"Si-- siapa kamu?" tanya Hesty gugup. "Ja-- jangan ngomong sembarangan ya, tetanggaku ini pada julid, jangan sampai ucapan kamu memancing rasa kepo mereka!" imbuh Hesty sembari menyindir Bu Hanum dan Dahlia yang berdiri bersisian.Wanita yang berdiri di depan rumah Maya itu tergelak. Dia mengibaskan rambutnya yang tergerai lurus sambil menatap remeh ke arah Hesty yang air mukanya sudah berubah memucat."Biasanya orang akan memperlakukan orang lain sesuai dengan apa yang mereka terima. Kalau para tetangga kau anggap kepo, itu artinya dulu kamu adalah tetangga yang kepo pula. Ingat, apa yang kau tanam itu yang kau tuai," ucap rival Hesty santai. "Nah, seperti hari ini ... kamu sebentar lagi akan menuai apa yang kamu tanam, Hesty. Tidak semua hasil mencuri itu berujung bahagia. Apalagi mencuri suami dari wanita lain."Bu Saroh hendak berbalik. Kejadian di depan mata mengingatkannya pada peristiwa dimana Eti dan Nabila ribut kala itu. Nabila dengan elegan memberikan Satria pada Eti, bahka
"Of course," sahut Laura mantap. "Aku memang sudah mengurus surat perceraian kami. Mbak Hesty yang cantik jelita tidak perlu khawatir. Aku ... tidak membutuhkan pria yang tidak tau diri sepertinya!""Dasar angkuh!" hardik Hesty, "Kalau bukan karena Mas Gading, kamu pasti tidak bisa secantik ini. Lihat, mobil yang kamu pakai, pakaian yang kamu kenakan, perhiasan, dan semua yang kamu nikmati ini dari siapa kalau bukan dari Mas Gading. Tau diri dong, Mbak!""Jaga mulutmu, Hesty!" bentak Gading marah. "Laura istriku, jaga bicaramu!""Ah, no ... no, maaf ... aku adalah Laura Florine, pewaris tunggal Perusahaan Andreas. Aku ... bukan istrimu lagi, Mas!" "Pewaris tunggal? Mimpi!" sergah Hesty. "Kalau kamu dan Mas Gading bercerai, bersiap-siaplah kamu akan kembali pada kehidupan yang susah! Ingat, jangan mengusik tentang harta gono-gini!" ucap Hesty."Ide bagus!" Laura manggut-manggut setuju. "Dengar kan, Mas ... calon istrimu itu menolak harta gono-gini.""Ya, harus itu! Biar wanita sombong
"Ra! Sayang, kita bisa bicarakan ini baik-baik." Gading hendak mendekat, namun Laura melangkah mundur dan kini seorang pria bertubuh tinggi sedang berdiri di depannya. Melindungi istrinya dengan begitu gagah. "Minggir!" bentak Gading, "Laura istriku itu artinya aku adalah suaminya. Mau kamu aku pecat sekarang juga, hah?!""Majikan kami hanya Nona Laura sementara anda adalah benalu yang tidak tau diri!""Kurang ajar! Apa kamu bilang?""Masih kurang jelas, atau perlu kaca besar agar anda bisa melihat bagaimana diri anda yang sebenarnya? Tanpa Nona Laura, anda hanyalah pria jalanan yang terombang-ambing! Jangan lupakan masa lalu anda yang kelam, Pak Gading. Seharusnya anda berterima kasih pada kebaikan Nona Laura, bukan malah berselingkuh di belakangnya seperti ini.""Tau apa kamu, hah? Kamu itu hanya bodyguard, brengsek!""Dia memang bodyguard, Mas, tapi pekerjaannya lebih mulia daripada kamu! Semua pekerjaku bekerja demi anak dan istri mereka sementara kamu ... menggerogoti harta kelua
Dua hari kemudian ...."Saya terima nikah dan kawinnya Hesty binti Bambang Suprapto dengan Mas Kawin uang tunai sebesar seratus ribu rupiah dibayar ... tunai!""Sah?""Sah!""Alhamdulillah."Gading mengulas senyum kemenangan sementara Hesty memberengut kesal karena akhir dari pencariannya berujung pada sosok Gading."Nah, kalau begini kan Perumahan kita gak menanggung banyak dosa. Apalagi dosa zina, ngeri!" Bu Hanum berbicara sambil bergidik ngeri. Ekor matanya melirik Hesty yang terlihat sangat tidak bersemangat pada acara pernikahannya yang kedua ini. "Semoga setelah membuang Reyhan, kamu mendapat suami yang jauh lebih baik ya, Hes," sindirnya satir. Beberapa tetangga mengangguk mengaminkan sedangkan Hesty melengos kesal. Lain Hesty, lain Gading ... pria itu tersenyum jumawa bersikap seakan-akan tetangga kanan kiri dan depan rumah istrinya tidak tahu menahu seluk beluk kejadian dua hari y
Ting ...Tong ...Bel rumah Maya berbunyi nyaring ketika semua anggota keluarga sedang sarapan bersama. Bu Saroh yang kebetulan sudah menandaskan makanan di piring pun pamit untuk melihat siapa yang bertamu di pagi-pagi begini."Siapa, Bu?" tanya Maya."Hesty, Mbak Maya. Boleh saya bukakan pintu pagar?"Maya dan Ibu mengangguk sementara Abian sedang menyelesaikan sarapannya sedikit terburu-buru karena harus berangkat ke Restoran pagi ini."Silahkan masuk!" Bu Saroh membuka pintu rumah cukup lebar dan membiarkan Hesty beserta keluarganya masuk dan duduk di sofa menunggu Maya keluar."Bilang sama Mbak Maya, cepetan, kita ada yang mau dibicarakan!" ucap Hesty ketus.Bu Saroh hanya mengangguk tanpa menimpali. Sikap Hesty masih saja sama meskipun karma yang Tuhan berikan sudah bertubi-tubi datang kepadanya. Bu Saroh kembali ke dapur dan kembali lagi dengan beberapa gelas minuman hangat di atas nampan. "Silahkan diminum, Mbak Maya sebentar lagi selesai sarapan.""Hem!" Hesty hanya berdeh
"Jadi begini, Mas Gading ...." Abian menarik napas panjang. Sepertinya pagi ini ia akan terlambat datang ke Restoran karena harus menghadapi avatar dan istrinya. "Saya memang pemilik Restoran, pemilik yang asli karena itu adalah Restoran yang saya bangun dari kerja keras saya sendiri. Mengenai hal mengapa saya tidak bisa mengosongkan satu posisi padahal saya adalah yang paling berkuasa karena ... saya tidak mau memecat pekerja yang lain sementara kinerja mereka benar-benar bagus selama ini.""Oh jadi menurut Mas Abian pekerjaan saya tidak bagus? Saya mantan pemimpin Persatuan besar loh!" ucap Gading pongah. "Seharusnya anda berterima kasih karena ada mantan petinggi Perusahaan yang melamar kerja di Restoran anda!""Tidak masalah," sahut Abian pada akhirnya. Lama-lama gemas juga dengan gaya bicara Gading yang semakin dibiarkan justru semakin sombong. "Bagi saya lebih baik para pekerja dari kalangan orang-orang yang biasa saja asal memiliki etika dan kinerj
"Brengsek! Kalau pakai mobil yang benar dong!" Guntur menggerutu. Motornya terjatuh tepat di sisi kanan trotoar karena sebuah mobil yang tiba-tiba melaju kencang di sebelahnya.Sebuah mobil berwarna merah menyala berhenti di tepi jalan. Dada Guntur naik turun. Napasnya tersengal, merasa geram karena ia menganggap jika si empunya mobil sedang menghina dirinya yang hanya memakai motor butut. "Jangan mentang-mentang bawa mobil mahal lalu kamu bisa seenaknya menggunakan jalan!" hardik Guntur sambil melayangkan jemari telunjuknya. Pintu mobil terbuka. Sebuah kaki jenjang dan mulus membuat jakun Gading naik turun. Jantungnya berdegup kencang, berharap jika sosok yang keluar dari dalam mobil mahal itu bukanlah Laura Florine. Jika tidak, maka hancurlah harga diri Gading untuk yang kesekian kalinya."Mata kamu ternyata masih jeli juga pada barang-barang mahal, Mas."Gading melengos. Suara ini. Suara milik calon mantan istrinya. "Tapi sayang ... mata kamu agak rabun kalau melihat wanita." La
Hesty mematung. Begini amat nasib yang ia terima. Lebih enak bersama Reyhan meskipun pria itu rela dipenjara karena memang sudah bekerja di jalan yang salah. Namun Reyhan berkata benar, dia tidak punya pilihan lain, gaya hidup Hesty dan Bu Sur dulu menuntutnya untuk selalu mendapat uang yang banyak. Kini, perlahan Hesty menyadari kalau semua yang terjadi mungkin adalah karma yang ia terima karena kurangnya rasa syukur.Wanita yang siang ini hanya mengenakan tang top serta celana pendek itu terduduk lemas di atas sofa. Bayangan waja Reyhan menari-nari di pelupuk matanya. "Tidak ada jalan lain, Mas," kata Hesty frustrasi. "Mas mau kita hidup kelaparan? Kalau Mas menolak usul dari Ibu, lebih baik kita sudahi saja pernikahan ini.""Eh, gak bisa gitu dong, Hes! Kamu ini apa-apaan sih, masa cuma karena pekerjaan saja minta cerai. Kekanakan banget!""Kekanakan kamu bilang, Mas? Kalau kamu gak bekerja, aku juga pengangguran, lalu