Dilema Istri Kedua

Dilema Istri Kedua

By:  Siska_ayu  Ongoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
Not enough ratings
51Chapters
5.3Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
Leave your review on App

Aku kira aku adalah satu-satunya istri dalam hidup suamiku. Ternyata aku hanyalah istri kedua. Orang ketiga dalam pernikahan suamiku dan istri pertamanya.

View More
Dilema Istri Kedua Novels Online Free PDF Download

Latest chapter

Interesting books of the same period

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments
No Comments
51 Chapters
Bab 1
"Siapa wanita itu, Mas?""Katakan!" teriakku.Aku membanting bubur yang tadi dibeli dari penjual bubur yang sedang mangkal di depan rumah. Seketika bubur yang terbungkus plastik itu berceceran di lantai. "Sabar, Nay, sabar! Ayo, duduk dulu. Kamu pasti cape kan habis perjalanan jauh." Mas Fahri—suamiku, mencoba memegang bahuku. Tapi segera kutepis tangannya.Sementara wanita itu, yang entah siapa dan dari mana datangnya, entah sejak kapan pula dia ada di rumah ini, berdiri mematung di dalam ruang TV rumah kami. Wajahnya tertunduk, memainkan jari jemarinya yang saling bertautan. Rambut sepinggang yang masih basah itu, tergerai menutupi sebagian wajahnya."Tidak, aku butuh jawaban sekarang juga. Siapa wanita itu? Kenapa dia ada di rumah kita, Mas?"Aku berteriak histeris. Tubuhku bergetar hebat. Suaraku nyaring melengking menggema di seluruh ruangan. Bahkan mungkin, akan terdengar sampai rumah tetangga. Apa peduliku. Hatiku perih bak disayat sembilu. Sungguh tak kuasa melihat pemandang
Read more
Bab 2
"Apa?! Istri pertama?"Aku menatap tajam iris coklat Mas Fahri. Berharap apa yang tadi kudengar hanya candaan atau prank semata. Bukankah beberapa hari lagi adalah hari ulang tahun pernikahan kami yang pertama? Mungkin Mas Fahri ingin memberi kejutan untukku dengan berpura-pura seperti ini."Kamu bercanda kan, Mas? Apa kamu sengaja ingin memberi kejutan untuk ulang tahun pernikahan kita?" Aku memegang lengan suamiku.Mas Fahri menggeleng pelan."Tidak, Nay. Aku tidak bercanda. Dia memang istriku. Kami sudah menikah selama empat tahun."Aku repleks menutup mulut yang membulat. Pengakuan Mas Fahri membuat jantungku serasa berhenti berdetak seketika. Hatiku bak dipukul palu godam dengan amat keras. Sakit luar biasa. Tak pernah sekalipun aku menyangka, kalau aku akan menjadi istri kedua. Aku tak pernah menginginkannya, bahkan dalam mimpi sekalipun.Air mataku mengalir semakin deras. Bahuku berguncang hebat menandakan luka yang kurasakan teramat dahsyat."Maafkan aku, Nay. Aku tidak bermak
Read more
Bab 3
"Maaf, Mbak. Aku cuma mau mengantarkan ini." Nisa meletakkan sebuah piring berisi nasi dan semangkuk sayur sop yang masih mengepul. Aku memalingkan wajah ke segala arah pura-pura tidak memperhatikannya. Wangi kaldu ayam dari sayur sop menguar menusuk indra penciumanku. Begitu menggoda perutku yang meronta-ronta minta diisi. Namun sayangnya, rasa sakit hati lebih mendominasi daripada rasa lapar yang kurasakan."Aku permisi," ucap Nisa. Sudut matanya melirik Mas Fahri yang masih duduk di sampingku.Mas Fahri terlihat mengangguk sambil tersenyum. Sangat manis. Ah, hatiku kembali berdenyut ngilu melihat lelaki yang begitu kucinta itu tersenyum begitu manis kepada wanita lain. Meskipun sekarang aku tahu, wanita itu juga istri dari suamiku. Nisa berjalan pelan keluar kamar. Kemudian dia menutup kembali pintu kamarku.Sebagai seorang wanita, aku bisa melihat, kalau Nisa adalah wanita yang baik. Tubuhnya bahkan terbungkus gamis yang sama sekali tidak memperlihatkan lekuk tubuhnya. Rambutny
Read more
Bab 4
"Itu karena ...."Mas Fahri terlihat membuang napas pelan."Karena Nisa tidak bisa memberikan keturunan. Saat belia, Nisa mengalami kecelakaan yang menyebabkan rahimnya harus diangkat."DegHatiku berdenyut lebih kencang dari sebelumnya. Rasa kecewa langsung merajai hati."Jadi, Mas menikahiku hanya karena ingin mempunyai anak? Mas mau menjadikanku istri pencetak anak?"Emosi yang sempat mereda, kini kembali membuncah. Tak menyangka jika tujuan Mas Fahri menikahiku hanya karena ingin mendapatkan keturunan."Tidak, tidak seperti itu, Nay. Jangan salah paham. Aku menikahimu karena memang benar-benar mencintaimu.""Bagaimana kalau ternyata, aku juga tidak bisa memberikanmu keturunan? Bukankah kita juga sudah setahun menikah? Tapi belum ada sama sekali tanda-tanda kehamilan. Apa kamu juga akan menikah lagi?" Mas Fahri terlihat gelagapan."Ti-tidak. Tentu saja tidak, Sayang."Entahlah, apa yang dikatakannya benar atau tidak. Aku sudah tidak bisa mempercayainya. Aku terlanjur kecewa padany
Read more
Bab 5
Apa sebenarnya yang sedang mereka lakukan di dalam? Bukankah tadi Nisa sedang memasak di dapur? Kenapa sekarang sudah di kamarnya?Ingin rasanya mendobrak pintu kamar ini. Walaupun mungkin pemandangan di dalam akan membuatku hancur dan terluka."Makanya, kalau masak tuh hati-hati. Masa ngiris timun aja sampai tangan ikut keiris. Jadinya berdarah kan?" Suara Mas Fahri terdengar begitu perhatian pada istri pertamanya itu.Ternyata Mas Fahri hanya sedang mengobati luka Nisa. Ah, kenapa pikiranku jadi kemana-mana? Aku tidak sanggup kalau harus berlama-lama seperti ini. Bisa-bisa aku g*la dan masuk rumah sakit jiwa. Segera kuteruskan langkah yang tadi sempat tertunda. Menyeduh teh melati dengan sesendok gula pasir. Aromanya begitu menenangkan. Di meja makan sudah terhidang nasi goreng tanpa kecap, lengkap dengan telur ceplok, sosis, dan irisan timun. Ternyata Nisa pun tahu makanan kesukaan Mas Fahri. Ah, tentu saja. Bukankah Nisa sudah lebih lama hidup bersama Mas Fahri? Sepertinya, aku
Read more
Bab 6
Aku salut dengan Nisa. Dia terluka, tapi tetap bertahan, melakukan kewajibannya sebagai seorang istri. Kebaikannya, semakin membuatku yakin untuk pergi dari rumah ini dan dari dari kehidupan Mas Fahri. Biarlah Mas Fahri belajar mencintai Nisa. Menjadikan Nisa satu-satunya istrinya. Nisa memang tidak memiliki rahim, tapi dia memiliki hati. Apa hanya karena tak memiliki rahim, itu berarti Nisa harus menderita? Tidak, dia berhak bahagia."Mbak Naya tau, aku juga sangat terluka saat Mas Fahri meminta izin untuk menikah lagi. Hatiku hancur. Tapi aku pura-pura tetap tegar di hadapan Mas Fahri. Aku sadar aku bukanlah wanita yang sempurna. Meski dengan berat hati, aku akhirnya mengizinkannya. Demi kebahagiannya, demi senyumnya yang dulu sempat hilang, dan demi hidupnya yang dulu sempat layu. Aku ikhlas, sangat sangat ikhlas."Nisa menyeka sudut mata yang masih meninggalkan genangan air. Meski bibirnya berkata iklhas, tapi sorot matanya tak bisa bohong. Masih begitu besar luka yang dia rasaka
Read more
Bab 7
Mobil yang tadi sempat kupesan sudah sampai di area parkir sebuah hotel yang lumayan jauh dari rumahku. Aku bergegas turun setelah membayar kepada sang sopir.Aku segera menghampiri resepsionis hotel. Setelah mendapat kunci hotel yang berupa kartu, aku naik lift ke lantai tiga yang merupakan kamarku.Setelah sampai di kamar hotel, aku langsung merebahkan tubuhku di ranjang dengan seprai yang serba putih itu. Letih sekali rasanya. Bukan hanya raga, tapi jiwa.Dalam keadaan seperti ini, ingin sekali rasanya menelpon Bang Irsyad. Tapi urung dilakukan. Tak ingin mengganggunya yang sedang fokus merintis bisnis. Apalagi hanya dengan mendengar suaraku, Bang Irsyad pasti bisa menebak bahwa adiknya ini sedang tidak baik-baik saja.Aku memilih untuk tinggal di hotel barang dua atau tiga malam. Bukan hotel berbintang yang mewah. Hanya hotel bintang tiga, tapi cukup nyaman. Sebuah ranjang berukuran cukup besar, juga sebuah TV LED akan menemani hari-hariku untuk beberapa waktu ke depan.Baru saja
Read more
Bab 8
Mia sudah pulang sejak sejam yang lalu. Aku baru saja selesai melaksanakan salat asar. Terlalu banyak menangis membuat kepalaku terasa pusing. Aku mengambil handuk, kemudian berjalan menuju kamar mandi. Mungkin guyuran shower akan sedikit mengurangi rasa sakit kepalaku.Gawai yang tadi sebelum mandi sempat aku hubungkan ke alat charger, terdengar bergetar. Kuusap layar. Tampak delapan panggilan tak terjawab dari kontak yang sama, kontak dengan nama 'suamiku tercinta'.Ragu aku untuk menjawab panggilan itu. Namun lagi-lagi panggilan kembali masuk. Akhirnya dengan terpaksa, kugeser tombol biru, kemudian mendekatkan gawai ke telinga."Hallo, Sayang. Kamu di mana?"Nada suara Mas Fahri terdengar sangat panik. Dia pasti sudah pulang kerja karena jam sudah menunjukkan pukul lima sore.Tak Mungin aku memberi tahu keberadaanku. Sekuat tenaga kutahan agar air mata tak lagi menetes."Kamu ga usah khawatir, Mas. Aku baik-baik saja. Aku berada di tempat yang aman. Aku butuh waktu menyendiri untu
Read more
Bab 9
"Bang Raka?" sahutku sambil tersenyum ke arahnya.Mataku membulat melihatnya. Bahkan tadi aku tidak mengenal suaranya karena Bang Raka memakai masker.Bang Raka adalah sahabat Bang Irsyad, kakakku. Mereka bersahabat sejak duduk di bangku SMA. Bahkan bisnis yang sekarang Bang Irsyad rintis, itu bisnis berdua dengan Bang Raka. Bang Raka sering main bahkan menginap di rumahku. Hingga menyebabkan aku pun ikut akrab dan menganggapnya sebagai kakakku sendiri."Kamu ngapain malam-malam seperti ini di sini, Nay?" tanya Bang Raka. Keningnya terlihat berkerut."A-aku. Aku ...."Aku bingung harus menjawab apa. Secara tempat ini lumayan jauh dari rumahku. "Justru, Abang yang ngapain di sini? Bukankah Abang sedang di Bali sama Bang Irsyad?" Aku malah balik bertanya. Tentunya untuk mengalihkan pembicaraan."Aku ga jadi ikut ke Bali, Nay. Kemarin mendadak meriang. Terpaksa Irsyad berangkat sendiri," timpal Bang Raka.Aku hanya mengangguk."Sekarang udah sehat?" tanyaku lagi."Alhamdulillah udah ba
Read more
Bab 10
Bang Irsyad begitu terkejut setelah membuka kacamata hitam yang kugunakan. Sudah dipastikan mataku bengkak, wajahku sembab dan menyedihkan."Apa yang terjadi, Nay? Kenapa matamu sampai sembab seperti itu?" Bang Irsyad memegang bahuku. Matanya menatap sendu ke mataku.Hening.Lidahku kelu. Dadaku begitu sesak bahkan untuk sekedar bernapas. Aku kembali menghambur memeluk Bang Irsyad. Menangis sesenggukan, menumpahkan semua rasa sakitku di dada bidangnya. Bang Irsyad seakan mengerti rasa sakitku. Dia hanya memelukku erat, tanpa berkata, tanpa suara. Dia juga mengusap-usap punggungku lembut. Membuat kenyamanan seketika menyeruak dalam dada."Non, ini minumnya." Kedatangan Mbok Rum membuatku mengurai pelukan dari tubuh bang Irsyad. Wanita yang sudah bekerja hampir tiga tahun di rumah kakakku itu menyimpan dua gelas sirop jeruk di atas meja. Entah kenapa Mbok Rum selalu saja memanggilku dengan Non, padahal aku sudah menikah. Bahkan, aku sering memintanya untuk memanggilku dengan nama saja.
Read more
DMCA.com Protection Status