Tidak ada yang menyangka, kawanan piranha dari laut dalam di bawah pimpinan Raja Piranha bisa memiliki daya hancur yang begitu mengerikan. Hanya dengan satu kali tabrakan, sebuah kapal pengawal yang panjangnya puluhan meter langsung terbelah dua. Benar-benar tidak masuk akal. Ini tidak bisa disebut kawanan ikan lagi, lebih mirip dengan kumpulan iblis ikan.Piranha dari laut dalam yang biasa saja sudah sangat berbahaya, apalagi yang sudah berhasil menjadi siluman seperti ini. Bukan hanya ukuran mereka lebih besar dan ganas, tetapi memiliki daya hidup yang sangat kuat juga. Meskipun pelabuhan penuh dengan berbagai senjata dan meriam, para pasukan tetap kewalahan saat menghadapi puluhan ribu ekor piranha laut dalam yang sudah menjadi siluman.Jubah perang bermotif naga hitam milik Naim berkibar saat ditiup angin laut dan memperlihatkan pedang dengan hiasan permata yang tergantung di pinggangnya. Dia menatap kapal pengawal yang sudah terbelah dua dan kobaran api di dek pun berkobar di anta
Luther mendarat di dek kapal yang sudah porak-poranda. Cahaya emas di pedang panjangnya perlahan memudar. Di permukaan laut, darah hijau tua dalam jumlah besar mengapung, perlahan menyebar terbawa hujan.Entah sejak kapan, topan di kejauhan telah surut. Awan hitam terbelah, memunculkan secercah sinar matahari yang lama tak terlihat. Sinar matahari jatuh di atas Kapal Penakluk Ombak yang hancur parah.Misandari memegangi pagar kapal yang bergoyang, memandang laut yang perlahan tenang, dan akhirnya menghela napas lega. Siluman gurita tadi memiliki kekuatan setingkat grandmaster, ditambah tubuh raksasa dan kemampuan pemulihan yang mengerikan.Bagi kebanyakan grandmaster, menghadapi siluman sekuat itu sama saja dengan tidak punya peluang sedikit pun. Untung saja ada Luther. Kalau tidak, entah berapa nyawa yang akan melayang kali ini.Kini, laut benar-benar kembali tenang, badai pun mereda. Kapal Penakluk Ombak mengapung di permukaan laut, dek kapal penuh dengan puing, bercak darah, dan pap
"Itu siluman gurita!" Winardi terkulai lemas di ambang pintu kabin, giginya bergemeletuk. "Konon, di Selokan Hitam ada siluman laut yang khusus memakan manusia hidup!"Ketika dia bicara, semakin banyak tentakel menyerang dari segala arah. Ada yang melilit tiang layar, mematahkan tiang yang kokoh itu. Ada pula yang menyusup ke dalam kabin, menghancurkan semua persediaan di dalamnya.Seorang prajurit muda terjerat tentakel dan terangkat ke udara. Dia panik, memanggil nama rekan-rekannya, tetapi tentakel itu melemparkannya jauh ke ombak raksasa yang segera menelannya bulat-bulat.Kapal miring hebat, banyak orang tak mampu berdiri dan terguling ke sisi dek lainnya. Seorang petugas medis memeluk kotak obat, hendak menolong prajurit yang terluka, tetapi tentakel tiba-tiba menghantamnya hingga terjatuh. Kotak obat terlepas, isinya berhamburan dan basah oleh air laut.Salah satu lubang isap di tentakel mencengkeram kaki petugas medis itu. Dia meraung kesakitan, menatap ngeri saat tubuhnya dise
Misandari menatap tumpukan peta laut yang menggunung di atas meja. Ujung jarinya mengusap perlahan kertas rami yang telah menguning. Jalur pelayaran yang digoreskan dengan bubuk sinabar itu seperti bekas darah yang membeku, memantulkan kilauan aneh di bawah cahaya lilin.Saat Luther mendorong pintu masuk, dia tepat melihat Misandari sedang menyelipkan setumpuk buku catatan kulit tebal ke dalam sebuah kotak kayu cendana ungu. Dari celah halaman, tampak kata-kata seperti "persediaan air tawar", "rasio bekal kering" .... Jelas, itu adalah rencana matang untuk pelayaran jarak jauh."Apa ada kabar dari para nelayan?" tanya Luther.Misandari mengangkat pandangan. Matanya memantulkan senja yang kian pekat di luar jendela. "Lahna baru kembali dari pelabuhan nelayan. Dia menemukan seorang kakek nelayan bernama Wirandi. Katanya, tiga tahun lalu di dekat Selokan Hitam, dia pernah melihat fatamorgana laut.""Istana megah seakan-akan menggantung di awan dan di depannya ada batu nisan bertuliskan 'G
Saat perintah dari Edgar sudah disampaikan, reaksi dari berbagai pihak pun berbeda-beda.Saat itu, Naim sedang berada di ruang kerjanya dan menghitung keuntungan dan kerugiannya di perjalanan ke wilayah selatan kali ini. Meskipun performanya tidak begitu mencolok, dia tetap lebih unggul jika dibandingkan dengan Nolan dan Nivan. Hanya saja, keunggulan yang begitu kecil itu jelas masih tidak cukup untuk mengubah keadaannya.Pada saat itu, Jaka tiba-tiba bergegas masuk dan melapor, "Pangeran Naim, ada kabar dari istana. Penyakit Raja Edgar makin parah, waktunya nggak lama lagi. Raja Edgar memberi perintah, siapa pun dari keluarga kerajaan yang pergi ke Pulau Dewata Promana dan membawa pulang Pil Abadi akan jadi calon putra mahkota.""Calon putra mahkota?"Mendengar perkataan itu, Naim langsung bersemangat. Namun, tak lama kemudian, dia kembali mengernyitkan alisnya.Naim tentu saja pernah mendengar legenda tentang Pulau Dewata Promana, tetapi semua itu hanya legenda saja. Apakah ada Pulau
Waktu berlalu dengan cepat dan lima hari pun terlewati. Wabah di wilayah selatan akhirnya mereda, hanya saja keadaan di setiap kota besar malah sangat berbeda.Kota Pupa, tempat pertama kalinya wabah meledak malah menjadi kota yang memiliki kerugian paling kecil. Para warga pun mendapatkan penanganan yang baik dan teratur.Selanjutnya adalah Kota Wuga. Karena letak kotanya cukup dekat dengan Kota Pupa dan adanya pertolongan tepat waktu dari Misandari juga. Setelah membayar harga tertentu, mereka pun berhasil memusnahkan wabah mutasi itu.Sebaliknya, Kota Linaer dan Kota Yali memang berhasil memusnahkan wabah, tetapi mereka membayar harga yang sangat mahal. Puluhan ribu warga dibakar dan dibunuh sampai mayat-mayat menumpuk seperti gunung. Meskipun Nolan dan Nivan berusaha menutupi hal itu dengan alasan untuk mencegah penyebaran wabah, berita itu tetap tersebar.Dalam sekejap, seluruh negeri pun menjadi gempar. Ada yang memaki Nolan dan Nivan itu kejam, tetapi ada juga yang menganggap ti