Share

Pernikahan

Author: Ririichan13
last update Last Updated: 2024-10-16 14:57:15

Tubuh Andri terhuyung membentur dinding dekat lemari kaca. Napasnya sedikit tercekat, ingin berteriak namun tak bisa karena mulutnya dibekap kuat.

Andri membelalakkan matanya tak percaya saat mengetahui siapa yang menarik tadi.

"Jangan teriak, ini aku, Ndri," ucap Agra dengan wajah tanpa dosa.

"Gimana gak kaget. Kamu tiba-tiba narik aku gitu aja. Mau apa lagi kamu, Mas?" tanya Andri sedikit ketus.

Kedua matanya nampak beradu dengan pandangan Agra yang tajam, hingga akhirnya ia memilih untuk membuang wajahnya ke samping.

"Apa kamu benar-benar mau menikah dengan Arkan, Ndri?" tanya Agra dengan sedikit memelas.

"Apa urusanmu?" tanya Andri ketus.

"Ndri, pikirkan baik-baik, Arkan itu hanya anak idiot, dia juga gak kerja. Aku yakin, kamu pasti gak akan pernah bahagia sama dia," bujuk Agra kembali.

"Terus, apa dengan aku nikah sama kamu, aku akan bahagia?" tanya Andri sedikit ragu.

Agra mengangguk mantap, kedua tangannya kini menyentuh dinding dan berada disisi kanan kiri Andri, sehingga membuat Andri seperti terpenjara oleh tubuhnya.

"Andri, ayolah, jika kau memang mau melanjutkan pernikahan ini, setidaknya jangan mau sama Arkan. Lebih baik, kita lanjutkan saja rencana kita. Ayo, Ndri, kita temui Kakek Gala dan bilang bahwa kamu akan tetap menikah denganku, bukan dengan si idiot itu," rayu Agra kembali sambil membelai lembut wajah Andri.

"Maaf, Mas, aku gak bisa," putus Andri seraya mendorong tubuh Agra sedikit menjauh dari tubuhnya.

Sontak, apa yang dilakukan Andri, mampu menyulut emosi yang Agra tahan dari tadi. Ia pun kembali membenturkan tubuh Andri ke dinding, bahkan kini tangannya berada tepat di leher Andri.

"Kamu menyebalkan sekali, Ndri. Sudah mandul, banyak gaya pula," ucap Agra kesal.

Cengkraman di leher Andri perlahan mulai mengerat, membuatnya hampir kesulitan napas.

'Oh Tuhan, apa hidupku akan berakhir? Arkan, tolong aku,' batin Andri sambil memejamkan matanya.

"Mas Agra, apa yang kamu lakukan?"

Suara bariton yang menggema mampu membuat keduanya menoleh seketika.

Agra pun segera melepaskan cengkeramannya dan sedikit menjauh dari tubuh Andri. Andri yang saat itu masih ketakutan pun segera berlari dan bersembunyi dibelakang tubuh Arkan. Ia menggenggam erat kaos belakang Arkan seolah meminta perlindungan.

"Jangan pernah sentuh wanitaku lagi, Mas!" ucap Arkan memperingatkan.

"Jangan senang dulu, Kan. Kelak, aku akan ambil lagi Andri dari kamu," ucap Agra seraya pergi dari hadapan mereka berdua.

Arkan pun segera menarik tubuh Andri untuk masuk ke dalam kamarnya dan menyuruhnya untuk duduk di sofa.

"Terimakasih. Aku gak tau lagi gimana nasibku kalau kamu gak keluar. Mungkin aku udah ...," Kata-kata Andri langsung terpotong karena Arkan telah melambaikan tangannya.

"Terus, apa sekarang kamu masih mau menikah sama Agra?" tanya Arkan kembali memastikan dan mendapat gelengan dari Andri.

"Nggak! Aku gak mau nikah sama dia, aku takut nanti dia malah nyakitin aku, baik secara verbal ataupun fisik," jawab Andri mantap.

Andri menyenderkan tubuhnya pada sandaran sofa, lalu menetralkan degup jantungnya agar ia tak lagi ketakutan karenanya.

"Ndri, apa kamu datang gak bawa surat?" tanya Arkan yang langsung membuat Andri salah tingkah.

"Em, soal surat itu --," Andri memainkan jari jemarinya.

Karena kelakuan Agra tadi, kata-kata yang telah ia susun pun mendadak hilang entah kemana.

"Ndri, apa kamu gak jadi bikin surat perjanjiannya?" tanya Arkan kembali dan mendapat anggukan dari Andri.

"Ayah bilang, pernikahan bukan untuk main-main, dan sebaiknya gak perlu kita buat surat perjanjian seperti itu," jawab Andri ragu.

"Apa kamu bilang sama Ayah soal semuanya? Astaga Andri, ternyata kamu lebih idiot daripada saya," ucap Arkan sarkas.

"Aku gak idiot, Mas! Ayah itu cinta pertama aku. Sekalipun aku coba menyembunyikan darinya, ia pasti akan selalu menemukan celah. Jadi, ya mau gak mau cerita apa adanya," ucap Andri sedikit kesal.

Arkan menghembuskan napasnya kasar dan mengangguk.

"Lalu, apa yang Ayah bilang? Apa dia gak masalah nitipin kamu di orang idiot sepertiku?" tanya Arkan.

"Ayah bilang, hati gak ada yang tau. Siapa tau, suatu saat kita akan saling cinta," ucap Andri lemah dan langsung membuang wajahnya kesamping.

"Cinta?"

***

Andri memainkan jari jemarinya, hatinya sedikit resah, beberapa kali ia nampak menghembuskan napasnya kasar, mencoba untuk menetralkan perasaannya yang berkecamuk di dadanya.

Telapak tangannya sudah banjir keringat dingin, sehingga harus beberapa kali ia lap dengan tisu.

"Nervous ya, Mbak?" tanya salah satu penata rias yang tadi menghias telapak tangannya dengan hena.

"Hu'um, Mbak. Aku malu dan gugup," ucap Andri lirih.

"Rileks dulu yuk, Mbak," ucap penata rias satunya yang saat ini tengah mendadani wajahnya.

Andri pun dituntun untuk melakukan tarik napas hembuskan secara perlahan selama beberapa kali. Hal itu, guna untuk meminimalisir rasa nervous yang masih ada.

"Gimana? Sudah lebih baik?" tanya penata rias kembali dan mendapat anggukan dari Andri.

Wajahnya pun kembali di dandani, tak hanya wajah, namun juga rambutnya.

Andri memilih untuk memejamkan matanya saja, agar tak terlalu nervous dan mengganggu pekerjaan para perias itu.

Setelah beberapa saat, tepukan lembut di pundaknya pun langsung menyadarkannya.

"Mbak, udah selesai semua," ucap penata rias itu.

Andri melihat pantulan dirinya di cermin lalu tersenyum.

"Apa itu aku, Bu?" tanya Andri dan mendapat anggukan darinya.

"Mbak Andri suka?" tanya penata rias kembali.

"Suka banget, Bu. Masya Allah, cantik banget, kek bukan aku," ucap Andri memuji sang penata rias.

Tak lama, Bunda Seira dan Arsy pun datang ke kamar Andri untuk memberitahu bahwa acara akad sudah hampir dimulai.

"Cantik sih. Tapi sayang, nikahnya sama pria idiot, udah gitu gak keurus pula hihi," bisik Arsy di telinga Andri.

Arsy sedikit terkekeh saat mengucapkan itu, membuat darah dikepala Andri seketika mulai mendidih.

"Kek kamu pernah liat Mas Arkan aja, Ar. Awas kalau kamu jatuh hati sama dia juga," ucap Andri sambil menyunggingkan sedikit senyumnya.

"Jatuh hati sama cowok brewokan? Astaga gak banget, iuh. Aku udah liat Mas Arkan kemaren, dan tampangnya haha," kekeh Arsy seraya pergi meninggalkan sang bunda berdua saja.

"Nyebelin banget sih! Awas aja kamu," gerutu Andri sambil mengepalkan jari jemarinya.

"Udah, gak usah didengerin. Ayo, bunda antar ke dekat pelaminan," ucap Bunda Seira dan mendapat anggukan dari Andri.

"Ayah dimana, Bun?" tanya Andri penasaran karena dari pagi ia tak melihat wajah cinta pertamanya itu.

"Ayahmu sudah ada disana bersama penghulu. Begitupun dengan kembaranmu yang sudah siap menjadi saksi pernikahan kalian," jawab Bunda santai.

"Aku pikir, Pak RT yang akan jadi saksinya, Bun," ucap Andri sambil melangkah perlahan.

"Awalnya begitu, tapi tiba - tiba Andre maksa minta jadi saksi. Jadi ya sudah," ucap Bunda dan mendapat senyuman dari Andri.

Andri benar-benar merasa tenang saat ini, sekalipun ia yakin calon suaminya tidak setampan Agra, tapi ada dua orang lelaki yang dicintainya saat itu, yang akan ada bersamanya.

Andri berdiri diatas karpet merah yang menjuntai panjang dari atas pelaminan hingga pintu masuk gedung.

Dengan digandeng Sang Bunda disisi kirinya, perlahan Andri pun mulai melangkah.

Semua mata pun tertuju pada dirinya, membuat dirinya sedikit kikuk. Ia yakin, setelah ini, pasti akan ada banyak gunjingan lagi tentangnya.

Tak hanya, tentang mengapa pengantin prianya berganti, namun juga tentang penampilan Arkan yang sedikit urakan.

Andri berhenti tepat di persimpangan tengah aula. Bunda pun segera memberikan buket bunga kepadanya.

Tak hanya itu, panitia acara pun meminta Andri untuk menatap lurus ke depan, tepatnya ke arah berlawanan.

Dari sisi sana, nampak seseorang dengan langkah yang tegap dan gagah berjalan menghampirinya.

Seketika, tubuh Andri nampak menegang. Matanya membulat sempurna seperti hampir keluar. Kemana perginya rambut gondrong dan brewok itu? Kenapa yang berdiri dihadapannya saat ini sangat berbeda?

Tanpa ia sadari, sebuah senyuman pun melengkung sempurna di bibir indahnya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dikhianati Tunangan, Diratukan CEO Tampan    S2 - Bab 36

    Andri yang merajuk memilih untuk segera pulang meskipun saat itu pancongnya masih ada setengah.Arkan mendesah pelan, hanya bisa mengangguk dan mengikuti kemana langkah sang istri pergi.Namun ternyata, drama meraka tak hanya berakhir sampai di sana saja.Semenjak pulang dari jembatan hingga malam tiba, Andri mendadak diam seribu bahasa. Suasana rumah mendadak sunyi senyap, padahal biasanya ramai oleh suara TV dan ocehan sang istri.Arkan memijat pelan pelipisnya. Diamnya Andri, bukan berarti sebuah kedamaian. Kerena setelah ini, pasti akan ada drama yang lebihh besar lagi.Arkan bergegas ke dapur, lalu membuka kulkasnya. Setengah gelas es kopi masih tersedia di sana. Beberapa semangka beku dan juga sebungkus jamur enoki.'Hadehh, mana cemilan bumil abis pulak! Gimana cara naikin moodnya dia ya?' batin Arkan pilu.Arkan mencoba berpikir keras, bagaimana caranya kembali meluluhkan hati sang istri dari segala kesalahpahaman yang terjadi tadi.Akhirnya, Arkan ambil kertas, spidol, dan sa

  • Dikhianati Tunangan, Diratukan CEO Tampan    S2 - Bab 35

    "Kenapa emangnya, Mas?" tanya Andri pura-pura polos.Arkan mendesah pelan. "Bawa dua aja, ngidamnya udah absurd banget. Apalagi sepuluh, bisa mati mendadak aku," gerutunya.Andri terkekeh pelan mendengar itu. Ia pun segera mengeluarkan selembar uang berwarna merah dan menyerahkannya kepada Abang odong-odong tadi."Mang, kalau ada anak yang mau naik, angkut aja ya," ucapnya. "Kalau kurang, saya masih ada di sana, sambil makan pancong," ujarnya lagi seraya menunjuk tempat Arkan duduk.Abang odong-odong itu pun mengangguk paham. Setelah itu, Andri pun kembali melangkah ke tukang gerobak lainnya. Hari ini, ia ingin puas-puaskan nyemil apapun, mumpung kedua bayinya tak ada drama dan Arkan mau untuk di ajak jalan-jalan.Setelah membeli seporsi lumpia basah dan juga telur gulung, Andri pun kembali ke tempat Arkan berada.Arkan mengernyit heran melihat apa yang dibawa sang istri saat itu."Beli apaan lagi, Sayang?" tanya Arkan penasaran."Lumpia basah sama telur gulung. Mas mau?" tanya Andri

  • Dikhianati Tunangan, Diratukan CEO Tampan    S2 - Bab 34

    Sore mulai menyapa. Seperti janji di pagi hari tadi, rencananya hari ini mereka akan berburu pancong di jembatan.Andri sudah bersiap semenjak kumandang adzan ashar tadi. Sementara Arkan, masih sibuk memindahkan beberapa mainannya ke ruang tamu."Mainan teross yang diurusin!" seru Andri sedikit kesal.Arkan mengernyit heran. "Bumil sensitif banget. Biasanya juga santuy markutuy kalau aku lagi ngurusin maenan. Kenapa sekarang jadi serba salah sih?"Andri mendengus sambil menyilangkan lengannya di dada. Arkan mendesah pelan. Ini tidak baik, pasti setelah ini akan ada drama yang panjang kali lebar lagi.Tak butuh waktu lama, selang beberapa menit kemudian, Arkan pun untuk bergegas mandi, dan memakai kaos santai serta celana pendeknya, setelah itu bergegas mengambil kunci motornya."Sudah siap, Ndoro Putri? Ayo kita jajan," ucap Arkan dengan penuh hormat.Andri mengulum senyumnya sebentar lalu mengangguk mantap.Ia pun segera meraih lengan sang suami dah berjalan ke luar rumah.Perjalanan

  • Dikhianati Tunangan, Diratukan CEO Tampan    S2 - Bab 33

    Sekitar lima belas menit kemudian, Arkan bersiap. Ia mengambil kunci motornya lalu segera keluar rumah. Setelah itu, motor pun mulai melaju entah kemana.Dari jendela kamar, Andri melihat semuanya. Melihat bagaimana Arkan pergi dengan langkah yang terburu-buru dah wajahnya yang sedikit lelah.Namun, egonya masih tinggi. Masih menghantui perasaan ingin di mengerti.Arkan melajukan motornya hingga ujung komplek. Menuju warung seblak MaBin yang terpaksa harus buka lebih cepat."Assalamualaikum, MaBin," panggil Arkan dari luar pagar.Seseibu yang tengah berbelanja di warung sayur depan warung seblak nampak memperhatikan Arkan yang sudah pagi-pagi ke sana."Tumben Mas Arkan, pagi-pagi udah manggil Mama Bintang," ucap salah satu ibu-ibu disana."Iya, Bu. Andri pingin banget seblak pagi-pagi gini, makanya aku terpaksa ke sini deh," ucap Arkan lirih dan mendapat anggukan dari para ibu-ibu di sana."Bener-bener suami siaga ya Mas Arkan ini," puji ibu-ibu lain.Arkan hanya tersenyum tanpa berni

  • Dikhianati Tunangan, Diratukan CEO Tampan    S2 - Bab 32

    Pagi mulai menyapa. Cahaya keemasan masuk ke celah gorden kamar yang tak tertutup sempurna. Hawa kamar masih terasa begitu sejuk karena AC yang menyala.Arkan bangun lebih dahulu. Menggeliat perlahan sambil melirik ke arah samping. Andri masih terlelap di sana, sambil memeluk bantalnya seolah tubuhnya sama sekali tak bergerak semalaman.Arkan bangkit perlahan, menarik selimutnya hingga naik ke bahu sang istri. Lalu, ia melirik ke arah kakinya. Bengkak di kakinya perlahan mulai kempes, semoga ini menjadi pertanda baik bagi sang istri.Ia mulai menjejakkan kakinya di lantai gang terasa dingin. Dengan perlahan, ia keluar dari kamar dan menuju dapur, berniat untuk membuat sarapan untuknya dan juga sang istri.Namun, baru saja ia selesai menyiapkan sarapannya dan baru duduk di kursi ruang keluarga. Suara Andri terdengar menggema dari arah kamar. Setengah berteriak, dan setengah merengek.“Mas…! Adek lapar. Pengen seblak yang super pedes. Sama semangka beku, ya? Yang kemarin kurang dingin.”

  • Dikhianati Tunangan, Diratukan CEO Tampan    S2 - Bab 31

    Selesai makan malam, satu persatu keluarga mereka mulai berpamitan untuk pulang.Arkan mengantarkan mereka semua sampai garasi rumahnya. Setelah itu, barulah ia merapihkan motor dan juga mobilnya untuk masuk ke garasi."Mas Arkan, di dalem belum rapih semua gimana ya?" tanya Mbok Puji yang ternyata memang belum pulang juga dari sana."Biarin besok aja, Mbok sisanya. Udah malem ini, waktunya istirahat. Mbok juga besok nggak usah dateng terlalu pagi, nggak apa-apa kok. Paling Andri juga bangunnya siang," ucap Arkan."Baik, Mas. Terimakasih pengertiannya," ucap Mbok Puji dan mendapat anggukan dari Arkan.Setelah memastikan Mbok Puji pulang, Arkan pun segera mengunci pintu rumahnya, setelah itu ke kamar mandi sebentar untuk membersihkan dirinya sebelum akhirnya ia masuk ke dalam kamar.Begitu masuk ke dalam kamar, cahaya temaram dari lampu tidur, menyebar ke seluruh ruangan. Aroma harum minyak telon pun, samar tercium di udara. Membawa sejenak aroma ketenangan.Ia mengintip ke arah ranjan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status