Davie terlihat begitu lesu pagi ini. Wajah cerianya tidak terlihat sama sekali. Yang ada hanya wajah pucat saja. Dan semua perubahan itu dilihat jelas oleh Ileana yang kebetulan berpapasan dengan Davie. Ileana yang terbiasa melihat keceriaan Davie pun merasa aneh dengan perubahan itu. Ingin menyapa, namun Ileana terlalu gengsi.
Ileana memutuskan untuk melewati pria itu. Tidak ingin bertanya apapun. Tapi tangannya ditahan dengan cepat oleh Davie. Ternyata Davie sudah menyadari kehadiran Ileana. Pria itu sangat menandai wangi parfum yang digunakan Ileana."Jangan pergi."Ileana menoleh dan menatap mata Davie yang terlihat sembab. Sejak tadi, ia tidak menyadari mata sembab itu. Ileana mulai menerka apa yang sedang terjadi pada Davie. Ia teringat akan ucapan kasarnya berapa hari yang lalu. Mungkinkah itu penyebabnya? Ileana juga belum yakin dengan dugaannya."Aku mohon, jangan pergi."Kini, Davie memeluk Ileana sambil menangis terisak. Ileana menjadi tidak tega pada Davie. "Aku antar ke ruangan ya. Nggak enak dilihat orang."Davie tidak menjawab ucapan Ileana. Ia hanya menurut saja saat Ileana melepas pelukannya dan membawanya ke dalam ruangan. Ileana menuntun Davie untuk duduk di sofa dan mengambilkan air minum yang tersedia di atas meja kerja Davie. Air itu diberikan kepada Davie dan hanya diminum sedikit."Makasih," ucap Davie lirih.Ileana mengangguk. "Kamu kenapa? Ada masalah di rumah? Atau kamu tersinggung sama omongan aku waktu itu? Makanya sampai nangis kayak gini.""Enggak. Kamu nggak salah.""Terus, kamu nangis karena apa?" tanya Ileana lagi."Aku ingat sama mendiang Mama," jawab Davie. "Semalam, aku mimpi mendiang. Dia nangis dan minta tolong sama aku. Aku nggak tahu maksud dari mimpi itu. Tapi aku jadi teringat gimana kejadian yang menimpa mendiang."Ileana hanya bisa diam. Ia memang tidak pernah mencari tahu dan tidak ingin tahu kehidupan orang lain, termasuk kehidupan Davie."Mendiang Mama meninggal karena dibunuh seseorang, Ilea. Waktu itu umur aku masih 17 tahun dan aku lagi nggak ada di rumah. Sampai sekarang, aku nggak tahu siapa pembunuhnya," lanjut Davie semakin menangis.Ileana menutup mulutnya yang terbuka. Ia terkejut mendengar fakta itu. "Dibunuh? Tapi kenapa? Apa alasannya?""Aku juga nggak tahu. Aku masih berusaha selidiki kasus ini, Ilea. Kejadian itu selalu ada di pikiran aku. Nggak bisa aku lupain. Setiap pulang ke rumah, pasti selalu teringat gimana kondisi mendiang Mama waktu itu," ujar Davie."Ya ampun. Tega banget. Terus, gimana upaya polisi? Masih ngebantu kamu sampai sekarang?" tanya Ileana.Davie pun mengangguk. "Masih, Ilea. Mereka masih bantuin aku sampai sekarang. Tapi, Papa aku minta kasus itu ditutup aja. Makanya aku sering banget berantem sama Papa karena masalah ini.""Mungkin karena Pak Khairil udah ikhlasin kejadian itu. Makanya dia minta kasus itu ditutup," ucap Ileana."Tapi aku masih belum ikhlas, Ilea. Aku harus bisa cari pelakunya, walaupun nggak ada yang bantuin. Aku nggak masalah. Yang penting aku bisa lega dan mendiang Mama bisa tenang di alam sana."Ileana pun mulai merasa kasihan pada pria itu. Ia teringat akan kejadian mendiang Yoanna. Ingatan tentang masa lalu itu kembali terputar. Wanita itu tahu bagaimana perasaan Davie, karena pernah ada di posisi yang sama. Hanya saja, Ileana tahu pelaku yang menyebabkan kakak kandungnya meninggal dunia. Berbeda dengan Davie yang sampai detik ini belum berhasil menemukan si pelaku."Ya udah, aku bakal bantuin kamu deh. Tapi janji jangan sedih lagi. Entar yang naksir pada kabur," kata Ileana bermaksud menghibur dengan caranya.Davie pun tersenyum, meskipun hanya sedikit. Permintaan tolong Annisa masih terngiang di telinganya. "Makasih ya, Ilea. Kamu udah nggak marah sama aku soal waktu itu, kan?""Udah, lupain aja. Kita temenan aja. Tapi nggak usah terlalu dekat juga. Sebatas rekan kerja aja," ucap Ileana."Loh, kenapa?""Ya aku males aja entar dikatai lagi sama orang-orang di kantor ini. Mendingan tetap jaga jarak biar nama baik aku nggak tercemar lagi."Davie menghela napas pelan. "Ya udah deh kalau emang itu keputusan kamu. Aku juga nggak bisa paksain kamu untuk suka atau dekat sama aku. Tapi soal bantuan itu beneran kan?""Ya iyalah. Masa bohongan.""Sekali lagi makasih ya, Ilea," ucap Davie.Ileana mengangguk. "Aku mau balik ke ruang produksi dulu.""Oke. Semangat kerjanya."Ileana memaksakan senyuman saat Davie memberinya ucapan semangat. Ia hanya merasa geli dan tidak terbiasa dengan hal semacam itu. Selama ini, tidak ada yang menyemangatinya, kecuali dirinya sendiri.Ileana segera keluar dari ruangan itu agar tidak terjadi hal-hal lainnya lagi. Para wanita yang menyukai Davie pasti akan berpikiran buruk jika mengetahui Ileana berada dalam ruangan Davie. Ileana tidak mau itu terjadi lagi.Saat masuk dalam ruang produksi, Ileana sedikit melamun dan hal itu diperhatikan oleh Jian. Pria itu menyenggol lengan Ileana sampai membuat Ileana tersentak kaget dan langsung menoleh ke arah Jian."Apaan sih lo?!"Jian terkekeh kecil. "Maaf ya. Soalnya lo ngelamun.""Ck! Ganggu aja," gerutu Ileana lalu mengambil buku catatan yang ada di atas bangku."Kalau boleh tahu, lo ngelamunin apaan sih? Sampai kaget gitu. Padahal gue nyenggolnya juga pelan."Ileana memutar bola matanya. Jika Jian sudah bertanya, artinya Ileana wajib menjelaskan. Ia sangat malas menjelaskan apapun. Apalagi ini sifatnya sensitif. "Gue nggak bisa cerita, Ji. Soalnya ini pribadi dan sensitif. Lagian ini masalah orang lain, bukan masalah gue.""Tumben amat lo ngurusin masalah orang? Kayak bukan Ilea yang gue kenal," ucap Jian heran sekaligus penasaran."Ck!" Ileana mendecak. "Udah deh, mending lo balik kerja lagi sana. Gue juga mau lanjutin kerjaan gue."Jian menyerah dan akhirnya pergi dengan perasaan jengkel bercampur dengan rasa penasaran yang tinggi. Begitulah sifat asli Jian dan Ileana sudah memahami hal itu.***Siang hari, Ileana baru saja menyelesaikan tugasnya di ruang produksi. Ia bergegas ke toilet untuk mencuci tangan karena waktu makan siang sudah tiba. Jian dan yang lainnya sudah menunggu Ileana di ruangan lain.Saat Ileana baru saja memasuki area toilet, ia tak sengaja berpapasan dengan Tiara. Wanita itu mendekati Ileana dan sengaja menyenggol lengannya. Tatapan Tiara juga sangat sinis pada Ileana."Kalau jalan pakai mata dong! Entar gue jatuh terus luka, lo mau tanggung jawab?!"Mendengar ucapan Tiara, Ileana justru mengernyit heran. Ia merasa tidak menyenggol Tiara. Tapi Tiara yang sengaja menyenggolnya. "Perasaan gue nggak ada nyenggol lo deh. Kenapa jadi sewot?""Heh, pelakor! Nggak usah sok cantik lo ya. Udah jelas lo yang nyenggol duluan kok. Jangan mentang-mentang dekat sama Pak Davie, lo bisa seenaknya sama gue!" Tiara mendorong pundak Ileana dengan tangannya, seolah menantang Ileana untuk berkelahi dengannya.Ileana mendecih sambil geleng kepala. Ia pun berkata dengan santai, "Yang lo maksud pelakor siapa? Jangan asal ngomong. Mending lo bersihin tuh mulut lancip lo, sebelum komentari orang lain. Mau gue dekat sama Pak Davie atau enggak, itu bukan urusan lo. Gue sama dia cuma sekedar rekan kerja.""Dan satu hal lagi, jangan suka ikut campur sama urusan orang lain. Urusin dulu hidup lo. Gue tahu, lo yang udah sebarin berita bodoh itu di grup. Untung gue baik. Kalau enggak, mungkin udah gue laporin lo ke polisi atas tuduhan pencemaran nama baik," sambung Ileana sambil masuk ke dalam salah satu bilik yang ada di dalam toilet berukuran besar itu.Sementara Tiara menggeram kesal karena tidak mampu mengimbangi segala ucapan yang terlontar dari bibir Ileana.Saat memasuki jam makan siang, Davie berencana akan makan di kantin. Pria itu berjalan dengan santai menuju kantin perusahaan. Davie menghampiri salah satu etalase penjual soto ayam. Ia memesan untuk satu porsi beserta minuman untuk dirinya sendiri. Sebelum ke kantin, Davie sempat mengirim pesan singkat pada Ileana dan mengajaknya makan siang bersama. Tapi sayang, wanita itu menolaknya. Davie mengerti maksud dari penolakan Ileana tadi. Ia juga tidak bisa memaksakan keinginannya.Sembari menunggu hidangan datang, Davie melihat ponselnya dan duduk di sudut kantin yang dekat dengan jendela. Ada beberapa pesan singkat dari teman-teman lamanya yang mengajaknya untuk ikut dalam acara reuni SMA. Selain melalui pesan singkat, pengumuman acara reuni itu juga ada di grup alumni SMAnya. Davie membaca satu per satu isi pesan yang ada dalam grup tersebut. Banyak yang menyetujui dan ikut berpartisipasi dalam acara reuni yang akan berlangsung minggu depan."Hhh!" Davie menghela napas berat. Hatinya
Pukul 20.00 malam, Davie tiba di halaman rumah Ileana sambil membawa martabak untuk calon mertuanya. Sebelum turun dari mobil, Davie memperbaiki bentuk rambut dan merapikan jaket hitam garis putih yang ada di tubuhnya. Setelah semuanya dipastikan rapi, barulah Davie turun dari mobil. Ia melangkah menuju teras rumah tersebut dengan penuh keyakinan. Berharap, Ileana akan terkejut dengan kehadirannya. Tapi sayangnya, yang terkejut bukanlah Ileana, melainkan Davie sendiri.Davie mendengar percakapan dua orang pria yang tengah membicarakan soal perjodohan Ileana dengan pria lain. Tentu hal itu membuat Davie syok. Merasa tidak terima jika wanita yang dicintainya menikah dengan pria lain. Davie tidak siap menerima itu semua.Davie terus mendengarkan percakapan itu, sampai tidak sadar ada Nisaka di dekatnya. Nisaka menepuk tangan Davie sebanyak dua kali. Seketika Davie terkejut dan hampir berteriak. Untungnya Nisaka langsung memberi isyarat pada Davie untuk tidak berisik. Nisaka menarik paksa
Setelah berbincang cukup lama dengan Ikhwan, Davie pun mohon izin untuk pulang karena hari sudah malam. Davie menyalami Ikhwan dengan sopan dan pamit. Ikhwan pun meminta Ileana untuk mengantarkan Davie sampai ke halaman rumah. Sementara Nisaka sudah terlelap di kamar sejak tadi. Davie melarang Ikhwan untuk membangunkan Nisaka karena kasihan jika harus mengganggu tidur gadis itu.Davie berjalan mendekati mobil, diikuti Ileana dari belakang. Ileana masih bersidekap sambil memasang wajah kesal. Apalagi setelah mendengar pembicaraan Davie dengan Ikhwan yang terbilang serius tentang hubungan pura-pura yang dikarang oleh Davie."Kamu tuh ngapain sih pakai ngaku jadi pacar aku?" tanya Ileana dengan nada kesal.Davie menatap Ileana dengan satu alis yang naik ke atas. Setelah itu, ia tersenyum. "Aku ngelakuin ini demi kamu.""Apa maksud kamu?Davie mengajak Ileana untuk duduk di kursi yang sempat ia duduki bersama Nisaka. Ileana hanya menurut dan tetap memasang wajah kesal. "Tadi waktu aku dat
Sepulang kerja, Davie benar-benar mengajak Ileana untuk berkunjung ke rumah Emma, sahabat baik Annisa. Davie masih ingat alamat rumah Emma. Mereka pergi ke rumah Emma membutuhkan waktu sekitar 30 menit dari perusahaan milik Ayahnya Davie. Ditambah lagi jalanan yang cukup padat sore ini. Sehingga membuat mereka sempat terjebak cukup lama di jalan. Dan setelah terjebak selama kurang lebih 10 menit, akhirnya Davie dan Ileana bisa melanjutkan perjalanan.Setelah mobil berhenti di depan rumah Emma, Davie dan Ileana turun bersamaan. Suasana rumah Emma cukup sepi. Davie menjadi ragu untuk masuk. Mungkin saja Emma sedang tidak berada di rumah. Sudah lama sekali Davie tidak berkunjung ke rumah sahabat lama mendiang Ibunya itu.Davie berjalan lebih dulu memasuki pekarangan rumah Emma, sementara Ileana berjalan di belakang Davie. Pria itu mengetuk pintu rumah tersebut beberapa kali. Sampai akhirnya ada satu wanita paruh baya muncul dari balik pintu yang sedang terbuka itu."Halo, Tante," Davie m
Pukul sebelas malam, Davie masih belum bisa memejamkan mata. Ucapan Emma mengenai Ayahnya, Khairil Handaru, selalu terngiang di telinganya. Apa yang sebenarnya terjadi? Hal besar apa yang sedang disembunyikan oleh Khairil? Lalu, siapa wanita yang menjadi selingkuhan Khairil? Pertanyaan itu tentu saja terus berputar di kepala Davie.Berulang kali Davie mencoba memejamkan mata, namun tetap tidak bisa. Karena kesal tidak bisa tidur nyenyak, Davie memutuskan untuk pergi ke dapur. Ia berniat membuat susu cokelat hangat. Biasanya ia selalu melakukan itu saat dirinya tidak bisa tidur.Tapi, baru beberapa langkah Davie turun dari tangga, tak sengaja ia mendengar suara Khairil sedang mengobrol dengan seseorang. "Papa lagi ngomong sama siapa ya?"Davie melangkah pelan menuruni anak tangga. Ia mengintip sedikit dari balik sekat tembok yang mengarah ke ruang keluarga. Setelah mengintip, ternyata Khairil sedang menghubungi seseorang. Nada bicara Khairil juga terlalu intim dan sesekali pria itu ter
Davie masuk ke ruangan dengan wajah kusut. Ia bahkan mengabaikan beberapa sapaan dari para karyawan yang berpapasan di lobi. Davie benar-benar tidak bersemangat hari ini. Ia kesal pada sikap Khairil yang jauh berbeda dari sebelumnya. Baru kali ini Davie melihat karakter asli Khairil.Pria itu duduk di kursi kerja sambil menghela napas lelah. Ia mengusap wajahnya dengan kasar lalu beralih mengusap pipi yang sempat ditampar oleh Khairil."Aku nggak nyangka sama sikap Papa. Apa selama ini, Mama selalu nutupin keburukan Papa dari aku? Aku nggak bisa bayangin gimana tertekannya Mama ngelihat sikap Papa yang kayak gitu," gumamnya kesal.Beberapa saat kemudian, terdengar suara ketukan pintu dari luar. Davie melihat ke arah pintu dan meminta si pengetuk itu masuk ke dalam. Ternyata yang masuk adalah Ileana. Seketika amarah yang membuncah, mereda saat melihat wajah cantik Ileana.Davie berdiri dari kursinya dan menghampiri Ileana. "Kamu kok tumben mau ke ruangan aku tanpa disuruh?" tanyanya de
Davie keluar dari ruangan setelah selesai berbicara dengan Naura. Untuk sementara, wanita itu ia biarkan istirahat di dalam ruangannya. Sedangkan dirinya memutuskan untuk pergi ke ruang produksi, sekadar ingin melihat calon istri idamannya, Ileana.Pria bertubuh maskulin itu berjalan santai menyusuri lorong menuju ruang produksi. Beberapa karyawan wanita yang tak sengaja berpapasan dengannya pun langsung salah tingkah saat menyapanya. Tapi sayang, Davie tidak menanggapi tingkah mereka dan terus saja berjalan menyusuri lorong.Setelah tiba di ruang produksi, semua pekerja tampak sibuk dengan pekerjaannya masing-masing, termasuk Ileana. Davie memperhatikan wajah Ileana yang sedikit kotor saat memperbaiki mesin produksi. Senyum simpul terukir di bibirnya.Saat hendak mendekati Ileana, ada seorang pria yang mendekati wanitanya lalu memberikan beberapa lembar tisu pada Ileana. Tentu saja hal itu membuat Davie cemburu setengah mati. Ia juga baru pertama kali melihat pria
"Karena dia itu, calon istri saya. Jadi, kamu harus jaga jarak."Mendengar pernyataan Davie, Dimas pun terlihat syok. Pasalnya, Ileana tidak menceritakan tentang ini padanya. Ia menganggap Ileana wanita single yang tidak memiliki hubungan apapun dengan pria lain. Itu sebabnya Dimas tidak canggung untuk mendekati Ileana.Davie yang melihat perubahan ekspresi Dimas pun langsung menyeringai. "Kenapa? Kaget ya?"Dimas pun tersadar dan merubah ekspresinya menjadi lebih tenang. Ia berdeham pelan, lalu berkata, "Maaf, Pak. Saya nggak tahu kalau dia calon istri Bapak. Saya kira, dia masih single.""Oke. Saya bisa maklum," ucap Davie. "Tapi setelah ini, jangan dekati dia lagi. Kalau kamu masih dekati dia, kamu bakal berurusan sama aku. Paham?"Dimas mengangguk. "Paham, Pak."Davie berdiri dari kursi, kemudian beranjak pergi dari ruangan itu. Davie merasa puas telah memberi peringatan keras pada Dimas. Ia tidak akan menyerah untuk mendapatkan Ileana. Setelah semua