Share

Bab 42

Mobil kami sampai berbarengan dengan berkumandangnya adzan duhur. Aku bergegas masuk ke dalam rumah yang baru saja kuncinya dibuka ibu. Pegal sekali rasanya duduk berjam-jam di dalam mobil. Langsung kubaringkan Syafea yang masih tertidur di atas ranjang. Sekalian aku pun ikut merebahkan tubuhku di sampingnya.

Wajah Mas Fahri selalu saja terbayang di mataku. Satu-satunya lelaki yang berhasil mengisi relung hatiku kini tinggal kenangan. Membuat mataku kembali memanas dan akhirnya kembali menangis.

Kematian suamiku itu baru juga dua bulan lamanya. Masih begitu baru. Tak akan mungkin mudah bagiku untuk melupakannya. Kata orang, semakin lama, bukannya semakin lupa, tapi justru akan semakin ingat. Tentu saja, karena semakin lama, rindu itu pasti semakin menggunung.

Kulirik Syafea yang masih tertidur pulas. Lalu aku bangkit berjalan keluar kamar. Bang Irsyad sedang duduk di kursi meja makan. Dia terlihat sedang memainkan gawainya.

Aku menuang air putih ke dalam gelas, kemudian ikut duduk di
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status