Share

Part 5

last update Last Updated: 2025-12-01 16:52:34

Samar-samar Zelena mendengar suara-suara. Awalnya lirih, lalu semakin jelas. Suara langkah kaki, dan percakapan percakapan yang tidak bisa ia pahami. Perlahan, kesadarannya mulai kembali.

Ia merasakan sakit di sekujur tubuhnya, terutama di kepala. Matanya terasa berat, namun ia berusaha membukanya. Cahaya putih yang menyilaukan langsung menyambutnya. Zelena mengerjap-ngerjapkan mata, mencoba menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar.

Ia berada di sebuah ruangan serba putih. Bau obat-obatan langsung menusuk hidungnya. Zelena menyadari, ia berada di rumah sakit.

Seorang wanita berjas putih mendekat. Wajahnya tampak ramah dan penuh perhatian.

“Syukurlah Ibu sudah sadar,” ucapnya.

Zelena mencoba mengingat apa yang terjadi sebelumnya. Jeandra, makan malam, jalanan sepi, dan kemudian gelap. Air mata kembali menggenang di pelupuk matanya. Jeandra meninggalkannya.

“Siapa yang membawa saya ke sini, Dok?” tanyanya dengan suara bergetar.

Dokter wanita itu tersenyum tipis. “Tadi ada laki-laki yang menemukan Ibu. Dia membawa Ibu ke sini.”

Zelena terdiam. Seorang pria asing menolongnya, sementara suaminya sendiri meninggalkannya di jalanan. Ironi yang pahit.

“Bagaimana keadaan saya, Dok?”

Dokter itu menarik napas dalam sebelum menjawab. “Kondisi Ibu cukup lemah karena demam tinggi dan kurang istirahat. Tapi ada kabar baik.”

Zelena menatap dokter dengan bingung. Kabar baik? Apa yang bisa menjadi kabar baik dalam situasi seperti ini?

“Selamat ya, Bu. Ibu sedang mengandung.” Dokter tersenyum memberitahu.

Zelena terkejut. Matanya membulat sempurna. Ia tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya.

“Mengandung? Tapi bagaimana mungkin?”

“Usia kandungan Ibu sekitar enam minggu. Mungkin Ibu belum menyadarinya karena beberapa gejala awal kehamilan seringkali mirip dengan gejala penyakit biasa.”

Zelena menggelengkan kepala. “Nggak mungkin, Dok. Saya masih haid tiga hari yang lalu.”

Dokter tersenyum sabar. “Itu bukan haid, Bu. Itu adalah pendarahan implantasi. Pendarahan ringan yang terjadi ketika embrio menempel pada dinding rahim. Banyak wanita yang salah mengira sebagai haid.”

Zelena masih tidak bisa mencerna informasi tersebut. Ia hamil? Setelah sekian lama menunggu dan berharap, akhirnya ia mengandung?

Air mata haru mengalir deras di pipinya. Ia mengelus perutnya dengan lembut. Di dalam sana ada kehidupan baru. Ada buah cintanya dengan Jeandra. Walaupun saat ini ia merasa sangat sedih dan kecewa pada suaminya itu.

Namun, kebahagiaan itu bercampur dengan ketakutan. Bagaimana jika kandungannya kembali lemah dan ia mengalami keguguran lagi?

“Bu, ada pihak keluarga yang bisa dihubungi? Suami Ibu mungkin.” Pertanyaan dokter mengeluarkan Zelena dari lamunan singkat.

“Suami saya, Dok. Tolong hubungi dia.” Zelena lalu menyebutkan sepuluh angka yang harus dihubungi.

Dokter mengangguk dan memberi isyarat kepada seorang perawat untuk segera menghubungi nomor tersebut. Zelena menunggu dengan jantung berdebar kencang.

Beberapa saat kemudian perawat itu kembali dengan wajah menyesal. “Maaf, Bu, nomor yang Ibu berikan tidak bisa dihubungi. Sepertinya sedang tidak aktif atau di luar jangkauan.”

“Coba lagi, Sus. Ini nomor yang benar kok.”

Perawat itu mencoba lagi, namun hasilnya tetap sama. Nada sambung yang terdengar hanya mengatakan bahwa nomor tersebut tidak dapat dihubungi.

Dengan tangan gemetar Zelena mengambil ponselnya sendiri dan mencoba menghubungi Jeandra. Ia berharap ada keajaiban, namun yang ia dapatkan hanyalah kekecewaan yang mendalam.

“Nomor yang Anda tuju sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan. Silakan coba beberapa saat lagi,” suara operator terdengar dingin di telinganya.

Air mata Zelena kembali mengalir. Ia merasa sendirian dan tidak berdaya. Ke mana Jeandra pergi? Mengapa ia tidak bisa dihubungi? Apakah lelaki itu tidak khawatir karena Zelena masih belum pulang ke rumah?

“Saya mau pulang, Dok,” pinta Zelena dengan suara lirih. Ia tidak tahan lagi berada di rumah sakit yang terasa begitu asing. Ia tidak nyaman di sana. Ia ingin pulang ke rumahnya, meskipun ia tahu bahwa di sana pun ia akan merasa kesepian.

Dokter itu tampak ragu. “Tapi, Bu, kondisi Ibu masih lemah. Sebaiknya Ibu istirahat dulu di sini sampai benar-benar pulih.”

“Saya kuat, Dok. Saya mau pulang. Saya nggak bisa istirahat di sini. Saya ingin berada di rumah sendiri.” Zelena bersikeras dengan keinginannya.

Melihat tekad Zelena yang begitu kuat, dokter akhirnya mengalah. “Baiklah, Bu. Tapi kami akan mengantar Ibu pulang. Kami tidak ingin terjadi apa-apa di jalan.”

Malam itu juga pihak rumah sakit mengantar Zelena pulang ke rumahnya. Sepanjang perjalanan pikirannya terus berkecamuk. Ia tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Kehamilan ini membuatnya sedikit gugup. Ia takut tidak bisa menjaganya dengan baik.

Sesampainya di rumah Zelena mendapati bahwa Jeandra belum pulang. Rumah bernuansa putih itu tampak sepi. Ia masuk ke dalam rumah dengan langkah lunglai dan merebahkan diri di tempat tidur.

Air mata terus mengalir di pipinya hingga ia tertidur karena kelelahan.

Keesokan paginya Zelena terbangun dengan perasaan bersemangat. Ia akan menyampaikan pada Jeandra mengenai kehamilannya. Ia melirik ke samping tempat tidur dan mendapati bahwa Jeandra tidak ada di sana. Seketika Zelena merasa kecewa.

Ia menemukan handuk basah di kasur yang berarti Jeandra pulang larut di saat Zelena sudah tidur lalu tadi pergi pagi-pagi sekali di saat Zelena belum bangun.

Ia bangkit dari tempat tidur dan berjalan menuju kamar mandi. Saat bercermin, ia melihat wajahnya yang pucat dan mata yang sembap karena menangis semalaman.

“Aku harus kuat,” gumamnya pada diri sendiri. “Aku harus berjuang untuk diriku sendiri dan untuk anakku. Kali ini anakku harus lahir agar Jeandra mau membalas cintaku.”

Zelena sering mendengar bahwa anak adalah perekat hubungan suami istri. Zelena berharap jika mereka memiliki anak nanti Jeandra akan berbalik mencintainya.

Setelah membersihkan diri, ia memutuskan pergi ke apotik untuk membeli test pack. Ia ingin memastikan sendiri bahwa dirinya benar-benar hamil. Ia tidak sabar untuk melihat hasilnya.

Setelah mendapatkan test pack, Zelena bergegas pulang dan segera melakukan tes kehamilan di kamar mandi. Ia menunggu dengan cemas. Selama beberapa menit jantungnya berdebar kencang.

Akhirnya, ia memberanikan diri untuk melihat hasilnya. Dua garis merah. Positif. Ia benar-benar hamil.

Air mata haru kembali mengalir di pipinya. Ia mengelus perutnya dengan lembut dan tersenyum.

Setelah mendapatkan kepastian tentang kehamilannya, Zelena yang tidak sabar memutuskan untuk menyusul Jeandra ke kantornya. Ia ingin memberitahukan kabar baik ini secara langsung kepada suaminya. Ia berharap Jeandra akan senang dan tersenyum padanya. Senyum yang tidak pernah ia dapatkan selama tiga tahun pernikahan mereka.

Dengan semangat yang baru, Zelena segera berangkat menuju kantor Jeandra. Ia sengaja menggunakan ojek demi menghindari kemacetan.

Setelah ojeknya tiba, Zelena langsung naik. Jalanan begitu padat, tapi udara pagi yang sejuk membuatnya merasa sedikit lebih baik. Ia merapatkan tas di pangkuan, seolah takut test pack-nya akan hilang jika longgar sedikit saja.

Pikirannya penuh oleh Jeandra.

Oleh reaksinya nanti. Oleh bayangan bahwa suaminya itu akan tersenyum, menariknya ke pelukan.

Saat Zelena sedang berangan-angan, suara benturan keras terdengar dari belakang. Motornya ditabrak dengan kuat. Zelena terkejut dan jatuh menghantam aspal.

Ia meringis kesakitan. Seluruh tubuhnya terasa remuk. Satu-satunya yang ingin ia lindungi saat itu adalah perutnya.

Dengan setitik kesadaran yang tersisa, Zelena merogoh handphone di saku celana dan menekan nomor Jeandra yang berada di panggilan terbaru.

Jeandra tidak langsung menjawab. Zelena terus menunggu sambil menahan rasa sakit. Ia tidak sanggup membuka matanya. Napasnya putus-putus.

Lalu suara datar itu terdengar.

“Halo.”

“Je ... tolong ... aku ... kecelakaan ....” Terbata-bata Zelena memberitahu.

Tidak ada jawaban.

Jeandra tahu ini adalah cara lain Zelena untuk mencari perhatian. Perempuan itu memiliki banyak trik yang sudah Jeandra hafal. Tidak mempan dengan cara pura-pura sakit, ia menggunakan cara yang lebih extrem.

“Jeandra ... aku ... nggak ... kuat ... lagi ...,” lirih Zelena dengan tubuh yang bertambah lemah.

“Berhentilah mencari perhatian, Zelena. Aku sibuk. Nggak ada waktu untuk hal-hal begini. Kalau kamu bisa menghubungiku, artinya kamu bisa ke rumah sakit sendiri.”

Jawaban yang Zelena dengar membuat hatinya hancur. Namun, seolah tidak cukup membuatnya luluh-lantak, di ujung kesadarannya Zelena masih sempat mendengar suara yang sangat ia hafal.

Suara Valerie.

“Je, siapa yang nelepon?” tanya suara manja itu.

Hati Zelena tidak berbentuk lagi. Bertahun-tahun mencintai Jeandra secara sepihak ternyata inilah yang ia dapatkan. Zelena merasa sangat bodoh karena telah menyia-nyiakan hidupnya dan merendahkan harga dirinya dengan mencintai orang yang salah. Orang yang sama sekali tidak pantas mendapatkan cinta sebesar ini darinya. Zelena sangat menyesal.

Panggilan telah terputus sejak beberapa saat yang lalu. Di ujung kesadarannya Zelena mendengar suara ambulans yang datang mendekat. Lalu ia tidak tahu apa-apa.

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dikejar Cinta Mantan Suami   Part 6

    Zelena tidak tahu berapa lama dirinya tidak sadar. Yang ia tahu, saat membuka mata ia sudah berada di rumah sakit. Lagi.Sekujur tubuhnya terasa remuk. Kepalanya begitu berat. Lalu perutnya melilit dan menusuk-nusuk.Ia lantas teringat kondisinya yang sedang berbadan dua. Dengan refleks tangannya turun menyentuh perut. "Anakku gimana?" tanyanya panik.Tidak ada apa pun yang menjawab. Hanya senyap. Dan rasa nyeri yang terus menusuk membuatnya semakin cemas.Jantung Zelena berdetak sangat cepat. Ia menoleh ke kiri dan ke kanan, mencari siapa pun. Kamar itu kosong. Napasnya mulai memburu. Ditekannya bel darurat yang ada di samping bed dengan tangan gemetar.Perawat datang dalam hitungan detik."Sus, anak saya, Sus. Anak saya!""Ibu, Ibu tenang dulu. Ada apa?""Anak saya ...." Zelena mengusap perutnya. "Tolong … tolong periksa. Anak saya … saya hamil. Saya … saya kecelakaan ....""Baik, Bu. Tenang dulu ya. Saya panggilkan dokter.""Jangan tinggalin saya." Zelena memohon sambil terus ter

  • Dikejar Cinta Mantan Suami   Part 5

    Samar-samar Zelena mendengar suara-suara. Awalnya lirih, lalu semakin jelas. Suara langkah kaki, dan percakapan percakapan yang tidak bisa ia pahami. Perlahan, kesadarannya mulai kembali.Ia merasakan sakit di sekujur tubuhnya, terutama di kepala. Matanya terasa berat, namun ia berusaha membukanya. Cahaya putih yang menyilaukan langsung menyambutnya. Zelena mengerjap-ngerjapkan mata, mencoba menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar.Ia berada di sebuah ruangan serba putih. Bau obat-obatan langsung menusuk hidungnya. Zelena menyadari, ia berada di rumah sakit.Seorang wanita berjas putih mendekat. Wajahnya tampak ramah dan penuh perhatian. “Syukurlah Ibu sudah sadar,” ucapnya.Zelena mencoba mengingat apa yang terjadi sebelumnya. Jeandra, makan malam, jalanan sepi, dan kemudian gelap. Air mata kembali menggenang di pelupuk matanya. Jeandra meninggalkannya.“Siapa yang membawa saya ke sini, Dok?” tanyanya dengan suara bergetar.Dokter wanita itu tersenyum tipis. “Tadi ada laki-laki

  • Dikejar Cinta Mantan Suami   Part 4

    Selama beberapa detik Zelena terpejam dan menunggu. Tapi tidak terjadi apa-apa. Dengan takut-takut dibukanya mata. Jeandra tetap berdiri di hadapannya, masih dengan wajah dan tatapan yang sama dinginnya. Lelaki itu tidak menamparnya seperti yang Zelena pikirkan. Selama tiga tahun menikah, Jeandra memang tidak pernah melakukan kekerasan fisik. Pikirannya tadi hanya bentuk ketakutan Zelena saja. “Pulang sekarang.” Jeandra mendesis dingin lalu langsung menarik tangan Zelena tanpa memberinya waktu untuk bertanya atau membela diri. Zelena kewalahan mengikuti langkah Jeandra yang cepat. Begitu mereka melewati ruang makan, keluarga Jeandra yang tadi sibuk membicarakan Zelena mendadak diam. Mereka memandang dengan tatapan heran serta puas. Jeandra tidak menoleh. Tidak berpamitan. Ia terus menarik Zelena keluar, membuka pintu rumah itu, dan memasukkannya ke mobil. Jeandra masuk ke kursi pengemudi dengan wajah datarnya kemudian menyalakan mesin tanpa berkata apa-apa. Mobil m

  • Dikejar Cinta Mantan Suami   Part 3

    Sepeninggal Jeandra, Zelena hanya bisa berbaring lemah di tempat tidur. Demamnya tidak kunjung reda. Tubuhnya panas seperti dibakar, tetapi tangannya dingin dan gemetar. Setiap kali ia mencoba berdiri ia kembali jatuh ke tempat tidur.Ia sudah meminum sisa obat penurun panas yang ditemukannya di laci, tetapi tidak banyak membantu.Melihat jam sudah menunjukkan pukul enam sore, Zelena memaksakan diri untuk bangun.Dengan sisa tenaga yang ada, Zelena berjalan terhuyung ke kamar mandi sambil berpegangan pada dinding. Ia membasuh wajahnya dengan air dingin, yang langsung membuatnya menggigil semakin hebat.Saat Zelena keluar dari kamar mandi, Jeandra sudah berdiri di depannya. Lelaki itu baru saja pulang.“Ada acara makan malam keluarga malam ini,” beritahunya datar.“Aku nggak bisa ikut, Je, aku masih sakit,” tolak Zelena lemah.Penolakan itu membuat Jeandra menunjukkan sedikit ketidaksenangannya.“Jangan cari masalah. Kamu udah cukup buruk di mata keluargaku. Kalau kamu nggak ikut, mere

  • Dikejar Cinta Mantan Suami   Part 2

    Setelah mendapatkan kepuasan dari Zelena, dengan cepat Jeandra menarik diri.Jangan pernah berharap ada adegan mencium kening dan mengucapkan kata-kata mesra. Semua itu hanya terjadi dalam angan-angan Zelena, karena kini setelah menaikkan celananya Jeandra berguling ke samping lalu memeluk guling dengan tubuh membelakangi istrinya. Seolah-olah Zelena tidak pernah ada. Seolah tubuhnya tadi bukanlah tubuh wanita yang ia nikahi. Dan memang bagi Jeandra Zelena tidak lebih dari sekadar objek pelepasan hasrat serta tukang bersih-bersih di rumahnya.Zelena yang masih berbaring tanpa sehelai benang pun, menggigil karena demam yang terus memburuk. Ia memandang punggung lebar Jeandra yang saat ini tertidur dengan lelap. Ditariknya selimut untuk menutupi tubuhnya."Je ...," panggilnya. "Aku sakit. Bisa beliin obat?"Jeandra tidak bergerak. Tidurnya terlalu pulas.Zelena menelan ludah yang rasanya pahit. Ia mengumpulkan sedikit tenaga, menggeser badan mendekati punggung Jeandra. Telapak tangannya

  • Dikejar Cinta Mantan Suami   Part 1

    "Je, hari ini hari ulang tahun pernikahan kita. Aku mau kita makan malam bersama untuk merayakannya. Nanti malam kamu bisa cepat pulang?" kata Zelena pada suaminya yang baru keluar dari kamar mandi."Aku sibuk. Nggak ada waktu," jawab Jeandra sambil mengenakan pakaian.Jawaban Jeandra membuat Zelena kecewa. Hari ini adalah hari ulang tahun pernikahan mereka yang ketiga. Hari yang sangat berarti baginya. Ia ingin sedikit saja merayakannya. Tidak perlu ada acara besar-besaran. Cukup dengan makan malam berdua di rumah."Untuk hari ini saja tolong luangkan waktumu sedikit," pinta Zelena yang belum menyerah."Udah kubilang hari ini aku sibuk. Berhentilah melakukan hal-hal yang nggak berguna," jawab Jeandra dengan wajah datarnya, seperti biasa. Lalu lelaki itu pergi meninggalkan Zelena.Zelena hanya bisa menghela napas. Ia sudah terbiasa dengan sikap yang ditunjukkan Jeandra. Selain sikapnya yang dingin, lelaki itu juga hanya berbicara seperlunya. Sedangkan pada orang lain sikap Jeandra beg

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status