Rabu malam yang indah mereka habiskan di atas ranjang berbalut sprei berwarna cokelat muda. Sprei yang awalnya bersih, malam itu juga banyak noda berceceran. Pergelutan malam itu membuat mereka lelah sampai akhirnya terlelap dalam mimpi indah masing-masing.“Eengh ....” Sea mendesah dan belum bangun dari alam tidurnya.Desahan menggelitik itu ternyata membangunkan lelaki di sampingnya. Rain perlahan membuka mata dan mengumpulkan kesadaran. Matanya melirik dan mendapati sang istri yang masih terlelap dalam dekapannya.Rain tersenyum. Rona merah bersemu di pipinya karena ia bangga telah menjadi lelaki seutuhnya—untuk yang kedua kali setelah pernikahan pertamanya. Ia memperhatikan wajah istrinya yang tertutup sebagian rambut dan sesekali masih mendesah. Tangannya menyibakkan rambut panjang Sea ke balik telinga, lalu ia mengusap lembut pipi istrinya denga
“Beruntung kita di depan kecelakaan itu. Kalau enggak, kita pasti terjebak lama di sana.”“Ya, kalau aja tadi kamu terlambat lima menit, kita pasti masih ada di sana, Rain.” Crystal menimpali.Rain melihat sama-samar mobil berwarna putih yang bagian depannya sudah rusak dan mengeluarkan kepulan asap. “Hmm, gimana kondisi orang itu sekarang?”“Kamu khawatir dengan orang yang gak dikenal?” Crystal meliriknya, lalu kembali fokus mengemudikan mobil.Rain menggeleng. “Aku cuma gak bisa bayangkan seperti apa perasaan keluarganya setelah dengar kecelakaan itu.” Sebenarnya, hatinya juga tiba-tiba merasa gelisah. Namun, ia berusaha menyingkirkan kekhawatiran itu karena tidak ada penyebab pastinya.“Lebih baik kamu khawatirkan istri ka
“Rain dengar Mami, gak?”“Ya, Rain mendengarnya, Mi.” Crystal menyahuti.“Rain! Kamu tahu? Sea kecelakaan, Rain! Kamu dan Crys—“Apa!” Rain dan Crystal terkejut.Mobil Crystal kembali berhenti mendadak dan menyebabkan mereka berdua terlonjak kaget. Beruntung di belakangnya tidak ada kendaraan dan mereka sedang ada di bahu kiri jalan.Crystal dan Rain saling bertukar pandangan. Pikiran mereka tertuju pada satu hal yang sama, yaitu kecelakaan beberapa waktu lalu. Mendengar kabar itu, Rain mengambil ponsel Crystal untuk mendengarkan kabar lebih jelasnya.“Kecelakaan! Kecelakaan di mana, Mi?! Kapan? Terus Sea gimana? Dia terluka?” Rain benar-benar terkejut dan takut mendengar hal yang menegangkan akan ter
Ia menatap wajah suaminya dengan serius. “Boleh aku bicara berdua sama kamu?”“Boleh, Sayang,” jawab Rain. “Mau keluar dulu?”“Gak usah keluar. Kalian bicara di dalam aja, biar kami yang keluar,” ujar Willy, ayahnya.“Terima kasih, Pa.” Rain menyahutinya. Semua orang bergegas keluar meninggalkan Rain dan Sea hanya berdua.Rain berdiri menghadap istrinya. Tangannya melebar memegangi besi ranjang di antara tubuh istrinya yang sedang duduk di tepi ranjang.Posisi tubuhnya sedikit menurun dengan satu kaki memanjang ke belakang dan satunya lagi menekuk menopang tubuh. Ia mendekati wajah sang istri hingga saling bertatapan. Bau napas mereka pun saling beradu. Rain tersenyum begitu manis. Sementara, salah satu tangannya mengelus rambut panjang
“Turunkan aku, cepat!” Ia berbisik di telinga suaminya. Sementara, Rain hanya tertawa berseri-seri melihat ekspresi istrinya yang tak berani menampakkan wajah di depan umum.“Kamu harus dihukum karena tidak menurut, Sea.”“Rain—Tak ingin mendengar apa pun lagi dari istrinya, Rain segera melangkahkan kaki masuk hotel, kemudian menuju lift. Semuanya memberikan jalan khusus untuk mereka.Di dalam hotel, banyak pasang mata yang memperhatikan ketika mereka seperti pasangan yang tak biasanya. Semua wanita membayangkan menjadi Sea dan mengidam-idamkan pria seperti Rain. Sikap berwibawa, tegas, dan acuh tak acuhnya menjadikan seorang Rain berkarismatik.Kedua tangan melingkar di leher sang suami dan tubuhnya mendekap erat karena malu menjadi pusat perhatian. Di
Bintang-bintang bergelantungan dalam pekatnya langit bersama rembulan yang tersipu di balik awan. Suasana malam Minggu Kota Bandung begitu hingar bingar saat itu. Gelak tawa, suara pengamen, orang-orang berfoto, sampai tangis anak-anak saling bersahutan.Hampir seluruh rumah makan, kafe, pertokoan, dan pedestrian dipenuhi pengunjung. Angin berembus membelai rambut Sea yang baru saja turun dari mobil bersama suami, anak, dan asistennya. Mereka sampai di rumah makan tradisional yang menyajikan menu-menu khas adat Sunda.“Silakan.” Seorang pramusaji menyodorkan dua buah buku menu ketika keluarga Rain mengambil salah satu meja dengan empat kursi.“Terima kasih,” ujar Rain. “Kamu mau pesan apa?” Ia bertanya kepada Sea sambil menatap buku berisi banyak daftar menu.“Aku mau bebek goreng dan
Dari dalam restoran, Rain memegang tangannya Sea. Namun, setelah sampai di luar restoran, pria berkaos polo shirt putih itu melepas genggamannya. Ia tetap berjalan di samping istrinya, tetapi eskpresinya tak seperti sebelumnya. Sikapnya menjadi dingin seperti waktu awal-awal mereka bertemu.Saat makan, Rain hanya fokus menghabiskan makanannya. Tak ada sepatah kata pun keluar dari mulutnya sampai semua hidangan di meja habis dilahap yang lainnya.Menyadari hal itu, Sea merasa bingung. Ia khawatir melakukan kesalahan yang membuat suaminya marah sampai-sampai Rain mendiamkannya begitu.***Begitu sampai di rumah pun, Rain langsung keluar dari mobil dan masuk ke kamar, meninggalkan semua yang masih berada di mobil.Sea makin merasa canggung. Ia tak tahu apa alasannya. Setelah menuntun Cyra ke kamar, Sea segera m
“Bintang ...? Kamu sedang apa?” Ia melihat Bintang tertunduk. “Bin. Ayo, bangun. Malu dilihat banyak orang.” Perlahan, langkahnya mendekati Bintang, memastikan apa yang sedang dilakukannya. Namun, Bintang masih diam di posisinya. Tak lama, terdengar suara isak tangis.“Sea, aku ....” Ia mendongak pelan.“Bintang, bangun dulu, ya.” Ia membujuk Bintang sambil memperhatikan pandangan semua orang.“Sea, aku itu sayang kamu. Terlalu sakit mendengar kenyataan kalau kamu udah jadi istri orang. Padahal, aku yang lebih lama kenal kamu daripada suamimu itu.” Bintang menepuk-nepuk dadanya. Matanya memerah dan menggenangkan cairan yang hampir terjatuh. “Aku cuma suka kamu, Se. Aku mau perjodohan kita berlanjut. Aku cuma sayang kamu.”Wanita dengan rambut panjang dikuncir setengah itu mengerutkan kening. Tak dapat dipungkiri jika ia merasa terharu dengan ungkapan yang dinyatakan Bintang. Ia memang mengenal Bintang jauh lebih lama daripada Rain. Itu karena