Hari itu Arka berpamitan pada ibunya terkait kepulangannya ke kota. Ia tidak mungkin berlama-lama di kota kelahirannya itu. Hal ini dikarenakan 3 hari lagi sikembar akan masuk sekolah. Selain itu, ia juga mendapat kabar bahwa ada toko bunga yang baru buka di lokasi kerja dia yang dulu, ia mendapat kabar dari teman setongkrongan di warkop tempat ia biasa bermain game. Besar harapannya untuk dapat bekerja di bidang yang menurutnya sesuai dengan kemampuannya tersebut.
Perjalanan tidak memakan waktu lama karena ia berangkat setelah shubuh. Perjalanan di tempuh tanpa hambatan, mesti ia nampak ogah-ogahan karena perasaannya pada Anna mulai berubah. Ia merasa Anna akhir-akhir ini terlalu mengaturnya, apalagi untuk program hamil anak laki-laki. Ia malas harus bertemu dokter yang pasti memintanya untuk gaya hidup sehat dan tidak boleh begadang, hal itu cukup menyiksa baginya yang kecanduan game online dan perokok aktif. Sepanjang jalan ia terus diberondong dengan pikiran-pikiran melelahkan tersebut. Akhirnya ia sampai di rumah dengan selamat. Terlihat Anna dan Arini menyambut kedatangan mereka dengan penuh kebahagiaan. Sesampainya di rumah, Arka seperti menghindari percakapan dengan Anna. Ia mulai menghindar saat Anna memulai percakapan dengannya. Saat itu Anna masih berpikir mungkin suaminya lelah pasca perjalanan, tanpa disadari hari mulai masuk sekolah telah tiba. Akhirnya perhatian Anna tercurahkan pada persiapan sekolah si kembar dan kegiatan mengajarnya di sekolah. Anna mulai berfokus pada tes PPG agar ia lebih sejahtera, jika ia lolos tes maka keuangan keluarga akan meningkat, karena setiap tiga bulan, ia akan mendapat tunjangan dari pemerintah. Hari itu, Arka menuju toko florist yang berlokasi sama dengan toko lamanya. Di papan toko tertulis “Clara florist” awalnya ia merasa tidak asing dengan nama itu, langkahnya sempat tertahan karena ia tiba-tiba teringat mantan pacarnya saat sekolah dulu, Clara. Ketika ia membuka pintu toko tersebut, ia terkejut melihat perempuan yang dulu sangat ia cintai. Meski tidak lama menjalin hubungan, sosok Clara di mata Arka begitu sempurna, karena semasa mudanya cintanya telah habis pada Clara. Meski Clara pernah meninggalkannya tanpa kabar sekalipun. “Arka, kamu beneran Arka,” Sapa perempuan bertubuh tinggi, seksi dan putih itu, mesti terlihat beberapa “permak” di hidung, bibir, payudaranya. “Iya, aku Arka, pacar kamu waktu SMA, kemana kamu selama ini Clara? Kamu menghilang bahkan sebelum kita lulus,” tanya Arka seperti mengharapkan sebuah jawaban dari pertanyaan yang selama ini menghantuinya. “Maaf Arka, waktu itu ada problem di keluargaku, aku harus pindah dari sekolah dimana kita ketemu dulu, maaf, kamu sekarang gimana kabarnya, sudah menikah belum?” tanya Clara dengan penuh kesungguhan, seolah-olah dia berharap masih memiliki kesempatan bersama Arka. Entah setan apa yang merasuki Arka, tiba-tiba ia teringat perkataan ibunya ketika ia mudik kemarin. “Aku lagi proses cerai dengan istriku, ada problem yang bikin aku nggak nyaman sama dia, mungkin karena sekarang aku menganggur jadi aku seperti nggak ada harga dirinya dimatanya,” tutur Arka dengan raut wajah kesedihan yang ia buat senatural mungkin. “Aku turut bersedih atas apa yang kamu alami, kalau gitu kamu kerja sama aku aja ya, karna tokoku juga masih baru, butuh pegawai banyak, toko ini baru aja dibelikan papaku, dia pengen aku bisnis yang sesuai sama hobiku, yakni merangkai bunga” ucap Clara dengan penuh semangat. Mendengar penuturan Clara, hati Arka terasa berbunga-bunga. Ia merasa mendapat durian runtuh, mendapat pekerjaan dan berkesempatan dekat lagi dengan mantan pacarnya. Hari pertama pembukaan toko, semua terlihat sibuk, beberapa karyawan terlihat merapikan toko dan mulai bertransaksi dengan pembeli. Namun disudut toko tersebut terlihat Clara dan Arka semakin intens berkomunikasi, mereka saling bertukar cerita tentang apa saja yang mereka alami selama mereka berjauhan. Tak terasa waktu sudah menunjukkan jam tutup toko, Clara mengajak Arka untuk makan di restoran jepang kesukaannya, Arka tentunya tidak melewatkan kesempatan ini. Dengan mengendarai mobil Clara, mereka berdua berjalan menuju restoran tersebut. restoran itu nampak ramai, terlihat orang-orang sedang berbincang-bincang sambil menikmati makanan mereka. Clara dan Arka berjalan sambil bergandengan tangan, terlihat mereka seperti sepasang kekasih yang sedang di mabuk cinta. Kerinduan yang mendalam seolah menjadi penguat tindakan mereka, saling pandang bahkan tak segan untuk menunjukkan kemesraan di depan umum, seperti pasangan muda-mudi pada umumnya. Arka seolah melupakan siapa dirinya sebenarnya. Clara mulai memanggil pelayan dan memesan makanan untuk mereka. Terlihat sorot mata perempuan itu tidak bisa lepas dari lelaki yang masih berstatus suami orang. Meski berdalih sedang dalam proses cerai, hal itu tidak mengurungkan niatnya untuk terus dekat dengan mantan pacarnya itu. lelaki itu masih terlihat mempesona di matanya, karena dulu Clara tidak memiliki siapapun di sekolah, orang-orang disekitarnya menilainya sombong dan sulit bergaul. Hanya Arka yang selalu setia disampingnya hingga tumbuh rasa cinta di antara mereka. Pasangan muda itu terus bernostalgia akan kebersamaan mereka di masa lalu. Anna mulai terlihat panik, ia terus melihat jam di dinding, Pkl 21.00 WIB. Bahkan si kembar sudah tidur. Tidak biasanya sang suami belum pulang, bahkan ia tidak bisa dihubungi. Arka bak menghilang ditelan bumi sejak pagi saat ia pergi dengan alasan mencari kerja. Tepat pukul 22.00 WIB terlihat mobil mewah berhenti di depan rumah mereka. Anna mencoba mengintip di jendela, berharap sang suami muncul dari dalam mobil itu, meski hatinya menolak, mana mungkin Arka naik mobil itu, mobil yang tidak ramah untuk orang biasa. Tak disangka Arka keluar dengan membawa beberapa paper bag, seperti orang habis belanja. Ia berjalan dengan riang gembira. Sembari mengetuk pintu berharap ada orang yang segera membukanya. “Darimana kamu mas, kenapa dihubungi dari tadi tidak bisa?” Anna menatap tajam suaminya sambil memberikan jalan agar suaminya bisa masuk. “Tadi aku ada acara makan sama bos dan teman-teman, aku sudah kerja di tempat baru milik temen SMAku dulu, ini ada lebihan saat makan-makan tadi, kamu simpan untuk sarapan besok.” Ucap Arka sambil berlalu, ia terlihat tidak ingin terlibat percakapan dengan Anna. Ia bergegas menuju kamar mandi yang letaknya berada di dalam kamar sepasang suami istri itu. Malam itu Arka terlihat sudah tertidur lelap membiarkan Anna masih dengan pikiran-pikirannya. Ia sebenarnya senang saat mengetahui suaminya kembali bekerja tapi entah mengapa ia merasakan firasat buruk. Ia mencoba berpikir positif, mungkin ia hanya cemas saja. Ia bahkan sudah tidak sabar untuk lanjut promil lagi, karena hasilnya menunjukkan bahwa ia baik-baik saja, selanjutnya adalah Arka harus di tes kesehatan untuk mengetahui kondisi kesuburannya. Ia berharap dengan kondisi ekonomi mereka yang mulai pulih, suaminya bersedia menjalani promil bersamanya. Ketika hendak terlelap, Anna tanpa sengaja melihat layar pesan di hp suaminya.. “Clara…?” gumam Anna.Beberapa hari kemudian ... Kematian Andrew, kakeknya menjadi luka mendalam bagi Aruna. Gadis remaja itu menangis tenggelam dalam duka karena sosok orang tua yang menjadi panutan kini telah tiada. Tak banyak pelayat di rumahnya, hanya Arka, istri dan ibunya yang datang. Tak ada raut kesedihan dalam diri mereka kecuali hanya rasa kasihan pada Aruna, gadis yang selama ini merawatnya. "Nak, ayo pulang, mau sampai kapan kamu berada di sini?" Arka mengajak Aruna untuk bangkit dari pusara kakeknya. Gadis remaja yang tak punya siapa-siapa kecuali ayahnya akhirnya mengikuti apa yang diperintahkan padanya. Ningsih terlihat sangat senang dengan kehadiran Aruna, ia telah lama menginginkan anak perempuan justru bersemangat dengan kehadiran anak tirinya. Namun, rona kelabu tak juga berakhir dari hidupnya, ia dihadapkan dengan pandangan kakek tiri yang tak ramah. "Siapa gadis ini? Kalian kira rumahku tempat penampungan?" bentak Ayah Ningsih yang tak menyukai kehadiran Aruna. "Ayah, d
"Papa, maafkan aku semua kesalahanku," tutur Arka yang tak mampu lagi berucap, melihat ayah kandungnya yang nyaris sekarat membuat segala kebencian masa lalunya sirna. Bukan tanpa alasan, Arka tahu ayah kandungnya setelah bercerai dengan Anna. Sang ibu sengaja merahasiakannya karena malu telah berselingkuh dari suaminya. Ayah biologis Arka adalah dokter muda yang kala itu bertugas di desa yang menghantarkan dalam romansa kelam dengan sang ibu. Kedua insan muda kala itu terjerat asmara terlarang hingga lahirnya Arka. Papa Arka pergi begitu saja tanpa kabar saat dia dipindahkan ke kota dan kembali pada pelukan istri dan kedua anaknya. Perselingkuhan masa lalu terbongkar di masa senja keduanya yang berunjung pada penelantaran yang dilakukan oleh mereka, hanya Aruna atau anak Arka yang mau menjaganya. Kini mereka bertiga duduk di sebuah ruang tamu yang hanya beralaskan tikar, sang papa yang lumpuh hanya mampu duduk di atas kursi rodanya. "Papa, kemana Aruna? Apa dia mengajarkan le
Arka, pria yang telah lama tak dijamah wanita kini seperti terlahir kembali dari tidur panjangnya. Persetubuan pasca pernikahan siri dengan Ningsih bagai memberi kebahagiaan tak terkira di malam yang dingin. "Ning, kamu tidak berubah, tetap cantik dan mempesona," bisik Arka diiringi desahan kenikmatan. Ningsih, gadis desa yang telah kehilangan keperawanannya oleh Arka kala itu hanya bisa menggeliat pasrah saat tubuhnya terus menerus dijamah dan dinikmati oleh suaminya yang tak lain adalah Arka. Ibarat jodoh takkan kemana, mereka kini dipertemukan lagi dalam pernikahan siri yang serba dadakan. Daripada malu diomongin tetangga akibat tinggal bersama tapi belum nikah, baiknya nikah duluan meski hanya siri. Namun, Arka yang pada dasarnya buaya tentu takkan puas bercinta dengan gadis desa yang pasif. Tiba-tiba ia kembali teringat pada sosok Aneta, wanita kembaran mantan istrinya yang sangat seksi dan menggoda hingga membuatnya ketagihan untuk terus menerus bercinta dengannya. Kee
Arka melangkahkan kakinya yang terasa berat. Digendongnya anak laki-laki yang selama ini diharapkan hadir oleh ibunya, Ayu. Namun, rasa puas itu tak muncul dalam benaknya, kegelisahan justru membayangi dan menjadi luka dalam hati."Mas, kamu ke mana aja?" Ningsih menyapa dengan celemek lusuh yang dikenakan setelah memasak makan malam.Arka tak menjawab, hanya tersenyum kecil lalu meletakkan anak laki-lakinya tidur di kamar. Tak ada napsu makan yang membayang sebab tamparan kenyataan membuatnya merasa kenyang."Mas, makanlah! Aku dan ayah sudah makan! Besok penghulu akan datang atas permintaan ayah," ujar Ningsih sambil tetap duduk di kursi makan untuk menemani kekasih hati yang telah lama menghilang.Dengan tangan gemetar, Arka mulai menyendok nasi goreng yang telah dingin meski tak sedingin hati yang hampa sebab ketiadaan cinta dari istri dan anaknya. Penolakan Aruna, anak yang begitu dirindukan seolah menjadi peluru tajam yang menembus jantungnya."Mas kenapa nangis?" Ningsih terlih
"Sebenarnya aku ke sini hanya ingin meminta maaf pada Bapak, Ningsih dan anak yang telah aku tinggalkan. Saat itu aku memang egois, memikirkan kesenanganku sendiri, aku sungguh menyesal." Arka mengatakan semua yang dirasakan dengan mata berkaca-kaca. Ia kembali menatap anak laki-laki tampan dan lucu yang kini duduk di pangkuannya. Mereka baru pertama ketemu tapi sudah seperti mengenal cukup lama. "Aku mungkin bisa memaafkan tapi tidak melupakan. Jika hanya itu yang ingin kau katakan, pergilah!" Ayah Ningsih sengaja mengusirnya, bahkan bangkit dari duduknya hendak membuka pintu. "Ayah! Tunggu! Jangan usir Mas Arka! Dia kini hidup sendirian! Aku menemukannya di pasar, sedang bekerja mengangkat beras! Kenapa kita tidak memperkerjakan dia, bukankah kita membutuhkan orang?" Ningsih mencoba membujuk ayahnya kembali, keinginannya untuk hidup bersama Arka masih begitu kuat terlebih buah hatinya terlihat nyaman dengan kehadirannya. "Ning! Cukup! Pria ini adalah orang yang memperko
Arka mulai nampak kelelahan, sesekali mengusap keringat yang membasahi pelipisnya. Di tatapnya jam dinding di dalam gudang sembako yang bertengger di sudut ruang, tepat pukul 10 pagi, artinya jam kerjanya masih kurang beberapa jam lagi. "Mas, kamu pucat, istrihatlah," ujar salah satu teman kulinya. Arka yang merasa pusing, memutuskan untuk rehat sejenak, mungkin dirinya terlalu bekerja keras. Tiba-tiba terdengar langkah kaki mendekatinya. Kini seorang wanita berdiri di hadapannya. "Mas, Arka?" Arka menatap wanita itu dengan memincingkan matanya, cantik dan terasa tidak asing, seperti pernah mengenalnya. "Mas, ini aku Ningsih, kamu kemana saja, Mas? Anak kita sudah lahir, laki-laki tampan." Arka mengernyitkan dahinya, Ningsih? Anak laki-laki? Seketika itu dia teringat pada kesalahan masa lalunya. Di saat proses cerai dengan Anna dan kumpul kebo dengan Clara, dia justru berselingkuh dengan Asih dan Ningsih. Debaran jantung tak terbendung, rasa sesak di dada mulai menyelimu