แชร์

06. Sebuah Janji

ผู้เขียน: Dyowanti
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2024-02-19 00:31:58

Suasana pemakaman umum di Jakarta Barat terlihat tidak terlalu ramai di pagi hari, hanya ada beberapa penjaga yang tengah membersihkan area makam.

Terlihat sebuah mobil sedan mewah milik Bumi terparkir di halaman pemakaman.

Salah seorang penjaga menghampiri mobil tersebut. "Saya kira Anda tidak akan datang. Karena sudah dua minggu Anda tidak ke sini," ucapnya pada Bumi yang baru saja turun seraya memegang setangkai bunga mawar putih.

Bumi tersenyum formal. "Maaf, saya sedang berada di luar negeri," balasnya.

Si penjaga mengangguk mengerti. "Seperti biasa?"

Bumi mengangguk.

"Hati-hati. Tadi malam turun hujan. Tanahnya jadi basah."

Bumi kembali mengangguk, lalu berpamitan pada si penjaga. Dia terus membawa langkahnya pada salah satu makam yang terawat.

Bagus Hendrawan Bin Asep Sunandar.

Itu adalah nama nisan makam yang Bumi hampiri.

Bumi meletakkan setangkai bunga mawar putih di bawah nisan, lalu duduk di sekitar makam. "Halo, Bapak Bagus," sapanya.

"Bagaimana keadaan Bapak di atas sana? Semoga Bapak tidak bosan melihat saya yang selalu datang ke sini."

Bumi menatap nama yang tertera di nisan dengan tatapan penuh penyesalan.

"Saya tahu mungkin Bapak sudah bosan dengan ucapan maaf dari saya. Tapi, saya benar-benar meminta maaf pada Bapak dari hati tentang kejadian 13 tahun lalu."

"Maaf, karena saya Bapak harus meninggal di tempat. Karena saya Bapak harus meninggalkan keluarga Bapak secara paksa. Dan karena saya keluarga Bapak harus hidup dengan kesusahan."

"Apalagi putri Bapak satu-satunya yang bernama Karina Lavina harus rela bekerja di sela-sela kegiatan sekolahnya."

"Sedangkan saya, saya malah kabur ke luar negeri tanpa bertanggung jawab atas kesalahan saya sendiri, dan hidup tanpa kekurangan apa pun."

Bumi kembali mengingat peristiwa kelamnya tiga belas tahun lalu, saat dirinya tengah melakukan balap liar, dan tidak sengaja menabrak seorang pria dewasa yang tengah menyebrang.

Bingung dan takut.

Adalah dua perasaan yang dirasakan oleh Bumi kala itu. Dia tidak mau masuk penjara di usia terbilang muda, dua puluh tahun.

Maka, Bumi meminta sang kakek untuk mengirimkannya ke salah satu perusahaan yang berada di negara Swiss.

Selama di Swiss sampai sekarang pun Bumi selalu bermimpi tentang tabrakan yang dilakukan olehnya.

"Pak Bagus, saya pernah berjanji akan bertanggung jawab atas kesalahan saya pada keluarga Bapak." Bumi melanjutkan ceritanya pada makam ayahnya Karina.

"Untuk itu saya meminta izin untuk mempersunting putri Anda sebagai istri saya. Saya berjanji akan selalu melindungi dia apa pun yang terjadi."

"Pak Bagus tidak perlu khawatir tentang adanya niat lain yang saya akan lakukan, karena saya murni menikah dengan Karina hanya sebuah pertanggungjawaban atas kesalahan saya pada Bapak 13 tahun lalu. Dan saya berjanji tidak akan jatuh cinta pada Karina."

"Karena bagaimanapun seorang pengecut seperti saya tidak pantas mencintai seorang malaikat seperti Karina Lavina."

Bumi melihat jam tangan yang berada di pergelangan tangan kirinya. Sudah hampir dua jam dia berada di sana, dan bercerita dengan makam Pak Bagus.

Dia menghela napas panjang, lalu berdiri. "Pak Bagus, maaf saya tidak bisa berlama-lama di sini. Karena saya ada pertemuan dengan putri Bapak, untuk membicarakan tentang pernikahan kita berdua."

"Pak Bagus, saya pamit untuk pergi dari sini. Saya janji akan lebih sering untuk berkunjung ke sini."

Sebelum benar-benar pergi dari sana, Bumi membungkukkan badannya. "Saya benar-benar meminta maaf pada Anda."

Bumi pun pergi dari makam yang bernama Bagus Hendrawan menuju mobilnya.

Selama menuju mobil, Bumi teringat bagaimana usahanya untuk menemukan keberadaan keluarga Pak Bagus.

Dia membutuhkan satu tahun dalam pencariannya setelah kembali dari Swiss selama sebelas tahun dirinya hidup di sana.

BRUK!

"Maaf, maaf ... saya tidak lihat ada orang lain di si-- Bumi?"

Bumi terkejut dengan kehadiran Karina di pemakaman secara tiba-tiba.

Dia bertanya-tanya apakah Karina melihat dirinya baru saja dari makam ayahnya, atau tidak?

"Lagi ziarah, ya?" tanya Karina mengagetkan Bumi.

"Hah? Oh, iya," jawab Bumi sedikit gugup.

"Siapa?"

"Hah? Oh, keluarga. Saya habis ziarah ke makam keluarga," balas Bumi tanpa pikir panjang.

Karina sedikit bingung dengan sikat Bumi yang terlihat gugup dari biasanya. Namun, dia mengabaikannya.

"Oh, ziarah ke makam keluarga. Kirain makam keluarga kamu ada di pemakaman elit, enggak tahunya ada di sini, di pemakaman umum yang sederhana."

Bumi diam-diam merutuki jawaban asalnya.

Yang dikatakan oleh Karina pun benar, makam keluarganya tidak berada di sini, tetapi berada di pemakaman elit.

"Oh itu ... mereka yang ingin dimakamkan di sini."

Karina hanya mengangguk, memercayai ucapan Bumi. "Oh begitu."

"Kalau begitu ... saya izin untuk pergi terlebih dulu," ucap Bumi.

Karina kembali mengangguk.

Bumi pun segera meninggalkan kawasan pemakaman umum itu sebelum Karina lebih curiga padanya. Namun, baru saja dua langkah Karina memanggil dirinya.

"Bumi?"

Maka, Bumi pun mau tak mau harus berbalik. "Ya?"

Karina meremas kedua tangannya gugup. Entah mengapa dia ingin sekali membawa Bumi untuk berkunjung ke makam ayahnya.

Dia tahu bahwa ini hanya pernikahan kontrak, tetapi tidak ada salahnya meminta izin terlebih dahulu pada sang ayah.

Karina menelan ludahnya sebelum berucap, "Jika Anda tidak keberatan, bolehkah saya memperkenalkan Anda pada almarhum Ayah saya."

Bumi terdiam, tidak menyangka bahwa Karina ingin memperkenalkan dirinya pada ayah perempuan itu.

"Saya tahu bahwa pernikahan ini hanya bersifat sementara, tapi saya tetap ingin memperkenalkan calon suami saya pada almarhum Ayah saya." Karina kembali berucap karena Bumi belum memberikan jawaban.

Akhirnya Bumi mengangguk. "Baiklah."

Bumi membuat gestur agar Karina jalan terlebih dahulu.

Karina berjalan di depan, menunjukkan jalan ke arah makam ayahnya pada Bumi.

"Huh? Bunga mawar putih lagi?" ucap Karina setelah sampai di makam ayahnya.

Karina mengambil setangkai bunga mawar putih di bawah nisan ayahnya, lalu memperlihatkan pada Bumi.

"Saya gak tahu siapa yang menyimpan ini di makam Ayah. Setiap kali saya ke sini, selalu saja ada setangkai bunga mawar putih," ceritanya pada Bumi.

Bumi terdiam melihat setangkai bunga mawar putih di genggaman Karina. Tidak mungkin 'kan dirinya mengakui perbuatannya sekarang pada Karina?

"Mungkin itu dari teman Ayah kamu," kata Bumi.

Karina menggeleng. "Saya yakin ini bukan dari teman Ayah saya."

"Kenapa kamu sampai berpikiran seperti itu?"

Karina menatap Bumi. "Karena teman yang Ayah kenal sudah gak ada di dunia ini. Semua teman-teman Ayah sudah berpulang 5 tahun lalu," tukasnya yakin.

Deg!

Jantung Bumi berdetak kencang. "La-lalu?"

"Penyesalan, dan harapan pengampunan yang kuat."

"Maksudnya?"

Karina menatap bunga mawar putih di tangannya. "Saya yakin ini dari orang yang sudah menabrak Ayah saya sampai mati."

"Kenapa kamu berpikiran seperti itu?"

"Memangnya siapa lagi yang meminta pengampunan pada orang yang sudah mati selain si penabrak pecundang itu?" tanya Karina dengan tatapan marah.

Dia bahkan tak menyadari bahwa Bumi tengah menelan ludah susah payah.

Bersambung.

อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป

บทล่าสุด

  • Dikontrak Jadi Istri Tuan Presdir   25. Canggung

    Karina duduk termenung di kursi meja makan. Namun, mulutnya tetap bergerak untuk mengunyah nasi goreng yang disiapkan oleh Rahma sebagai sarapan. "Jadi, dia udah bangun duluan?" gumamnya ketika mengingat ucapan Bumi ketika di kamar beberapa menit lalu. "Argh!" Karina mengusap rambutnya frustasi membayangkan dia yang nyaman tidur berada dalam pelukan Bumi. Sungguh, dia sangat malu. Bahkan saat Bumi mengatakan dia yang memeluk pria itu duluan, Karina segera bangkit dari duduknya lalu pergi dengan cepat meninggalkan Bumi seorang diri di kamar, mengabaikan rasa sakit di punggung. "Kutu sama ketombe kamu nanti jatuh ke nasi goreng." Karina sontak menghentikan gerakan tangannya pada rambut, lalu menegakan tubuh, dan membiarkan rambutnya berantakan ketika mendengar suara Bumi. Perempuan itu menatap horor pada Bumi yang kini telah duduk di hadapannya seraya meneguk teh hangat. "Kenapa lihatin saya kaya gitu? Kaya ketemu hantu saja kamu." Bumi berucap kembali dan membuat Karina

  • Dikontrak Jadi Istri Tuan Presdir   24. Minggu Pagi

    Karina semakin melesakkan kepalanya pada sesuatu yang membuatnya nyaman. Dan dia pun mengeratkan pelukan pada sesuatu yang dianggap sebagai guling. "Mama emang jagoan kalau milih guling. Gulingnya nyaman banget," gumamnya. Karina mengigau dalam tidurnya. Dia tidak tahu saja bahwa sesuatu yang dipeluk dengan nyaman itu adalah tubuh Bumi. Tidak berbeda jauh dengan Karina, Bumi pun mengeratkan pelukan pada tubuh Karina yang dia anggap guling. Dua orang itu masih terlena akan nyamannya tidur dan pelukan, serta belum ada niatan membuka mata untuk menyambut pagi hari yang cerah. Hingga kenyamanan itu harus terusik dengan seruan Rahma di luar kamar tidur Karina. "Rina, bangun! Udah siang. Rina!" "Lima menit lagi, Ma," balas Karina. Namun, tentu saja Rahma tidak mendengar balasan dari Karina karena putrinya itu membalasnya dengan suara lirih. "Rina, bangun!" seru Rahma lagi. Sedangkan di dalam kamar, Karina semakin melesakkan kepala pada dada bidang Bumi. Merasakan ada sesuatu yan

  • Dikontrak Jadi Istri Tuan Presdir   23. Dalam Pelukan

    Bumi dan Karina setuju untuk menginap di rumah Rahma karena keadaan di luar tidak memungkinkan mereka pulang. Maka, mau tak mau kedua orang yang selalu bertingkah seperti orang asing itu harus berada dalam satu ruangan. Setelah selesai membantu sang ibu untuk mencuci piring, kini Karina sudah berdiri di depan pintu kamar tidurnya. Dia merasa canggung hanya untuk masuk ke kamarnya sendiri. "Dia udah tidur belum, ya?" gumamnya. Lalu, Karina melihat jam yang digantung di dinding. "Masih jam 8. Pasti dia belum tidur," lanjutnya. Tidak ingin terlibat dalam suasana canggung saat bertemu Bumi di kamar, Karina lebih memilih kembali ke dapur, dan membuat coklat hangat untuk menemaninya nonton televisi di ruang tengah. Karina duduk di sofa yang berhadapan dengan televisi, lalu mencari saluran tayangan yang dia inginkan. Akhirnya Karina menjatuhkan pilihan tayangan pada salah satu saluran televisi yang menayangkan film fantasi, di mana film tersebut menceritakan tentang empat saudara ya

  • Dikontrak Jadi Istri Tuan Presdir   22. Sayur Sop

    "Nah, ayo Nak Bumi, di makan." Rahma telah selesai menyajikan semua menu makan malam, dan duduk di kursi meja makan bersama anak serta menantunya. "Kamu harus cobain sayur sop buatan Rina. Mama yakin kamu pasti langsung suka," tambahnya. Bumi mengangguk, dan tersenyum. "Iya, Ma, pasti saya cobain. Soalnya ini kali pertama saya makan masakannya Karina." "Loh, kamu emang gak pernah masakin makanan buat suami kamu di rumah, Rin?" tanya Rahma menatap Karina penuh tuntutan. Karina yang tengah mengambil nasi untuk diletakkan di piring harus terhenti sejenak. "Di rumah ada ART yang khusus buat masak, Ma," jawabnya. "Jadi, Rina gak--Rahma mencubit pinggang Karina yang berada di sampingnya, hingga membuat ucapan sang putri tidak selesai dan meringis. "Kamu ini, sesekali masakin makanan buat suami kamu apa susahnya?" "Aduh, Ma! Sakit ih.""Jangan kebiasaan pake jasa ART, Rina." Rahma kembali memberikan wejangan. Karina mengerucutkan bibirnya. "Tapi Rina lagi sibuk-sibuknya, Ma, jadi g

  • Dikontrak Jadi Istri Tuan Presdir   21. Dada Bidang

    Bumi menghela napas panjang, membuat dirinya lebih rileks. Sedangkan di balik dinding, kembali terdengar suara wajan yang beradu dengan spatula, menandakan Karina dan Rahma kembali memasak. Setelah dirasa lebih tenang, Bumi mengembuskan napas. Lalu, berjalan kembali ke depan pintu. Dia harus bertingkah layaknya orang yang baru sampai. "Assalamualaikum!" seru Bumi di depan pintu. Lalu, terdengar langkah seseorang dari arah dapur. "Wa'alaikumsalam," sahut Rahma yang menyambut kedatangan Bumi. Bumi menghampiri Rahma, lalu mencium punggung tangan wanita paruh baya itu. "Tadi gimana di sana, Nak?" Rahma menanyakan tentang para korban kecelakaan. "Semuanya sudah diperiksa. Kata dokter enggak ada luka serius, cuma lecet-lecet sama shock saja. Keluarga korban juga sudah datang ke rumah sakit," jawab Bumi. Rahma mengangguk. "Syukur alhamdulillah, enggak ada yang serius. Tadi waktu denger suara motor jatuh Mama panik banget, takut kenapa-kenapa sama mereka," ungkapnya. "Sekarang mere

  • Dikontrak Jadi Istri Tuan Presdir   20. Sebuah keinginan.

    Bumi berjalan di koridor rumah sakit dengan Pak RT dan dua warga. Mereka akan pulang setelah menunggu beberapa menit hingga keluarga korban sampai di rumah sakit. "Kamu ini menantunya Bu Rahma, ya?" tanya Pak RT setelah semuanya masuk dan duduk di mobil Bumi. Bumi menoleh ke arah Pak RT yang duduk di kursi penumpang bagian depan, seraya memasang sabuk pengaman. "Iya, Pak, saya menantunya Bu Rahma." Pak RT dan dua warga yang duduk di kursi belakang mengangguk. "Kamu cocok sama anaknya Bu Rahma, si Karina itu," celetuk salah satu warga di kursi belakang. "Iya, kamu sama Karina cocok. Soalnya sama-sama ganteng sama cantik," sambar satu warga lainnya. "Bener itu! Soalnya banyak yang bilang, katanya kalau laki-lakinya ganteng terus perempuannya cantik itu bakalan cocok." Pak RT ikut menimpali, dan membuat dua penumpang di belakang tertawa. Bumi terkekeh kecil dengan semua ucapan para penumpang mobilnya. Lalu, menggelengkan kepala, tidak terlalu percaya akan hal-hal tersebut. "Naman

บทอื่นๆ
สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status