikit hadiah atau suap kecil dianggap hal yang biasa. Tentu saja, dari sisi tim penjualan, itu dianggap wajar. Namun, kalau sampai pihak klien menyadarinya, itu bisa menjadi masalah besar.Klien tidak akan membiarkan orang dari pihak mereka menerima suap, karena itu bisa memengaruhi kerja sama. Kalau hari ini Tania datang dengan membawa alasan suap untuk menghentikan penandatanganan kontrak kerja sama, masalahnya bisa menjadi serius.Lucya langsung menatap tajam ke arah Zio dan membentak, "Zio, apa maksudnya ini?"Zio buru-buru menjawab, "Bu Lucya, aku cuma memberikan klien sepasang kenari hias. Cuma hadiah kecil saja. Nggak bisa disebut sebagai suap, 'kan?"Tania langsung menyela, "Frandy bilang nilainya 36 juta! Nilai segitu bisa disebut hadiah kecil?"Zio langsung terdiam.Lucya tahu jelas, pihak lawan sedang mencari-cari celah. Kalau tidak hati-hati, kerja sama ini bisa gagal total. Karena k

  • Dijaga Gadis-Gadis Berdasi, Dikejar Para Janda Berdaster   Bab 155

    "Pak Frandy? Dia sudah keluar dari tim proyek ini," sahut Taro."Apa?" Zio tertegun. Firasat buruk langsung menyergap hatinya."Pak Zio, kenapa bengong saja? Cepat antar klien ke ruang Bu Lucya. Beliau pasti sebentar lagi kembali," kata Poppy."Oh, oh, baik!" Zio buru-buru berkata, "Silakan lewat sini. Aku antar ke ruang Bu Lucya. Beliau sebenarnya mau turun langsung menjemput kalian, tapi tiba-tiba ada rapat penting. Sebentar lagi juga kembali.""Nggak masalah," jawab Tania dengan senyuman profesional, lalu mengikuti Poppy dan Zio menuju divisi pemasaran.Sementara itu, dari jendela lantai delapan, pemandangan itu terlihat jelas oleh Ryan. Sudut bibirnya perlahan terangkat membentuk senyuman kecil."Bu Tania, lama nggak bertemu. Kamu masih sama seperti dulu, cantik dan berwibawa." Begitu tiba di divisi pemasaran, Lucya juga kebetulan baru saja kembali. Pertemuan kerja sama pun dilakukan di ruang kantornya yang luas.Lucya dan Tania saling berjabat tangan. Dua wanita cantik dan berkari

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status