Share

Bab 15

Author: Aku Mau Minum Air
Luther tidak menyangka bahwa dia tidak memiliki kredibilitas sama sekali di hati Ariana. Setelah menjalani 3 tahun pernikahan, apakah posisi Luther bahkan lebih rendah daripada orang asing?

"Iya ... aku adalah orang jahat, sedangkan Wandy adalah orang baik. Aku mencemarkan nama baiknya, apa kamu puas sekarang?" ujar Luther mencemooh dirinya sendiri.

Ketika sebuah kepercayaan telah hilang, seberapa banyak pun penjelasan yang diberikan, tetap saja tidak akan ada gunanya.

"Sikap macam apa ini? Memangnya aku menuduh?" tanya Ariana seraya mengernyit.

"Tidak menuduh, memang aku yang bermulut besar. Aku pantas diperlakukan seperti ini," pungkas Luther dengan nada dingin.

"Kamu benar-benar keras kepala!" Ariana merasa agak kesal. Dia tidak menyangka Luther akan menjadi orang seperti ini.

Hanya karena cemburu, Luther dengan sengaja mencemarkan nama baik orang dan bahkan tidak menunjukkan penyesalan.

Apakah setelah perceraian itu, kini Luther telah sepenuhnya melepaskan topengnya?

"Sudahlah, Ariana. Jangan terlalu marah." Tiba-tiba, Wandy berpura-pura baik dengan berkata, "Melihat hubungan kita semakin dekat, wajar saja kalau Luther cemburu. Aku nggak menyalahkannya. Lagi pula, semua orang pasti bisa membuat kesalahan."

"Lihatlah Wandy, dia bahkan berbalik membelamu!" bentak Ariana yang terlihat frustrasi.

"Kalau kamu benar-benar berpikir seperti itu, aku juga tidak bisa berkata apa-apa lagi," ujar Luther dengan ekspresi dingin.

"Huh! Menurutku, kamu hanya merasa bersalah!" Julie berkata dengan merendahkan, "Sudah nggak punya kemampuan, tapi masih suka keras kepala. Benar-benar menjijikkan!"

"Pikirkan sesuka hati kalian." Luther tidak mau repot-repot berdebat dengan mereka. Kemudian, dia langsung beranjak pergi.

Tepat pada saat itu, seorang pemuda berambut keriting masuk melalui pintu. Pemuda itu mengenakan kacamata hitam, mulutnya mengisap sebuah cerutu, serta gayanya juga tampak angkuh.

"Wah, ramai sekali di sini!" Aidan tersenyum lebar sambil melihat ke sekeliling.

Namun, ketika pandangannya jatuh pada Ariana, dia seketika terpaku.

Matanya seolah-olah ingin menyemburkan api dan terlihat penuh gairah.

"Ckckck .... Nggak disangka, aku beruntung sekali bisa melihat wanita secantik ini malam ini!"

Aidan menjilat bibirnya, lalu langsung mendekati Ariana dengan senyuman, "Cantik, sepertinya kamu terlihat tidak asing. Apa kita pernah bertemu?"

Ariana melirik sekilas, tetapi tidak tertarik untuk menggubrisnya.

"Cantik, kalau bisa bertemu, tandanya kita berjodoh. Gimana kalau kita pergi minum bersama?" ajak Aidan.

"Nggak tertarik." Ariana menolak dengan tegas.

"Minat bisa dipupuk dengan uang."

Aidan menggosok dagunya sambil tersenyum jahil, "Begini, terus terang saja. Asalkan kamu mau tidur denganku satu malam, sebutkan harganya sesuka hatimu."

"Pergi sana!" bentak Ariana mengusirnya.

"Wah, galak juga, ya? Tapi aku suka!" ujar Aidan makin bersemangat sambil tersenyum.

Usai berbicara, dia hendak meraih tangan Ariana.

Plak!

Ariana yang suasana hatinya sedang buruk langsung menampar wajah Aidan. Jejak telapak tangannya membekas dengan jelas di wajah Aidan.

"Kamu ... berani menamparku?"

Aidan mengelus wajahnya yang perih, ekspresinya langsung menjadi muram.

"Ya, aku memang menamparmu. Mau apa kamu?" tantang Ariana dengan nada dingin.

"Persetan denganmu! Akan kuberi pelajaran!"

Aidan sangat marah. Dia hendak menyerang, tetapi langsung dihalangi oleh Wandy yang mendorongnya.

"Sialan! Berani-beraninya berbuat onar di sini, sudah bosan hidup ya kamu?" Wandy menatap Aidan dengan tajam.

Bukankah cari masalah namanya Aidan menggoda wanita Wandy di hadapannya sendiri?

"Bocah! Kusarankan jangan ikut campur dalam urusan ini. Kalau nggak, tanggung sendiri akibatnya!" ujar Aidan dengan serius.

"Heh, kamu mengancamku? Ayo, aku malah penasaran apa yang bisa kamu lakukan!" Wandy memprovokasi Aidan dengan mengacungkan tangannya.

"Cari mati kamu!"

Tanpa berkata-kata lagi, Aidan mengepalkan tinjunya.

Wandy dengan mudah menghindarinya, lalu dengan cepat membalas dengan sebuah pukulan yang keras mengenai wajahnya.

Aidan terhuyung-huyung sejenak, darah hidungnya langsung mengalir.

"Berani menyerangku? Aku ini terlatih, tahu!" ujar Wandy sambil tertawa sinis.

"Tuan Wandy hebat sekali bisa memukul penjahat seperti itu!" Julie terus memberikan pujian.

"Benar! Pukulan yang bagus!"

Beberapa tamu yang menyaksikan pertikaian itu juga bertepuk tangan dengan semangat.

Melihat sorak sorai penonton, Wandy langsung menjadi sombong. Akhirnya, dia punya kesempatan untuk menjadi pahlawan. Puas sekali rasanya!

"Bocah sialan! Apa kamu tahu siapa aku? Kamu berani memukulku?" Aidan menggertakkan giginya dengan marah.

"Aku nggak peduli siapa kamu! Kalau kamu nggak mau mati, pergilah dari sini!" teriak Wandy mengancamnya.

"Begitu, ya? Kalau begitu, kalian semua jangan kabur!" Setelah ucapan itu dilontarkan, Aidan buru-buru pergi.

"Huh! Berani-beraninya berlagak hebat di depanku? Nggak tahu diri!" Wandy mencibir.

"Tuan Wandy, hebat sekali Anda! Hanya dengan satu pukulan saja, orang itu sudah lari terbirit-birit!" Julie berkomentar dengan mata yang berbinar-binar.

"Hehe, pengecut seperti itu nggak ada apa-apanya bagiku!" pungkas Wandy sembari tersenyum bangga.

Ternyata berlatih bela diri sangat berguna dalam situasi kritis.

"Untung saja ada Wandy yang membantu. Kalau nggak, kita pasti akan kalah melawan penjahat seperti itu."

"Kalau ada masalah, hubungi aku kapan saja, aku akan memastikan keamanan kalian!" Wandy mengangkat kepalanya dengan angkuh.

Kesempatan untuk memperlihatkan kehebatannya ini tidak boleh terlewatkan.

"Bu Ariana, kamu lihat itu? Itu yang namanya pria sejati!" ujar Julie. Kemudian, dia menatap ke arah Luther dengan tatapan mencemooh, "Nggak seperti seseorang, tahunya hanya diam saja ketika bertemu dengan masalah. Benar-benar pengecut!"

Ariana tidak berkata apa-apa. Hanya saja, kekecewaan dalam hatinya semakin mendalam.

Ketika menghadapi bahaya barusan, Luther hanya berdiri di samping tanpa melakukan apa-apa dan tidak berniat untuk membantu.

Status mereka sekarang memang hanya mantan, tetapi bahkan orang biasa pun tidak akan diam saja ketika melihat seorang wanita menghadapi bahaya, bukan?

Sebelumnya, Ariana tidak menyadarinya. Namun, sekarang dia baru menyadari betapa pengecutnya Luther. Dibandingkan dengan Wandy, perbedaan mereka terlihat sangat jauh.

"Kepung semua tempat ini!"

Pada saat itu, tiba-tiba terdengar keributan.

Aidan yang sebelumnya pergi dengan marah-marah, kini telah kembali dengan penuh semangat.

"Pukulan tadi belum cukup? Kamu masih ingin aku memukulimu lagi?" ujar Wandy sambil melangkah maju dengan berani.

Namun, ketika Wandy melihat rombongan pengawal berbadan kekar di belakang Aidan, senyum di wajahnya langsung menjadi kaku.
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dikejar Lagi oleh Istri CEOku   Bab 2622

    Orang tua itu menggunakan Teknik Pelarian Tanah, melesat di dalam tanah berlumpur. Meskipun tadi dia bersembunyi dengan sangat baik, saat altar dihancurkan, dampaknya tetap mengenainya.Energi internal di tubuhnya menjadi kacau, organ dalam terasa nyeri. Namun, saat ini dia tak peduli pada lukanya. Dia harus secepat mungkin menuju istana bawah tanah untuk melapor pada tetua agar mereka bisa memindahkan markas.Pintu masuk istana tersembunyi di antara akar-akar pohon beringin berusia ribuan tahun. Tanpa mengetahui rahasianya, bahkan menggali 100 meter pun tak akan menemukannya.Orang tua itu melesat cepat, membakar energi dalam tubuhnya. Setelah menembus tanah selama belasan menit, akhirnya dia mendekati lokasi istana. Dia menjentikkan tiga jimat tulang dari ujung jarinya.Akar beringin itu seakan-akan hidup, perlahan membuka, menampakkan lorong gelap. Begitu dia masuk, tanah di belakangnya langsung menutup rapat.Buk! Tubuh tuanya terjatuh di lantai ubin. Energi dalam tubuhnya sudah ha

  • Dikejar Lagi oleh Istri CEOku   Bab 2621

    Cahaya emas di tubuh Luther tiba-tiba memuncak, bagaikan matahari terik yang menggantung di atas rawa.Menghadapi sangkar darah milik Tangan Darah, pusaran serangga guna-guna dari Hati Racun, serta hujan jarum tulang yang ditembakkan Wajah Tulang, bukannya mundur, Luther malah tersenyum dingin."Dengan trik rendahan seperti ini, kalian mau pamer di depanku?" Detik berikutnya, Luther merentangkan kedua lengan. Seketika, untaian cahaya emas yang tak terhitung jumlahnya meledak dari dalam tubuhnya, membentuk jaring emas raksasa yang menyapu ke segala arah.Sangkar darah Tangan Darah yang baru saja hendak menutup, langsung tersangkut cahaya emas itu. Benang darah yang tampak sekuat baja pun hancur seperti benang rapuh saat bersentuhan dengan cahaya emas.Tangan Darah terkejut. Dia mencoba menarik kembali benang darahnya, tetapi cahaya emas itu seakan-akan hidup dan merambat cepat ke arah lengannya."Gawat!" Ekspresi Tangan Darah berubah drastis. Dia segera menyalurkan kekuatan untuk memutu

  • Dikejar Lagi oleh Istri CEOku   Bab 2620

    Setelah menuntaskan krisis racun mayat, kebencian Luther terhadap Sekte Tulang Putih sudah mencapai puncaknya.Wabah, kabut merah, racun mayat. Setiap aksi adalah cara keji untuk memusnahkan kota. Meskipun dia telah berjuang sekuat tenaga untuk menggagalkan rencana mereka, tetap saja puluhan ribu warga tewas tanpa sempat diselamatkan. Empat kota besar di wilayah selatan juga mengalami tingkat kehancuran yang berbeda-beda.Ini tak bisa terus dibiarkan. Jika Sekte Tulang Putih kembali menemukan trik baru, entah berapa banyak warga tak berdosa lagi yang akan menjadi korban. Langkah terbaik sekarang adalah mencabut sampai ke akar, melenyapkan Sekte Tulang Putih, mengembalikan kedamaian wilayah selatan.Sesampainya di Kota Pupa, Luther bahkan tak sempat beristirahat. Dia langsung mencari Misandari."Dua kabar. Satu bagus, satu buruk." Begitu bertatap muka, Misandari lebih dulu berbicara."Kabar apa?" tanya Luther."Kabar bagus, anak buahku sudah mengunci lokasi altar Sekte Tulang Putih. Kab

  • Dikejar Lagi oleh Istri CEOku   Bab 2619

    Duar! Sebuah ledakan besar mengguncang bumi.Begitu sosok putih itu jatuh ke tanah, pusaran angin emas berputar di sekelilingnya. Para zombi yang menerjang seakan-akan menabrak penghalang tak terlihat. Tubuh abu kehijauan mereka pun hancur berkeping-keping.Cairan mayat berwarna cokelat kehitaman bercampur pecahan tulang terpercik ke batu bata kota, mengepulkan asap putih berbau amis."Itu dia sang ahli tak tertandingi!" Entah siapa yang berteriak, warga yang semula meringkuk karena ketakutan kini bersorak riuh.Saat krisis kabut merah melanda Kota Linaer sebelumnya, mereka melihat jelas bagaimana sosok putih bak dewa itu menyerap seluruh kabut merah dengan kekuatan luar biasa, menyelamatkan Kota Linaer dari bencana.Kini, zombi mengepung kota kuno. Melihat kembali sosok putih yang familier itu tak ada bedanya dengan menemukan penyelamat."Akhirnya dia datang!" Nolan menggenggam pedangnya yang meneteskan darah, memandang sosok berjubah putih itu yang beraksi seperti tak ada lawan. Dia

  • Dikejar Lagi oleh Istri CEOku   Bab 2618

    Tembok kuno di Kota Linaer memantulkan cahaya biru yang dingin di bawah cahaya senja dan masih tersisa anak panah berkarat dari ratusan tahun yang lalu di celah-celah batu batanya.Nolan berdiri di atas benteng dengan sepatu militer menginjak kerak darah yang membeku sampai berderak. Pedang di pinggangnya baru saja menebas zombi, tetapi darah yang menetes dari ujung pedangnya langsung membeku saat menyentuh tembok kota."Gulingkan semua tong minyak ke bawah benteng dan para penembak bersiap-siap. Tunggu sampai para bajingan itu mendekat dalam jarak seratus meter baru tembak," teriak Nolan dengan suara serak dan ekspresi ganas.Gerombolan zombi di bawah tembok terlihat seperti ombak hitam yang menerjang maju dan terus mengulurkan lengan mereka yang berwarna abu-abu di bawah cahaya senja. Kuku-kuku zombi di barisan paling depan sudah aus, tetapi mereka masih tetap mencakar tembok itu dengan gila sampai serpihan batu beterbangan.Beberapa zombi yang bertubuh sangat besar memanjat tembok d

  • Dikejar Lagi oleh Istri CEOku   Bab 2617

    Saat cahaya emas terakhir di ujung jari Luther akhirnya menghilang, kepala zombi terakhir di depan pintu gerbang hancur menjadi debu. Cairan hitam muncrat ke atas batu ubin yang sudah tua serta lusuh dan menyebarkan bau amis yang menjijikkan.Nivan pun berdiri dengan bertumpu pada tombak panjangnya yang sudah patah dan napas yang terengah-engah karena kelelahan. Bahkan masih ada serpihan tulang zombi di celah-celah zirahnya. Dia menatap zombi-zombi yang berserakan di tanah, lalu menatap sosok putih di depannya dengan tatapan penuh syukur dan lega."Terima kasih atas pertolongan Senior. Aku nggak akan pernah melupakan budi besar ini," kata Nivan pada sosok putih di udara dengan sangat hormat.Tidak ada noda sedikit pun di pakaian putih Luther. Setelah menatap sisa-sisa tubuh zombi di sekelilingnya dengan tajam, dia mengernyitkan alisnya. "Semua ini hanya prajurit rendahan, mana pasukan utama zombi yang sebenarnya?"Ekspresi Nivan langsung menjadi serius saat mendengar perkataan itu, lal

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status