Home / Romansa / Dikontrak Cinta Dosen Duda / 3. Chapter 3 : Mahasiswa Bermasalah

Share

3. Chapter 3 : Mahasiswa Bermasalah

Author: Raynasha
last update Last Updated: 2025-02-24 08:35:14

Setelah setuju untuk kembali menikah, Damar mengira jika dirinya akan selesai untuk didesak. Nyatanya, tidak. 

Seperti pagi ini, Damar hendak pergi ke kantor sebelum dirinya pergi ke kampus. Tapi ibunya sudah kembali melayangkan sebuah pertanyaan. 

“Kamu beneran mau menikah, kan?” tanya sang ibu, yang kini sedang menatap Damar.

Damar sampai harus menghela napas pelan. Tangannya terulur mengusap belakang kepala putrinya, yang tengah asyik menikmati roti selai cokelat miliknya. 

Ia berganti menatap ibunya, yang kini menatapnya penuh harap. “Kan aku sudah bilang kemarin, Bu? Pokoknya Ibu nggak perlu khawatir lagi,” ujarnya.

“Tapi Ibu masih penasaran, dengan siapa kamu mau menikah?” tanya Bu Mustika. “Maksud Ibu, kamu nggak kelihatan sedang dekat dengan perempuan manapun. Dan satu-satunya perempuan yang dekat dengan keluarga kita, cuma Mega.”

“Dengan siapa aku akan menikah, Ibu nggak perlu khawatir. Yang jelas, aku bakal menikah sesuai dengan kemauan Ibu,” kata Damar. 

“Tapi—”

“Kecuali dengan Mega!” Damar menatap ibunya lurus. “Aku akan menikah, kecuali dengan dia!”

“Sudah to, Bu. Biarkan itu jadi urusan Damar,” sang Bapak yang sejak tadi diam, kini ikut bersuara. “Dia ini sudah dewasa, pasti sudah tahu apa yang terbaik untuk dirinya. Mau dengan siapa dia menikah nanti, yang terpenting perempuan itu sayang dengan Damar dan juga anaknya.”

Sang ibu yang hendak kembali bersuara, mendadak urung. Apalagi saat melihat tatapan Damar, yang seolah tidak menerima bantahan lagi.

Damar merapikan kemejanya, lalu memeriksa kembali tasnya. Pria itu kemudian melirik arloji yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. 

“Aku pergi ke kantor dulu, Pak, Bu. Hari ini ada rapat internal, dan aku juga harus ke kampus,” ucap Damar.

Damar meraih tangan ayah dan ibunya, kemudian diciumnya punggung tangan kedua orang tuanya. Kemudian ia beralih kepada gadis kecil, yang sejak tadi tidak menghiraukan pembicaraan para orang tua. 

“Papa berangkat dulu, ya? Kalau ada apa-apa telepon Papa. Oke?” Damar tersenyum lembut pada gadis cilik itu. 

“Iya Papa,” jawab gadis kecil itu, yang nampaknya sudah lebih baik kondisinya, dibanding kemarin.

Setelah berpamitan, Damar segera bergegas menuju ke kantor. Karena asistennya sudah menunggu di luar pintu, untuk menjemputnya. 

“Pagi Pak,” sapa sang asisten.

“Langsung ke kantor saja. Nanti jam 11, aku harus ke kampus. Kamu handle sisa pekerjaanku, dan aku tunggu laporannya nanti malam!” ujar Damar sambil terus melangkah, yang diikuti oleh sang asisten di belakangnya.

“Baik Pak,” asisten Damar mengangguk patuh.

***

Damar merasa hari ini benar-benar sangat lelah. Selesai dengan urusan kantor, pria itu kini harus berpindah tempat lagi menuju ke kampus. 

Sejujurnya, menjadi dosen adalah cita-citanya sejak kecil. Tapi, statusnya sebagai pewaris tunggal di keluarganya, membuat Damar terpaksa harus mengikuti apa yang diperintahkan oleh sang ayah. 

Mau bagaimana pun, perusahaan yang telah dirintis sang ayah dari dulu, harus ia jalankan dan kembangkan. Meski mengeluh, Damar tetap profesional terhadap pekerjaannya.

“Kami sudah tiba di kampus Pak,” ucap Ramdan.

Suara Ramdan sang supir, membuyarkan lamunan Damar. Sebelum turun, ia memberi pesan kepada supirnya. 

“Kamu balik lagi ke kantor, atau standby di rumah. Siapa tahu Ibu butuh driver untuk mengantarnya ke suatu tempat. Mobil tinggal di sini,” kata Damar.

“Baik Pak,” Ramdan mengangguk patuh.

Damar memberikan beberapa lembar uang berwarna merah kepada sang supir, lalu setelahnya ia turun dari mobil dan menerima kunci mobil dari supirnya itu. 

Pria tampan itu berderap pelan, kadang membalas sapaan mahasiswa atau rekan sejawatnya. Dan tiba di ruangan di mana ia akan mengajar, Damar menghela napas pelan. Ingatannya kembali pada pembicaraannya dengan sang ibu pagi tadi. 

Sejujurnya Damar sendiri belum menemukan, siapa perempuan yang akan ia nikahi. Karena ia benar-benar tidak berniat melakukan hal itu. Tapi mengingat bagaimana putrinya kemarin, perasaan bersalah membuatnya mencoba untuk memantapkan hati untuk mencari calon istri. 

Sesampainya di ruang kelas dan membuka pintu, Damar mengedarkan pandangan. Mahasiswanya terlihat langsung mengambil sikap duduk yang baik, saat kedatangan dirinya. 

Hal itu sudah lumrah, bagi seorang Damar. 

“Pagi semuanya!” Damar menyapa para mahasiswa di kelasnya. 

“Pagi Pakkkkk!!!” balas mahasiswa dengan kompak. 

“Ehem,” Damar berdehem pelan. Pria itu memakai kacamata minusnya, kemudian mulai mengambil sebuah map dari dalam tasnya. “Pagi ini saya akan mengumumkan hasil evaluasi kalian minggu kemarin,” ujarnya. 

Semua mata tertuju pada sosok dosen tampan, yang kini tengah duduk tegap di mejanya. Berbagai ekspresi dari masing-masing mereka, menunjukkan jika mereka turut penasaran dengan nilai mereka. 

“Yang akan saya bagikan, hanya yang mendapat nilai di bawah D. Selain itu akan saya bagikan hasilnya melalui e-mail,” Damar berkata sambil menatap mahasiswanya, yang juga tengah memperhatikan dirinya dari tempat duduk mereka.

Suasana mendadak tegang, terlebih mereka sibuk menerka, siapa kiranya yang akan dipanggil oleh si dosen tampan itu. 

“Restu Adrian Dwi Wijaya!” Damar memanggil nama salah satu mahasiswanya. Ia menatap lurus pemuda yang secara pribadi, masih memiliki hubungan darah dengannya. 

“Kamu tidak capek, mengulang mata kuliah saya terus?” tanya Damar—sarkas.

“Ya, capek lah Mas—ehem—Bapak, maksudnya,” pemuda itu mengoreksi panggilannya untuk sang dosen. Apalagi saat melihat tatapan kakak sepupu sekaligus dosennya itu sangat tidak bersahabat.

Damar menggeleng pelan. “Kembali ke tempat dudukmu. Belajar lebih giat lagi, karena saya tidak ingin melihat kamu mengulang mata kuliah saya di semester depan.”

“Baik Pak,” ujar Adrian. Pemuda itu beranjak dari duduknya dan menundukkan kepalanya, sebelum ia kembali ke tempat duduknya.

Lagi, Damar melihat lembar berikutnya. Ia kembali menghela napas. Masalahnya, nama yang akan ia panggil juga salah satu ‘langganan’ mengulang kelasnya di setiap semester. 

Tapi Damar harus tetap profesional, semua ini memang harus ia lakukan. Meski sudah sedikit—bosan, melihat mahasiswinya itu. 

“Diah Ayu Kinanti!” panggil Damar.

“Saya Pak?” tanya seorang gadis, dari tempat duduknya. 

“Memangnya yang memiliki nama itu siapa lagi, selain kamu?” tanya Damar. Nada bicaranya memang tidak meninggi, cenderung datar tapi terkesan dingin. Namun mampu membuat mahasiswa lainnya bergidik ngeri.

Bukannya takut, gadis itu justru tersenyum. Seolah ia tidak merasa malu atau khawatir sama sekali. 

“Kamu memang tidak pernah bosan ya, mengulang mata kuliah saya terus?” Damar bertanya pelan. Inginnya marah-marah, tapi ia sedang tidak memiliki energi lebih untuk melakukan itu.

Damar menatap lurus, gadis yang duduk di depan mejanya itu. Ia saja sudah sangat lelah menghadapinya. Bagaimana bisa, gadis itu bersikap tenang-tenang saja? 

“Enggak sih, Pak. Soalnya saya memang sengaja, biar ketemu sama Bapak terus,” jawab Kinanti santai, sambil mengulas sebuah senyuman.

Sorakan para mahasiswa yang menanggapi gombalan Kinanti, menggema di dalam ruangan kelas yang menjadi riuh.

Kali ini Damar benar-benar kehabisan kata-kata. 

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dikontrak Cinta Dosen Duda   82. Chapter 82

    “Besok kamu kelas pagi?” tanya Damar, saat dalam perjalanan mengantar Kinanti pulang ke kosnya.“Jam 8 sih, Mas,” jawab perempuan cantik itu. “Mas besok ada jadwal di kampus juga?” tanyanya.“Ada, tapi cuma sebentar. Paling cuma sampai jam 10,” pria itu menjawab pelan. Fokusnya masih pada kemudi, meski sesekali ia melirik sang kekasih yang duduk di sampingnya. “Kamu nanti kabari saja selesai jam berapa, biar Aidan yang jemput kamu,” lanjutnya lagi.Kinanti yang tengah bermain ponsel, mengalihkan pandangannya sejenak. “Mas … nggak bisa jemput, ya?” tanyanya.“Iya,” Damar mengangguk kecil. “Aku harus cek berkas, dan juga ada lunch bareng klien siangnya.”Kinanti mengangguk-angguk paham. Ia tidak masalah dengan hal itu, dan mengerti akan kesibukan sang kekasih.Karena hanya diam, Damar melirik Kinanti. Ia khawatir, perempuan itu akan marah dengannya karena berhalangan untuk menjemput.“Ini … kamu nggak apa-apa kan, Sayang? bukan lagi ngambek?” tanya pria itu.“Hah?” kening Kinanti berker

  • Dikontrak Cinta Dosen Duda   81. Chapter 81

    Rangga ikut bangkit, saat wanita di depannya juga bangkit. Dengan gerakan seolah tanpa disengaja, ia sedikit menabrak wanita itu, hingga minumannya tumpah dan mengenai tas wanita itu. “Oh, maaf,” kata Rangga pelan. “Saya tidak sengaja. Saya bantu bersihkan?” tawarnya. Wanita itu mendongak menatap Rangga, yang kini tengah tersenyum manis padanya. Namun di balik itu semua, ia justru penasaran dengan tatapan Rangga, yang sepertinya menyimpan sesuatu. Maka wanita itu pun mengangguk kecil, menerima ajakan Rangga. Mereka keluar dari tempat itu, tentu saja dengan gerakan yang tidak sampai mencuri perhatian siapapun—terutama Damar dan Kinanti. Begitu merasa berada di tempat yang aman, barulah Mega melontarkan pertanyaan. “Kenapa kamu bawa saya ke sini? kita nggak saling kenal, kan?” tanyanya. Alih-alih langsung menjawab, Rangga justru tersenyum kecil. Ia kembali melihat sekitar, memastikan sekali lagi, jika mereka betul-betul sudah aman. “Kita memang nggak saling kenal,tapi saya yakin

  • Dikontrak Cinta Dosen Duda   80. Chapter 80

    “Udah lah, ikhlasin aja itu si Kinanti.”Kalimat itu berasal dari salah seorang sahabat Rangga. Tentu saja, membuat pemuda itu langsung menoleh, dan memberikan tatapan tajamnya. “Ikhlasin?” ulang Rangga. “Enak aja, gue susah payah dapatkan dia. Masa ujungnya dia sama orang tua itu?”Kedua sahabat Rangga saling melempar pandangan. Mereka merasa, jika Rangga ini sepertinya sudah gila. Masalahnya, penyebab putusnya hubungan Rangga dan Kinanti, ya karena ulah pemuda itu sendiri. Dan sekarang, tiba-tiba merasa tak senang, Kinanti berhubungan dengan laki-laki lain. Aneh betul memang si Rangga ini. “Ya, lo juga bego, anjir!” salah satu teman Rangga yang lain, ikut menyahut. “Udah tahu susah dapatinnya, malah selingkuh. Kan, goblok!”Rangga berdecak kesal. Apalagi jika diingatkan kembali, tentang alasan hubungannya dengan Kinanti berakhir.Ya, memang betul salah dirinya, tapi bisakah untuk tidak mengingatkannya? Rangga paham betul, jika dirinya salah. Tapi tetap saja ia tidak mau mengak

  • Dikontrak Cinta Dosen Duda   79. Chapter 79

    Rangga tersenyum miring, menatap pria yang ada di hadapannya. Meski begitu, dalam hatinya mengumpati pria itu—Damar.Bisa-bisanya, pria yang dari segi usia saja, jauh di atasnya. Apalagi dari segi status. Jelas Rangga lebih unggul. Rangga lebih muda, dan mungkin hanya satu tahun di atas Kinanti. Secara status jelas, ia adalah seorang pria lajang—lebih tepatnya bujangan. Sedangkan Damar? pria itu dilihat dari perbedaan usia saja, jauh di atas Kinanti. Dan lagi, pria itu berstatus duda dengan satu anak. Artinya, sangat tidak cocok dengan Kinanti, yang masih gadis. Meski dari segi finansial, Damar jelas jauh lebih unggul dibanding Rangga. Tapi tetap saja, itu semua tidak bisa menjadi landasan untuk keduanya menjalin hubungan asmara. Apalagi mengingat Damar yang juga berprofesi sebagai dosen, di kampus yang sama dengannya. Rasanya sangat tidak etis, jika ada hubungan asmara antara mahasiswi dan dosennya. Dan Rangga sangat yakin, jika ada sesuatu yang mendasari hubungan mereka. Kare

  • Dikontrak Cinta Dosen Duda   78. Chapter 78

    “Kangen nggak sama Tante?” Kinanti tersenyum lembut, kepada gadis kecil yang sejak tadi memeluk lehernya. “Kangen!” sahut gadis cilik itu. Matanya berbinar, saat menatap Kinanti. “Tante jarang banget main ke sini. Kan, Ola jadi kangen?” Kinanti tertawa kecil, saat melihat wajah Ola yang sedikit memberengut. Ditambah lagi, bibir gadis kecil itu yang sedikit mengerucut dengan pipi yang menggembung. Sangat menggemaskan! Dan Kinanti tidak tahan, untuk tidak mencium pipi Ola. “Aduh, anak Tante gemesin banget, sih?” kata perempuan itu. “Maaf, ya? akhir-akhir ini Tante memang lagi sibuk banget di kampus. Kuliah Tante lagi banyak tugas.”Ola menghela napas pelan. “Tapi hari ini kita beneran main kan, Tante?” tanyanya. “Iya, dong,” Kinanti mencubit pelan. “Pokoknya, hari ini kita main sampai puas. Oke?”Ola mengangguk senang, kemudian tatapannya beralih kepada sang ayah yang ikut tersenyum. “Papa ikut nggak?” tanya gadis kecil itu. Damar tersenyum tipis. “Nanti Papa nyusul aja, ya? soa

  • Dikontrak Cinta Dosen Duda   77. Chapter 77

    “Kinan, Sayang? kok malah ngelamun?”Kinanti mengerjap cepat, kemudian menggeleng pelan dan tersenyum kecil pada Damar. Ia baru tersadar, jika sejak tadi tengah melamun. Sampai akhirnya mendengar suara Damar. “Eh? enggak, aku nggak melamun kok, Mas,” elaknya. “Tadi cuma kepikiran tugas kuliah aja.”Damar menghela napas pelan. “Pelan-pelan saja, nggak perlu terlalu diforsir. Kalau butuh bantuan, bilang sama aku. Hm?”Kinanti mengangguk cepat, karena tak ingin membuat pria tampan itu semakin khawatir kepadanya. Sementara Damar, diam-diam menghubungi asistennya. [Tolong suruh Eric, mengawasi Rangga. Dia tampak mencurigakan][Siap, Pak]Pria tampan itu menghela napas pelan. Ia menatap Kinanti yang kini tengah mencuci piring, bekas makan mereka.Ia berderap pelan, kemudian memeluk perempuannya dari belakang. “Kenapa kamu cuci piringnya, hm?”Kinanti meringis, karena suara Damar terasa seperti menggelitiki tengkuknya. “Mas, geli, ih!”Bukannya berhenti, Dama malah semakin menggelitiki

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status