Share

5. Video Mengejutkan

Klakson pamit Mas Zein berhasil mengembalikkan tubuhku yang sempat mematung beberapa detik.

Kepalaku pun reflek menengok pada mobil yang melaju melewati pagar yang dibiarkan terbuka begitu saja.

Dengan gontai, aku harus menutup pagar sebab tak ada lagi orang di rumah ini selain Aku dan Naura.

Selesai menutup pagar, handphone di tanganku kembali bergetar. Kali ini bahkan beberapa kali, menandakan pesan beruntun yang masuk.

[Kamu kenal tangan yang memakai jam ini bukan?]

[Mungkin malam ini dia akan menghabiskan malam denganku]

[Gak apa-apa 'kan? Cuma satu malam, kok]

Rasanya aku tahu siapa si pengirim pesan ini.

Hammm, baiklah, akan aku ladeni.

Belum selesai aku mengetik, pesan susulan sudah datang.

[Kenapa? Kamu pasti kaget kan, suamimu bisa bersama denganku sekarang?]

[Ini belum seberapa. Kamu harus benar-benar menyiapkan mental untuk menghadapi kejutan-kejutan lainnya dari aku, Salsa!]

Aku meremas benda berlayar menyala di tanganku.

Setenang mungkin aku berjalan ke dalam rumah untuk meladeni wanita berparas cantik tapi hatinya penuh dengan kotoran.

Menghabiskan satu gelas cairan bening, aku duduk bersandar pada sofa santai di depan TV.

Menyalakan handphone dan menekan tombol panggil video di aplikasi warna hijau.

Tak lama, panggilanku tersambut.

"Assalamualaikum ... Kenapa, Sayang. Ada yang mau kamu beli?" sapa Mas Zein di layar ponsel.

"Wa'alaikumsalam, enggak, kok. Aku cuma kangen sama Mas. Lagi di mana? Masih lama?" tanyaku sambil memperhatikan tempat sekitar Mas Zein berada sekarang.

Kursi, tulisan serta hiasannya memang mirip dengan tempat saat Misyka mengunggah fotonya di sosial media barusan.

Aku yakin, Mas Zein tak mungkin mengkhianatiku. Apalagi dengan wanita model Misyka itu. Pasti ada hal penting lainnya yang membuat Mas Zein harus menemui Misyka di sana.

Jika niatmu hanya ingin membuat aku cemburu, kamu salah besar Misyka. Aku tahu betul bagaimana Mas Zein.

"Baru juga ditinggal udah kangen aja. Mas gak lama, kok. cuma ketemu klien sebentar di kafe," jawabnya.

"Tadi katanya mau ke kantor?"

"Eh, i-iya, Sayang. Tadinya memang mau ketemu di kantor tapi jadinya miting di kafe saja yang dekat."

"Kafe di ujung jalan itu?"

"Iya."

"Owh, begitu. Boleh aku bicara sebentar dengan Misyka, Mas?" pintaku.

"Kok kamu tahu Mas lagi sama Misyka?" Suamiku nampak heran.

"Nebak aja, siapa tahu beneran ada. Kan dia sekretaris Mas. Kalau memang ada miting harusnya dia juga ada 'kan?"

"Iya juga, sih. Tapi ngomong sama Misyka 'nya nanti aja, ya. Mas masih harus miting sama klien nih."

"Enggak, ah. Aku mau nungguin dia aja."

"Ya sudah kalau begitu. Eh, itu dia orangnya."

Kemudian Mas Zein mengubah kamera depannya menjadi kamera belakang, sehingga terlihatlah sosok wanita yang aku tunggu sejak tadi.

Nampak Misyka seperti tersipu ketika handphone milik Mas Zein mengarah padanya. Mungkin dia kira Mas Zein sedang mengambil gambar dirinya.

"Gak usah sok imut gitu loh, mukanya." Seketika Misyka terkejut mendengar suaraku.

Dia celingukan mencari sumber suara.

"Aku di depan kamu," ucapku lagi. Kemudian meminta Mas Zein memberikan ponselnya pada Misyka.

Meski nampak ragu, tak ayal tangan Misyka pun terulur memegang ponsel Mas Zein.

"Hai ...!" sapaku setelah wajah Misyka terpampang jelas di layar ponsel.

"Eum, iya, Bu. Ada yang bisa saya bantu?" sahutnya sambil mengukir senyum, ramah.

Kemudian dia terlihat seperti berpindah tempat.

Aku tertawa dalam hati mendengar penuturannya yang dibuat halus dan lembut.

"Enggak, kok. Saya cuma mau memastikan kalau kamu baik-baik saja. Dan juga ingin bertanya satu hal. Kamu masih ingin bekerja di perusahaan suami saya?"

Wajahnya berubah menegang sekarang. Matanya melirik pada objek lain yang ada di sekitarnya.

"Tentu saja, Bu. Saya adalah sekretaris yang sangat cocok mendampingi Pak Zein. Jadi, mana mungkin saya tidak ingin bekerja lagi dengan beliau. Pak Zein pun mengakuinya. Kalau tidak percaya, tanyakan saja pada Pak Zein. Kenapa? Apa Anda merasa terancam dengan keberadaan saya?"

Widih ... Percaya diri banget ni orang.

"Bu Salsa yang terhormat. Saya tahu, Anda sedang merasa was-was sekarang," sambungnya dengan bibir tersenyum miring.

"Dengarkan saya baik-baik Misyka. Ada atau tidak adanya kamu di kantor suami saya, itu tidak akan pernah berpengaruh dalam biduk rumah tangga kami. Saya hidup bersama suami saya sudah bertahun-tahun. Saya kenal betul bagaimana suami saya. Mas Zein tidak mungkin segampang itu terjerat oleh wanita model kamu. Saya bisa pastikan itu?"

"Oh ya? Kita lihat saja nanti."

Klik!

Dengan tidak sopannya Misyka mematikan sambungan video nya.

Aku meradang. Benar-benar geram dengan tingkah sekretaris baru Mas Zein itu.

----

"Sayang, Mas berangkat dulu ya," pamit Mas Zein.

Beberapa minggu setelah kedatangan Misyka, semua masih seperti biasanya. Tak ada lagi teror pesan atau apapun dari Misyka. Pun sikap Mas Zein masih hangat padaku dan juga Naura.

Tetapi pagi ini, Mas Zein sedikit berbeda sikap. Dia seperti tengah terburu-buru.

"Pagi banget, Mas. Masih belum jam setengah tujuh loh. Nanti kasihan Naura di sekolah kelamaan. Masuk kelasnya kan jam delapan," ucapku.

Biasanya Mas Zein selalu berangkat lebih dari jam tujuh pagi bersama Naura, yang kebetulan TK tempat sekolah anakku itu satu arah dengan kantor Mas Zein.

Tapi hari ini, Mas Zein tak seperti biasanya.

"Aduh, maaf, Sayang. Pagi ini Mas ada miting penting. Kalau berangkat seperti biasanya takut telat. Soal Naura, nanti pesan taksi online saja ya." Mas Zein beranjak dari kursi makannya dengan terburu-buru.

"Ayah berangkat duluan ya, Sayang. Naura berangkatnya nanti sama Bunda, ya," ucap Mas Zein pada Naura, yang hanya diberi anggukan saja oleh Naura sebab mulutnya masih asik mengunyah nasi goreng yang belum habis di piringnya.

Mas Zein mencium kepala Naura sekilas lalu berjalan keluar menuju mobil yang sudah di panaskan sejak tadi.

Aku pun mengikuti langkah Mas Zein .

"Mas berangkat ya. Kamu hati-hati di rumah. Jangan terlalu capek. Nanti siang asisten yang menginap di rumah akan datang. Jadi kamu ada temennya."

"Iya, Mas."

Lalu aku mencium punggung tangan Mas Zein dan dibalas dengan kecupan sekilas di keningku.

Mobil melaju perlahan melewati pagar yang aku buka.

Sepeninggal mobil Mas Zein, aku kembali menutup pagar.

Baru berjalan beberapa langkah untuk kembali ke dalam rumah, tiba-tiba ada perasaan gelisah yang menghinggapi.

Langkah ku terhenti sejenak. Memegang dada, menelisik perasaan apa yang tiba-tiba muncul.

"Ada apa ya? Kenapa tiba-tiba hatiku gelisah dan deg-degan begini?" gumamku.

"Ah, sudahlah. Mungkin hanya perasaanku saja."

Kemudian kembali melanjutkan langkah untuk menemani Naura menghabiskan sarapannya.

----

Waktu sudah senja. Malam mulai semakin menggelap. Tetapi Mas Zein belum juga pulang.

Beberapa pesan dan panggilanku juga tidak ada jawaban.

Biasanya Mas Zein akan pulang jam 4 sore atau paling lambat jam setengah 6 sore sampai rumah.

Kalaupun memang ada lembur atau urusan lain, pasti Mas Zein akan mengabariku.

Seketika perasaan tak enak yang aku rasakan sejak tadi pagi semakin merajai. Aku takut terjadi apa-apa dengan suamiku.

"Kenapa telponku gak di angkat sih, Mas! Kamu kemana sebenarnya?" Aku tak hentinya menghubungi nomor Mas Zein yang masih belum juga ada jawaban.

"Sebaiknya aku telpon Daniel saja."

Barulah setelah dering ke empat Daniel - asisten pribadi Mas Zein mengangkat panggilan ku.

"Malam, Bu Salasa. Ada yang bisa saya bantu?"

"Apa Mas Zein bersamamu?" tanyaku to the point.

"Tidak, Bu. Pak Zein sudah pergi dari kantor sejak pukul tiga petang tadi."

"Apa! Lalu ...."

"Apa Pak Zein belum sampai di rumah, Bu Salsa?"

"Owh, bukan. Mas Zein sudah pulang kok. Cuma tadi pamit pergi lagi." Aku terpaksa menyembunyikan kebenarannya dari Daniel.

Aku hanya tidak ingin reputasi Mas Zein jelek di mata bawahannya. Meskipun Daniel termasuk orang yang cukup dekat keluargaku.

"Owh, baiklah kalau begitu. Mungkin Pak Zein sedang ada urusan yang belum selesai."

"Iya, mungkin. Ya sudah, terima kasih Dan," pungkasku kemudian menutup panggilan.

Tak berselang lama handphone di tanganku bergetar.

Buru-buru aku melihat pesan yang masuk berharap Mas Zein yang membalas pesanku sebelumnya.

Namun, lagi-lagi hatiku dibuat kecewa dan benar-benar tercengang.

Bukan Mas Zein yang mengirimkan pesan. Melainkan nomor tanpa nama yang mengirim sebuh video Mas Zein tengah bersama seorang wanita.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status