Share

Dikejar Cinta Human Resource Manufacturing
Dikejar Cinta Human Resource Manufacturing
Penulis: Wii

1. Sulit Untuk Digapai

Ileana memasuki ruang produksi dengan santai. Jam kerja sudah dimulai sejak 10 menit yang lalu, namun dirinya harus mengikuti rapat bersama staff engineering lainnya. Di tangan kiri Ileana sudah ada buku berukuran sedang untuk mencatat apa saja yang terjadi di ruang produksi, terutama pada bagian mesin.

Sebelum memulai pekerjaan, tak lupa Ileana menguncir rambut panjangnya ke atas, kemudian menyematkan topi di kepalanya. Pakaiannya seperti anak-anak mekanik pada umumnya. Hiasan wajahnya tampak natural, namun tetap terlihat cantik.

Ileana memang dikenal sebagai wanita tangguh. Beberapa staff sering memanggilnya wanita perkasa yang tidak takut pada apapun. Apalagi profesinya saat ini yang mengharuskan dirinya berkutat dengan mesin produksi. Banyak staff yang mengagumi keberanian dan keahliannya itu.

Tapi sayang, dalam hal percintaan, Ileana terbilang wanita yang kurang beruntung. Beberapa pria yang dijodohkan dengannya memilih mundur karena sifat cuek Ileana saat berkenalan. Selera para pria jaman sekarang adalah wanita cantik yang berpenampilan feminim. Ileana? Tidak masuk dalam kriteria itu.

"Ilea!"

Ileana menoleh ke belakang. Raut wajahnya langsung berubah datar ketika melihat si pemanggil namanya. Dengusan kecil pun terdengar. Sorot matanya merasa muak melihat pria yang kini ada di hadapannya. Ia memperhatikan pria itu dari ujung rambut hingga ujung kaki. Tampak rapi dan kelihatan seperti pria kaya. Hanya saja, pria itu tidak masuk dalam kriteria idaman Ileana.

"Ada apa?"

"Ketus banget sih jawabnya," ucap pria itu diiringi senyuman manis.

Ileana justru melengos dan tidak menghiraukan pria itu lagi. Ia kembali menatap catatannya yang sudah penuh. Ada beberapa kerusakan mesin produksi yang harus ia perbaiki bersama rekan-rekannya. Tapi ada juga beberapa mesin yang memang harus diganti dengan mesin baru, demi kelancaran produksi serta keselamatan pekerja.

Saat hendak pergi, lengannya ditahan oleh pria yang masih setia berada di sampingnya. Dan terpaksa Ileana harus menatap pria itu lagi. "Mau apa lagi? Aku lagi sibuk. Banyak kerjaan yang harus dikerjai. Emang kamu nggak ada kerjaan lain selain ngikutin aku?"

"Ehm, nggak ada."

Ileana mendesah pelan. "Kalau nggak ada kerjaan atau lagi gabut, mending kamu ngopi di kantin. Jangan ganggu aku. Oke?"

"Aku nggak mau."

Ileana menutup mata. Helaan napas lelah pun terdengar. Setelah itu, ia membuka mata untuk menatap pria itu. "Pak Davie yang terhormat, tolong jangan ganggu aku. Kerjaan aku masih banyak. Ini demi kemajuan perusahaan. Paham?"

"Aku nggak peduli."

Habis sudah kesabaran Ileana dalam menghadapi pria keras kepala itu. Wanita itu menepis keras tangan Davie dari lengannya. Sorot matanya mulai terlihat tajam. "Cukup ya. Aku udah capek banget lihat kelakuan kamu. Kita lagi di tempat kerja dan aku harus perbaiki mesin produksi sekarang juga. Tolong, berhenti ganggu aku."

"Tapi aku cuma mau ngajak kamu makan siang bareng nanti. Aku harap, kamu nggak akan tolak permintaan aku," ucap Davie dengan wajah sedikit memelas.

"Aku nggak mau makan siang bareng kamu. Permisi."

Davie tersenyum sambil menatap kepergian Ileana. Meskipun berulang kali ditolak, Davie enggan menyerah begitu saja. Menurutnya, mengejar Ileana adalah sebuah tantangan yang besar untuknya. Wanita itu memang sangat sulit untuk digapai. Tidak seperti beberapa wanita yang ia kenal sebelumnya.

Pria berusia 30 tahun itu bekerja di perusahaan manufaktur milik Ayahnya. Biasanya, anak dari pemilik perusahaan akan menjadi CEO atau Direktur Utama menggantikan posisi Ayahnya. Tapi tidak dengan Davie. Ia justru memilih menjadi Human Resource karena sesuai dengan jurusannya sewaktu kuliah dulu.

Davie memang anak tunggal dan tidak memiliki saudara. Tapi ia bukanlah pria yang manja. Dirinya sudah mandiri sejak remaja dan tidak pernah memanfaatkan kekayaan sang Ayah. Jika Davie menginginkan sesuatu, maka ia akan berusaha sendiri untuk mendapatkannya. Bahkan dalam hal pekerjaan juga seperti itu. Davie masuk ke perusahaan Ayahnya melalui berbagai macam tes serta interview, sama seperti masyarakat biasa pada umumnya saat melamar pekerjaan.

Banyak wanita yang mengagumi Davie, namun ia tidak suka menebar pesona sama sekali, kecuali pada Ileana. Sejak pertama kali melihat wanita itu, hatinya langsung tertarik untuk mengenalnya lebih jauh. Itu sebabnya ia selalu mengikuti Ileana setiap saat. Bahkan Davie juga sudah mengetahui tempat tinggal Ileana.

Pria bertubuh kekar itu beranjak pergi, membiarkan Ileana menyelesaikan tugasnya sebagai Engineer. Ia tidak ingin wanita itu dipecat secara tidak hormat karena ulahnya yang teramat usil. Davie berjalan masuk ke dalam ruangan. Senyumnya tidak luntur meskipun Ileana sudah memperingatinya untuk berhenti mengganggu wanita itu.

"Ileana Ruby." Davie duduk di kursinya sambil bersandar dan membayangkan wajah Ileana. "Aku nggak bisa berhenti kejar kamu, Ilea. Kamu terlalu indah untuk disia-siakan. Maaf, tapi aku harus tetap bertahan sampai hatimu menerima kehadiranku."

Sementara di tempat lain, Ileana masih sibuk memperbaiki beberapa mesin produksi. Wajah cantiknya tampak berkeringat dan sedikit kotor. Ileana menyeka keringat di dahinya. Pekerjaannya sudah selesai dan beberapa rekan yang lain tampak menguji coba mesin tersebut, apakah sudah berfungsi dengan baik atau belum.

"Gimana?"

"Mantap, Ilea. Lo emang bisa diandalkan."

Ileana tersenyum tipis sambil membuka sarung tangan yang dipakainya. "Biasa aja loh, Ji. Nggak usah lebay."

Jian, salah satu rekan Ileana tertawa. "Oh iya, tadi gue lihat, lo lagi ngobrol sama Pak Davie ya? Dia masih suka gangguin?"

"Ck!" Ileana mendecak kesal. Ia meletakkan sarung tangannya di atas meja sedikit kasar, kemudian duduk di kursi panjang yang biasa dijadikan tempat istirahatnya. "Iya, Ji. Dia masih aja gangguin gue. Nggak ngerti gue lihat dia itu. Padahal gue udah jutek banget sama dia, tapi nggak mau berhenti."

Jian ikut bergabung di kursi itu. "Ilea, kalau menurut gue, lo itu cewek bego tahu."

"Kok gue yang bego?"

"Gimana nggak bego? Pak Davie itu ganteng, tajir, badannya kekar, terus suka sama lo. Tapi lo, malah nggak suka diganggu sama dia," kata Jian penuh semangat.

Ileana geleng kepala sambil mendesah pelan. "Ji, lo kan tahu gimana sifat gue. Kita kerja bareng udah lama. Masa lo nggak paham juga? Gue emang paling nggak suka cowok pengganggu kayak dia. Emangnya dia nggak punya kerjaan? Hampir tiap hari loh gangguin gue."

"Gue paham. Tapi yang perlu lo tahu, banyak cewek di luar sana yang mau jadi pacar dia. Termasuk cewek-cewek di kantor ini. Cuma lo doang yang nggak mau sama dia. Lo suka tipe cowok yang gimana lagi sih? Udah ada yang sempurna di depan mata aja masih lo tolak. Gimana lagi yang banyak kekurangan?"

"Jian...."

"Cewek itu nggak boleh banyak milih," lanjut Jian, seolah enggan mendengar alasan klise yang akan dibuat oleh Ileana. "Kebanyakan milih, entar sampai tua nggak ada yang mau sama lo."

Ileana melotot. Merasa tersinggung dengan ucapan Jian. "Maksud lo apa ngomong gitu? Lo doain gue jadi perawan tua seumur hidup?"

"Bukan maksud gue doain lo. Tapi kalau itu sampai terjadi, salahin diri lo sendiri. Kenapa? Karena lo terlalu banyak milih."

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Maria Madhury
bener tuh ileana lumayan kan pak davie...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status