Arka, pria yang telah lama tak dijamah wanita kini seperti terlahir kembali dari tidur panjangnya. Persetubuan pasca pernikahan siri dengan Ningsih bagai memberi kebahagiaan tak terkira di malam yang dingin. "Ning, kamu tidak berubah, tetap cantik dan mempesona," bisik Arka diiringi desahan kenikmatan. Ningsih, gadis desa yang telah kehilangan keperawanannya oleh Arka kala itu hanya bisa menggeliat pasrah saat tubuhnya terus menerus dijamah dan dinikmati oleh suaminya yang tak lain adalah Arka. Ibarat jodoh takkan kemana, mereka kini dipertemukan lagi dalam pernikahan siri yang serba dadakan. Daripada malu diomongin tetangga akibat tinggal bersama tapi belum nikah, baiknya nikah duluan meski hanya siri. Namun, Arka yang pada dasarnya buaya tentu takkan puas bercinta dengan gadis desa yang pasif. Tiba-tiba ia kembali teringat pada sosok Aneta, wanita kembaran mantan istrinya yang sangat seksi dan menggoda hingga membuatnya ketagihan untuk terus menerus bercinta dengannya. Kee
Arka melangkahkan kakinya yang terasa berat. Digendongnya anak laki-laki yang selama ini diharapkan hadir oleh ibunya, Ayu. Namun, rasa puas itu tak muncul dalam benaknya, kegelisahan justru membayangi dan menjadi luka dalam hati."Mas, kamu ke mana aja?" Ningsih menyapa dengan celemek lusuh yang dikenakan setelah memasak makan malam.Arka tak menjawab, hanya tersenyum kecil lalu meletakkan anak laki-lakinya tidur di kamar. Tak ada napsu makan yang membayang sebab tamparan kenyataan membuatnya merasa kenyang."Mas, makanlah! Aku dan ayah sudah makan! Besok penghulu akan datang atas permintaan ayah," ujar Ningsih sambil tetap duduk di kursi makan untuk menemani kekasih hati yang telah lama menghilang.Dengan tangan gemetar, Arka mulai menyendok nasi goreng yang telah dingin meski tak sedingin hati yang hampa sebab ketiadaan cinta dari istri dan anaknya. Penolakan Aruna, anak yang begitu dirindukan seolah menjadi peluru tajam yang menembus jantungnya."Mas kenapa nangis?" Ningsih terlih
"Sebenarnya aku ke sini hanya ingin meminta maaf pada Bapak, Ningsih dan anak yang telah aku tinggalkan. Saat itu aku memang egois, memikirkan kesenanganku sendiri, aku sungguh menyesal." Arka mengatakan semua yang dirasakan dengan mata berkaca-kaca. Ia kembali menatap anak laki-laki tampan dan lucu yang kini duduk di pangkuannya. Mereka baru pertama ketemu tapi sudah seperti mengenal cukup lama. "Aku mungkin bisa memaafkan tapi tidak melupakan. Jika hanya itu yang ingin kau katakan, pergilah!" Ayah Ningsih sengaja mengusirnya, bahkan bangkit dari duduknya hendak membuka pintu. "Ayah! Tunggu! Jangan usir Mas Arka! Dia kini hidup sendirian! Aku menemukannya di pasar, sedang bekerja mengangkat beras! Kenapa kita tidak memperkerjakan dia, bukankah kita membutuhkan orang?" Ningsih mencoba membujuk ayahnya kembali, keinginannya untuk hidup bersama Arka masih begitu kuat terlebih buah hatinya terlihat nyaman dengan kehadirannya. "Ning! Cukup! Pria ini adalah orang yang memperko
Arka mulai nampak kelelahan, sesekali mengusap keringat yang membasahi pelipisnya. Di tatapnya jam dinding di dalam gudang sembako yang bertengger di sudut ruang, tepat pukul 10 pagi, artinya jam kerjanya masih kurang beberapa jam lagi. "Mas, kamu pucat, istrihatlah," ujar salah satu teman kulinya. Arka yang merasa pusing, memutuskan untuk rehat sejenak, mungkin dirinya terlalu bekerja keras. Tiba-tiba terdengar langkah kaki mendekatinya. Kini seorang wanita berdiri di hadapannya. "Mas, Arka?" Arka menatap wanita itu dengan memincingkan matanya, cantik dan terasa tidak asing, seperti pernah mengenalnya. "Mas, ini aku Ningsih, kamu kemana saja, Mas? Anak kita sudah lahir, laki-laki tampan." Arka mengernyitkan dahinya, Ningsih? Anak laki-laki? Seketika itu dia teringat pada kesalahan masa lalunya. Di saat proses cerai dengan Anna dan kumpul kebo dengan Clara, dia justru berselingkuh dengan Asih dan Ningsih. Debaran jantung tak terbendung, rasa sesak di dada mulai menyelimu
"Mas, kamu kenapa?" Anna nampak panik melihat Adrian mengeluhkan sakit kepala, wanita itu bergegas keluar memanggil dokter. Adrian, seorang dokter obgyn yang memutuskan untuk menikahi Anna, janda beranak kembar. Semua tidak mudah sejak rencananya untuk menikahi ditentang oleh keluarga besarnya karena status janda yang melekat pada calonnya. Saat restu telah dicapai, ujian lain justru datang dari orang ketiga, Aneta, saudara kembar istrinya. Adrian tengah memegangi kepalanya yang terasa sakit, kilatan memori muncul bagai film lama yang telah usang. Di sebuah hotel, persetubuhan terlarang, wanita bertato kupu-kupu muncul kembali dalam benaknya, terasa sangat menusuk dada. Kilatan memori lain muncul, rumah sakit, ruang kerja, persetubuhan terlarang, suster seksi dan tato itu lagi. Adrian merasakan tubuhnya melemah, keringat dingin membasahi pelipisnya dan pingsan. Saat membuka mata, Adrian telah mendapati dirinya di ruang kerjanya. Anehnya dia melihat dirinya sendiri sedang sibuk
Sudah seminggu Aneta atau Anni, kembaran Anna bekerja sebagai suster yang merawat Adrian, terutama mengecek kondisi kesehatan secara berkala dan melakukan terapi agar ingatan yang hilang dapat segera kembali. Anna, Anni dan Adrian sedang berjalan-jalan di taman kota sore hari sambil menikmati keindahan senja yang mengukir pemandangan langit yang begitu indah. Tiba-tiba lewat jajanan yang begitu disukai Adrian, roti goreng. Anna bergegas menghampiri meninggalkan suami dan kembarannya berdua saja. "Pak Adrian, apakah kamu sama sekali tidak mengingat aku?" sapa Aneta, mungkin ini waktu yang tepat untuk berbicara, pikirnya. Adrian termenung, mencoba memahami arah pembicaraan itu. Ia mengernyitkan dahinya, sambil mencoba menatap suster Aneta lebih dekat. Tiba-tiba muncul kilatan ingatan saat mereka sedang bercumbu di ranjang terlarang, desahan Aneta kala itu membuat kepala Adrian terasa pusing hingga tubuhnya bergetar, melemah, nyaris pingsan. Adrian belum bisa mengenali wanita y