Share

Ada Alasan di Balik Bantuan

Taksi yang ditumpangi Ailyn dan Mohan berhenti di depan gedung KUA. Dengan terpaksa, Ailyn membiarkan ayahnya menariknya paksa sembari mengomel.

“Hentikan, Ayah! Biarkan aku mencari pekerjaan agar Ayah tidak perlu menjualku!” rengek Ailyn, menghentikan langkah.

“Kau masih akan mencari, bukan sudah mendapatkan pekerjaan. Sudah, Ayah sudah bawa dokumen pentingnya. Kau tinggal masuk dan mendaftar.”

Mohan yang telanjur emosi dengan sikap anaknya yang sukar diajak bicara baik-baik, mendorong tubuh itu agar memasuki gedung KUA.

Belum juga kakinya melangkah lebih jauh, mendadak seseorang menghentikan. “Tunggu!” Suara itu membuat keduanya spontan menoleh dan mendapati Karan mendekat.

“Karan? Kenapa kau di sini?” tanya Ailyn, heran melihat pria itu datang entah dari mana.

“Kau siapa?” Mohan memerhatikan pria dengan setelan jas rapi berhenti di depannya, langsung berkacak pinggang.

Karan tak menjawab, malah bertanya, “Apa yang kau lakukan di sini?” Karan mendapati wajah Ailyn berubah sayu. Ada guratan terlihat jelas di keningnya, menandakan ada yang tak beres.

“Aku—“ Ailyn terhenti kala Mohan mendahului.

“Dia akan menikah. Jadi, jangan ganggu kami yang akan mendaftar.” Mohan langsung menarik anaknya, tapi Karan sigap menahan.

“Jangan paksa Ailyn. Dia tidak mau menikah. Kau ini ... Ayah macam apa yang tega pada anak sendiri?” Karan menarik Ailyn agar berdiri di belakangnya.

Mendengar itu, Mohan tertawa sambil mengusap wajah. Tangan kirinya memegang dokumen. Ia berdecak kesal.

“Kau mau ikut campur urusan orang?” Mendadak ada yang berani menjadi penghambat rencananya.

Ailyn yang tak ingin keadaan semakin kacau, meminta Karan untuk pergi dan membiarkannya menyelesaikan masalah. “Aku mohon.”

Namun, Karan bergeming. Dia tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Pernikahan itu tak boleh terjadi. Akan banyak orang menderita, andai tetap terlaksana.

“Kau ini siapa, sih? Tiba-tiba muncul. Kau kenal dia, Ailyn?” Mohan merasa aneh melihat orang asing itu bicara seolah-olah sangat mengenal anaknya.

“Ayah, dia ... temanku,” jawab Ailyn.

“Berapa uang yang kau butuhkan? Biar aku memberimu uang, tapi kau harus melepaskan Ailyn,” pinta Karan.

“Karan, jangan,” bisik Ailyn, menarik baju Karan dari samping. Dia takut ayahnya akan melapor pada Alex, lalu Karan dalam bahaya.

“Kau diam saja. Orang seperti dia sesekali harus diberi pelajaran.” Karan membuka dompet, mengambil sejumlah uang.

“Uangmu tidak cukup untuk membayarku. Tuan Alex pasti akan membayar 10× lipat lebih banyak, kalau aku minta.” Mohan terkekeh melihatnya.

Karan terdiam, urung mengambil uang. Ia lupa, Alex adalah mafia kelas kakap yang penghasilannya luar biasa. Tidak mungkin dirinya yang baru pulang sekolah bisa memiliki banyak uang.

“Begini saja. Bagaimana kalau aku menikahi Ailyn? Sebagai gantinya, aku akan memberimu berapa pun yang kamu mau.” Karan memberi usul tanpa berpikir panjang.

Seketika wajah Ailyn berubah pias. Ia kaget, pria muda itu mendadak ingin menikahinya. Ailyn langsung menggeleng, menarik lengan Karan agak menjauh.

“Apa kau tidak waras? Kau sadar apa yang kau katakan tadi? Menikahiku?” Ailyn mengedipkan mata berkali-kali, berharap salah. Jarinya menunjuk diri sendiri.

Karan mengalihkan pandangan pada Mohan yang menunggu sembari berkacak pinggang. Ini tidak bisa dibiarkan. Bukan hanya Ailyn yang harus diselamatkan, tapi Marina juga.

“Aku hanya ingin membantumu. Setidaknya, alasan itu bisa kita gunakan untuk sementara. Aku tahu, kita bahkan tak saling kenal, tapi—“ Karan menghentikan kalimatnya.

“Kalau kalian sudah selesai berdiskusi, biarkan kami masuk!” teriak Mohan. Tak sabar ia ingin segera menikahkan anaknya dengan Alex. Yang terlihat di matanya hanya tumpukan uang.

“Tapi, kenapa? Kenapa kau mau membantuku? Kau masih muda, fokus saja pada kariermu.” Ailyn berusaha meyakinkan.

‘Bagaimana mungkin aku akan memberitahumu, siapa Alex sebenarnya? Aku belum siap,' batin Karan.

“Aku kan sudah bilang, aku tertarik padamu. Siapa tahu kita jodoh.” Karan memberikan alasan yang sebenarnya dirinya sendiri tak begitu yakin.

“Aku lebih tua darimu. Ayolah, jangan mencampuri urusanku. Biar aku tangani sendiri.” Ailyn melangkah meninggalkan pria yang tak punya keberanian mengatakan yang sejujurnya.

“Sudah selesai? Ayo, cepat!” Mohan tak ingin berlama-lama. Semakin cepat mendaftar, semakin cepat pula ia mendapat uang.

“Hentikan!” Karan berlari mendekat, membuat Ailyn lemas dibuatnya. Wanita itu menggembungkan pipi. Bertambah sudah masalahnya dengan kehadiran pria asing itu.

“Tolong, beri aku waktu. Aku akan membicarakan tentang semua ini pada keluargaku, lalu aku akan melamar Ailyn,” ujar Karan, memastikan.

Dia juga mengingatkan Ailyn yang belum juga memiliki pasangan meskipun sudah sering kencan buta.

“Oh, Tuhan! Apa lagi ini?” Ailyn dibuat salah tingkah. Ia senang ada yang membantu, tapi sedih karena orang lain jadi terseret dalam masalahnya yang rumit.

Mohan berpikir sejenak. Jika bisa mendapatkan keuntungan dari dua belah pihak, kenapa tidak? Pria itu tersenyum samar, mulai merancang siasat baru.

“Karena kau memaksa, apa boleh buat? Waktumu seminggu. Dalam waktu seminggu kau tidak datang melamar, maka jangan salahkan aku!” Mohan berlalu, meninggalkan Ailyn yang langsung memijit pelipisnya.

“Aku janji!” teriak Karan, tak peduli beberapa orang memerhatikan. Yang ia pikirkan hanya bagaimana cara menggagalkan rencana Alex. Marina dan Kiran adalah korban, jangan ditambah Ailyn.

“Kau ... maumu apa, Karan? Kau tahu konsekuensinya? Alex itu mafia. Dia tidak segan-segan menghabisi lawannya.” Ailyn mondar-mandir di depan Karan.

“Justru itu, aku ingin membantumu. Lagi pula, ini kesempatan baik untuk kita saling kenal. Bagaimana kalau kita kencan? Cuacanya cerah, loh!” Karan tersenyum lebar, memiringkan kepala.

“Astaga! Kau membuatku ingin memakanmu!” Ailyn menggigit jari, takut ayahnya melapor pada Alex. Bisa bahaya kalau itu terjadi.

“Wah, wah! Kau ketularan Ayahmu, ya? Aku lupa tidak berkenalan dengannya tadi.” Karan menunjukkan ekspresi sedih, seperti menyesali sesuatu.

“Omong-omong, terima kasih atas bantuanmu. Biarkan aku menyelesaikan sendiri. Kau tak perlu melakukan apa yang tadi kau katakan,” papar Ailyn.

Karan menggeleng, dengan jari telunjuk yang ikut bergerak menandakan ia tak setuju. Sudah kepalang tanggung. Dia harus mencegah sebelum terlambat.

“Pulanglah! Aku juga akan pulang. Kalau aku mengantarmu, Ayahmu pasti memakanku.” Karan mengedipkan sebelah matanya, sementara Ailyn berdecak.

“Hubungi aku, jika terjadi sesuatu. Sekarang kau calon tunanganku. Yaaa, setidaknya begitu.” Karan menunjukkan sikap nakal.

“Dasar!” Wanita itu pun pergi lebih dulu. Entah mengapa, hatinya berbunga-bunga. Ini adalah pertama kalinya ada yang peduli padanya selain Hadid.

Sepeninggal Ailyn, Karan menghembuskan napas kasar sampai pipinya menggembung. Ini baru awal. Akan ada banyak hal terjadi. “Pokoknya dia harus gagal!”

Pria itu pun segera pergi. Ia masih harus menemui keluarga papanya yang pasti akan memberikan kejutan tak menyenangkan.

Dari balik pohon, Mohan memerhatikan Karan yang memasuki mobil. Bersamaan dengan itu, mobil Alex muncul, membuat Mohan buru-buru menghampiri.

“Mana Ailyn?” Kalimat pertama yang Alex katakan, begitu turun dari mobil. Pria dengan kepala diperban itu tampak menyeramkan.

“Ma-maaf, Tuan. Dia berhasil kabur,” lirih Mohan, coba mengelabuhi.

“Apa katamu?” Alex langsung melotot sembari berkacak pinggang.

Tangannya yang kekar langsung menampar wajah Mohan sampai pria itu tersungkur.

“Kau pikir aku bodoh? Tadi aku lihat dia pergi dengan santai dari sini. Sengaja aku membiarkannya karena ingin mengetahui apa rencana kalian!” Alex mencengkeram erat kerah baju Mohan.

“Maaf, Tuan. Aku yang salah membiarkan dia menemui pacarnya,” ujar Mohan, mulai mengadu.

“Apa? Pacar? Siapa sialan itu, huh!” Bertambahlah amarah dalam diri Alex. Ia memutar bola mata.

“A-aku baru tahu tadi. Aku sengaja membiarkannya pergi karena ingin menenangkan mereka dulu.”

“Ah! Tak usah beralasan! Pokoknya, aku ingin pernikahan secepatnya terlaksana! Bawa dia ke hadapanku lusa!” Alex kembali memasuki mobil, membiarkan anak buahnya yang menangani Mohan.

Pria itu memukul kaca mobil, sangat marah. “Cari tahu siapa pacar Ailyn! Aku ingin data secepatnya!” titah Alex.

“Baik, Bos!” Semua orang di mobil kompak menjawab.

Akankah Alex lebih dulu mengetahui identitas Karan? Ataukah Karan sudah menyiapkan rencana?****

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status