Share

Kamu Hamil?

Author: Young Lady
last update Last Updated: 2025-07-26 11:10:46

“Harusnya aku melakukan pencegahan sejak awal,” sesal Tanisha sembari mencengkram hasil tes kehamilannya.

Dirinya dinyatakan positif hamil. Statusnya memang menikah. Namun, suaminya tak pernah menyentuhnya sama sekali. Dan pernikahannya baru menginjak satu minggu. Sudah jelas jika kehamilannya adalah imbas dari insiden malam itu.

Sampai sekarang, Tanisha bahkan belum bisa mengenali wajah sosok yang bersamanya malam itu. Dan kini, hasil perbuatan mereka malah bersemayam di perutnya. Langit serta keluarga lelaki itu pasti akan merasa tertipu dan marah besar, begitupun dengan keluarganya.

Tanisha mengangkat kepalanya yang ia tumpukan pada setir mobil dan langsung merobek hasil tes kehamilannya. Tak boleh ada jejak yang tersisa. Untuk keputusan yang akan ia ambil ke depannya, akan dirinya pikirkan nanti. Yang terpenting, tak boleh ada yang mengetahuinya.

Tanisha menyentuh perutnya dengan mata berkaca-kaca. “Maaf. Tapi, aku belum bisa menerima kamu.”

Seandainya bukan akibat insiden malam itu, tentu saja Tanisha akan menerima kehamilannya dengan suka cita. Sayangnya, keadaannya sekarang sangat rumit. Langit bukanlah Bumi yang baik hati. Lelaki itu penuh perhitungan. Pastinya, tak ada toleransi untuk kesalahannya kali ini.

Setelah puas menumpahkan resah yang membelenggu hatinya, barulah Tanisha melajukan mobilnya keluar dari area rumah sakit. Ia telah menyingkirkan bukti kehamilannya. Tanisha juga telah memastikan jika penampilannya tak terlalu kacau untuk bertemu siapa pun.

“Tidak ada yang boleh tahu.” Tanisha menggumamkan kalimat tersebut berulang kali.

Biarlah cukup dirinya saja yang tahu. Seperti lelaki itu yang menghilang tanpa jejak, Tanisha pun akan menghilangkan jejaknya. Sebab, tak ada alasan untuk mempertahankannya. Bukan hanya suaminya yang akan murka jika mengetahui rahasianya, ayahnya mungkin akan langsung membunuhnya.

Tanisha langsung pulang karena kebetulan agenda kegiatannya hari ini telah usai. Ia memilih kembali mendekam di kamar tamu seharian penuh. Pening yang mendera kepalanya belum benar-benar hilang. Setelah bangun tidur nanti, Tanisha bukan hanya berharap peningnya menghilang, tetapi juga masalah besar yang menimpanya.

Ketika terjaga, Tanisha kembali mendapati Langit duduk di tepi ranjang. Kemeja putih yang lelaki itu kenakan agak kusut di bagian bawah. Sepertinya, Langit belum berganti pakaian sepulang dari kantor DPP (Dewan Pengurus Pusat). Tanisha tidak tahu apa yang lelaki itu pakai saat berangkat tadi.

“Para pelayan bilang kamu sakit? Sudah ke dokter?” tanya Langit seraya menoleh ke samping. Sorot mata lelaki itu tetap datar. Tak menunjukkan kekhawatiran sama sekali.

“Hanya kurang enak badan. Mungkin karena jam tidurku yang berantakan. Aku hanya butuh istirahat yang cukup,” jawab Tanisha tanpa terlihat gugup sama sekali.

Banyak orang yang memuji aktingnya. Bahkan, tak sekali dua kali ia mendapat piala penghargaan atas kerja kerasnya di dunia hiburan. Jadi, seharusnya bukan hal yang sulit untuk menunjukkan sedikit bakatnya di hadapan sang suami. Akting tidurnya memang buruk, tetapi tidak dengan caranya bertutur kata.

“Oke. Kalau begitu, saya harap kamu tetap bisa menemani saya besok malam. Atau kalau keadaan kamu belum membaik, saya bisa beralasan kalau kamu sedang sakit,” balas Langit yang sudah kembali berdiri.

“Tenang saja. Besok aku pasti bisa menemani Mas Langit ke acara itu,” jawab Tanisha agak sarkas.

Sekali lagi Tanisha kembali diingatkan jika perannya hanya sebagai pelengkap. Pemanis yang harus selalu siap untuk mempercantik keadaan. Itulah mengapa dirinya harus selalu sehat. Jika bukan karena itu, tak akan ada yang memedulikannya.

Tanisha kembali berbaring dan memejamkan mata. Ia tak tertarik memperpanjang obrolannya dengan Langit. Lelaki itu hanya ingin memastikan kesediaannya untuk menghadiri acara besok malam. Jadi, seharusnya tak ada lagi yang perlu dibicarakan.

“Kembali ke kamar. Jangan tidur di sini.” Dibanding membujuk, nada bicara Langit lebih pantas disebut titah yang tak ingin dibantah.

“Aku nggak mau menulari kamu, Mas,” jawab Tanisha tanpa membuka matanya.

Tanisha tak berniat pindah dari kamar ini. Ia sudah merasa nyaman di sini. Apalagi sekarang ada rahasia besar yang sedang dirinya sembunyikan. Tidur satu kamar dengan Langit hanya akan mempersulitnya. Lama-kelamaan lelaki itu akan curiga. Sedangkan dirinya belum mengambil keputusan untuk menghilangkan jejak ini.

Diam-diam Tanisha menunggu langkah Langit keluar dari kamar ini. Namun, hanya kesunyian yang tertangkap oleh indra pendengarannya. Sebelum, tiba-tiba saja selimut yang membalut tubuhnya tersingkap dan tubuhnya melayang. Langit menggendongnya.

“Ternyata kamu agak keras kepala,” decak Langit sebelum melangkah keluar dari kamar tersebut dengan Tanisha yang berada dalam gendongannya.

“Semua yang ada di sini memang bekerja untuk saya. Tapi, orang tua saya dan kamu punya nata dan telinga di mana-mana. Sebaiknya jangan membuat masalah,” bisik Langit di samping telinga Tanisha.

Embusan napas hangat Langit yang menerpa tengkuknya membuat Tanisha merinding. Jarak mereka terlalu dekat hingga dirinya dapat mendengar degup jantung Langit yang teratur. Namun, di satu sisi, ia khawatir lelaki itu juga dapat mendengar debar jantungnya yang menggila.

***

Tanisha terus mengemut permen sejak masih berada di rumah demi menetralisir mual yang mendera. Sayangnya, itu tetap tak terlalu membantu. Kepalanya masih pening, namun ia tetap nekat mendampingi Langit agar tidak banyak pertanyaan yang perlu ia jawab.

Awalnya Tanisha sudah yakin tubuhnya telah membaik karena tadi pagi morning sivkness nya tidak kambuh. Namun, setelah ia siap berangkat, mual dan pening itu kembali menghampirinya. Tanisha yang malas menjelaskan pada Langit pun memilih langsung berangkat begitu lelaki itu menjemputnya.

Tak ada sopir maupun ajudan yang mendampingi Langit. Lelaki itu menyetir sendiri. Langit tidak turun dari mobil untuk sekadar menyapa sang istri. Tanisha pun memilih langsung membuka pintu di samping kemudi tanpa senyum yang menghiasi wajahnya.

“Padahal Mas bisa meminta orang jemput aku. Atau cukup kirim alamatnya padaku, aku bisa berangkat sendiri. Supaya Mas Langit nggak perlu bolak-balik,” celetuk Tanisha sembari memasang seatbelt di tubuhnya.

“Saya masih punya waktu untuk jemput kamu. Lagi pula, kita baru menikah. Saya malas menjawab pertanyaan orang kalau kita datang terpisah,” jawab Langit seraya melajukan mobilnya keluar dari pekarangan rumahnya.

Baiklah. Tanisha mengerti. Ia pun malas menanggapi pertanyaan-pertanyaan seperti itu. Apalagi dengan kondisi tubuhnya yang belum benar-benar fit. Jika bisa, ia tak ingin terlalu banyak berbicara dengan siapa.pun. Tinggal makan dan setelah itu langsung pulang.

‘Ini hanya makan malam biasa. Pasti nggak akan lama,’ gumam Tanisha dalam hati.

Namun, tentunya acara makan malam ini bukan makan malam biasa seperti yang Tanisha harapkan. Apalagi dengan statusnya yang berubah. Ia tidak lagi dikenalkan sebagai putri bungsu Baskara Prameswara. Namun, sebagai istri dari Langit Akasa Mahadewa.

Beberapa dari pada politisi yang hadir mengucapkan selamat atas pernikahan Langit dan Tanisha. Katanya mereka tidak sempat datang di hari pernikahan tersebut. Tanisha yang tadinya ingin lebih banyak diam pun terpaksa harus beramah-tamah dengan mereka.

Ada sambutan-sambutan tak penting dan Langit salah satu pengisi sambutan tersebut. Dan Tanisha hanya duduk seorang diri di meja mereka dengan pening yang semakin menyiksa. Kemarin kondisinya tidak separah ini, makanya ia berani berangkat karema berpikir peningnya akan membaik.

“Aku nggak bisa menunggu sampai acara ini selesai,” putus Tanisha menyerah.

Tanisha bergegas bangkit dari kursinya. Beruntungnya, Langit mendapat meja di bagian belakang. Jadi, kepergiannya ketika acara baru saja dimulai tak akan terlalu mencolok. Namun, baru berapa langkah beranjak, tiba-tiba tubuhnya oleng dan kegelapan mengambil kesadarannya.

Aroma cairan disinfektan yang menyengat membuat Tanisha kembali tersadar. Ia meringis pelan sembari menyentuh kepalanya. Setelah kasadarannya terkumpul, barulah ia menyadari dirinya tak sendirian di ruangan ini. Ada Langit yanh tengah berbincang dengan dokter.

Wajah Tanisha berubah pias. Rahasianya pasti terbongkar. Seharusnya, tadi ia tidak perlu nekat ikut serta ke acara tak penting itu.

Tanisha dan Langit bertemu pandang. Sorot mata lelaki itu tetap datar seperti biasa. Ada tampak emosi di sana. Namun, bisa dipastikan jika lelaki itu telah mengetahui segalanya. Langit memberi isyarat pada sang dokter jika Tanisha telah siuman dan dokter tersebut langsung memeriksanya.

Langit tak membuka suara sama sekali hingga dokter itu pamit pergi. Namun, sorot penuh perhitungan lelaki itu masih mengarah pada Tanisha. Tepat setelah dokter yang menangani Tanisha pergi, Langit langsung menutup pintu. Rapat. Seolah-olah tak menginginkan kedatangan siapa pun.

“Saya belum pernah menyentuh kamu. Dan kamu ... hamil?”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dilamar Adiknya, Dinikahi Kakaknya   Tes DNA

    Tanisha tahu cepat atau lambat rahasianya akan terbongkar. Akan tetapi, ia tak menyangka jika rahasianya akan terbongkar secepat ini. Disaat dirinya belum mempersiapkan apa pun untuk menghadapi semuanya. Bahkan, ia tidak tahu harus menjelaskan apa.“Baru seminggu kalian menikah dan kamu udah hamil? Kamu mau menipu keluarga saya?!”Keramahan yang semula Wulan tampakkan langsung lenyap seketika. Senyum ramah dan sorot teduh yang Wulan tampilkan pun telah menghilang. Berganti dengan sorot sinis penuh penghakiman. Dan Tanisha hanya bisa menerima perlakuan tersebut karena dirinya memang bersalah. Tanisha bukan tidak berusaha membatalkan pernikahan ini. Akan tetapi, jika papanya telah memutuskan sesuatu, keputusan tersebut tidak bisa diganggu gugat. Tanisha pun tak berani mengatakan alasannya secara gamblang hingga akhirnya hanya bisa pasrah dengan keputusan orang tuanya. Wulan langsung meminta Langit pulang. Bukan hanya Langit, ayah mertua Tanisha juga hadir, lengkap dengan orang tua Tan

  • Dilamar Adiknya, Dinikahi Kakaknya   Saya akan Terima Anak Itu

    “Saya akan terima anak itu.”“Kita baru menikah. Perceraian hanya akan membuat nama kita menjadi buruk “Hingga kini, ucapan Langit masih terngiang-ngiang di benak Tanisha. Bukannya senang, mendengarnya malah membuat dada Tanisha semakin terasa terimpit. Ia tidak berharap Langit sudi menerima anaknya. Wanita itu ingin Langit menceraikannya. Sejak awal, pernikahannya dengan Langit adalah kesalahan. Langit hanya menikahinya sebagai bentuk pertanggungjawaban dan menjaga nama baik keluarga mereka. Lalu, sekarang lelaki itu juga ingin bertanggungjawab atas janin dalam kandungannya. Mungkin, Tanisha akan merasa tersanjung jika Langit benar-benar tulus. Sayangnya, tak ada yang tahu rencana lelaki itu sebenarnya. Dan yang paling penting, Langit memiliki seseorang yang lelaki itu jaga. Walaupun mereka tak lagi menjadi sepasang kekasih. Ah, Tanisha tidak yakin hubungan keduanya benar-benar berakhir. Tak ada yang tahu. Apalagi setelah Langit menganggapnya wanita murahan. “Aku pikir kamu bene

  • Dilamar Adiknya, Dinikahi Kakaknya   Mas, Ceraikan Aku

    “Saya belum pernah menyentuh kamu. Dan kamu ... hamil?”Pertanyaan tersebut sangat menusuk hati Tanisha. Namun, di sini dirinya memang patut dihakimi. Pernikahannya tak berjalan selayaknya pasangan pada umumnya. Dan kini dirinya dinyatakan hamil. Parahnya, usia pernikahannya baru menginjak satu minggu. Biasanya, Tanisha selalu bisa membalas tatapan tajam Langit dengan berani. Tetapi, sekarang dirinya hanya bisa menatap ke bawah dengan kegugupan luar biasa yang melingkupi hatinya. Langit pasti marah besar dan merasa tertipu. Padahal selama ini ayahnya selalu berkoar-koar jika putrinya mahir menjaga diri. Tanisha pun tak ingin seperti ini. Sayangnya, malam naas itu terjadi tanpa permisi, tanpa jejak, terkecuali janin yang kini bersemayam di rahimnya. Tanisha belum sempat memikirkan cara untuk menghadapi kehamilannya dan Langit malah sudah mengetahui kenyataan itu. “Siapa ayahnya?” Tak kunjung mendapat jawaban dari Tanisha, Langit kembali melontarkan pertanyaan. “Aku nggak tau,” jawa

  • Dilamar Adiknya, Dinikahi Kakaknya   Kamu Hamil?

    “Harusnya aku melakukan pencegahan sejak awal,” sesal Tanisha sembari mencengkram hasil tes kehamilannya. Dirinya dinyatakan positif hamil. Statusnya memang menikah. Namun, suaminya tak pernah menyentuhnya sama sekali. Dan pernikahannya baru menginjak satu minggu. Sudah jelas jika kehamilannya adalah imbas dari insiden malam itu. Sampai sekarang, Tanisha bahkan belum bisa mengenali wajah sosok yang bersamanya malam itu. Dan kini, hasil perbuatan mereka malah bersemayam di perutnya. Langit serta keluarga lelaki itu pasti akan merasa tertipu dan marah besar, begitupun dengan keluarganya. Tanisha mengangkat kepalanya yang ia tumpukan pada setir mobil dan langsung merobek hasil tes kehamilannya. Tak boleh ada jejak yang tersisa. Untuk keputusan yang akan ia ambil ke depannya, akan dirinya pikirkan nanti. Yang terpenting, tak boleh ada yang mengetahuinya. Tanisha menyentuh perutnya dengan mata berkaca-kaca. “Maaf. Tapi, aku belum bisa menerima kamu.”Seandainya bukan akibat insiden mal

  • Dilamar Adiknya, Dinikahi Kakaknya   Jejak Malam Itu

    “Baru pulang, Mas?” tanya Tanisha dengan senyum lembut yang tersungging di bibirnya. Berbanding terbalik dengan nada bicaranya yang cukup menusuk. Tanisha tak pernah berniat untuk menunggu hingga suaminya pulang. Namun, anehnya ia selalu terjaga saat lelaki itu kembali. Entah se pagi apa pun itu. Termasuk sekarang. Jam yang menggantung di dinding menunjukkan pukul tiga pagi dan suaminya baru tiba di rumah. Rumah?Tanisha tidak tahu apakah hunian mewah ini pantas disebut rumah atau tidak. Tentunya dirinya tidak tinggal berdua saja dengan sang suami. Ada banyak pekerja yang berseliweran di jam-jam tertentu. Namun, tetap saja kehampaan yang terasa tak berkurang sama sekali. Satu minggu Tanisha dan Langit resmi menjadi pasangan suami-istri. Mereka menempati kamar yang sama. Namun, jika dihitung-hitung, selama seminggu ini Tanisha yang lebih banyak menempatinya. Sedangkan Langit seolah-olah memiliki kesibukan di luar sana yang tak ada habis-habisnya. Sehingga setiap harinya, lelaki itu

  • Dilamar Adiknya, Dinikahi Kakaknya   Ditinggal Saat Malam Pertama

    “Kalau Bumi tidak bisa menikahi kamu, harusnya Langit bisa menggantikannya.” Baskara mengatakan itu sembari menatap sosok Langit Akasa Mahadewa—kembaran Bumi yang keluar dari area pemakaman. Tanisha kontan melirik sosok tersebut. Sang pemilik wajah yang sama persis dengan wajah calon suaminya yang telah meninggal dunia. Namun, wajah itu tampak lebih tegas dengan sorot tajam dan dingin yang menjadi andalannya setiap menatap siapa pun. “Jangan gila, Pa!” seru Tanisha yang sudah kembali mengalihkan atensi pada sang ayah. “Keluarga Mahadewa masih berduka. Seharusnya, kita cukup mengucapkan belasungkawa. Bukan malah memikirkan pernikahanku yang gagal!” Tanisha kembali menambahkan. Entah apa yang akan ayahnya lakukan jika mengetahui kesuciannya telah terenggut semalam sebelum pernikahannya berlangsung. Insiden tersebut lebih pantas disebut aib dibanding dengan kecelakaan yang menimpa Bumi. Sebab, tak ada yang memalukan dari suatu kematian. Mungkin, ini adalah teguran untuk Tanisha

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status