Share

Bab 5 

Author: Belinda
Sejak kejadian itu, Kyna pun mulai belajar. Saat itu, dia tidak berpikir terlalu banyak. Dia hanya ingin diam-diam menambahkan secercah harapan ke dalam hidupnya yang suram. Memiliki sesuatu untuk dilakukan akan mencegahnya larut dalam kesedihan setiap mengingat kalimat itu.

Siapa yang bisa menebak bahwa harapan-harapan ini akan menjadi penyelamatnya?

Besok, Kyna harus ujian dengan baik. Dia ingin meninggalkan tempat ini dan pergi sejauh mungkin.

Memikirkan hal ini, hatinya masih terasa sangat sakit .... Dia bahkan tidak tahu apakah rasa sakit ini karena Aldrian atau karena dirinya salah memercayai orang selama lima tahun.

Namun, itu tidak penting lagi. Yang paling penting adalah, dia tidak akan membiarkan dirinya terpuruk dalam rasa sakit ini lebih lama lagi. Sekalipun rasa sakit itu membutuhkan waktu lama untuk disembuhkan, dia harus secara aktif menyembuhkan dirinya sendiri.

Kyna memesan makan malam yang ringan dan baju ganti sekali pakai. Kemudian, dia menelepon resepsionis dan memberi tahu mereka bahwa dia ingin dibangunkan besok pagi. Setelahnya, dia memaksakan diri untuk tidur.

Mungkin karena sudah bergadang semalaman, Kyna tidur lumayan nyenyak malam ini. Keesokan harinya, dia bangun tepat waktu dan menyalakan ponselnya.

Ada begitu banyak pesan masuk sehingga ponselnya bergetar tanpa henti. Semua pesan itu dari satu orang, yaitu Aldrian.

Kyna tidak membacanya karena takut akan memengaruhi ujiannya. Setelah sarapan di hotel dan menyiapkan segalanya, dia pun berangkat menuju tempat ujian.

Hotel itu dekat dengan pusat tes, mungkin hanya sekitar lima menit dengan berjalan kaki.

Saat melangkah keluar hotel, ponsel di tangan Kyna bergetar. Yang menelepon adalah Aldrian. Dia pun panik dan hampir menjatuhkan ponselnya. Kemudian, dia cepat-cepat menggeser layar untuk menolak panggilan dan menonaktifkannya lagi.

Ketika keluar dari ruang ujian, jantung Kyna masih berdebar kencang. Namun, itu karena gembira. Ujiannya berjalan lancar.

Saat tes percakapan, guru itu tersenyum pada Kyna sepanjang waktu. Dia juga memahami sebagian besar isi tes pendengaran, bahkan dapat menyelesaikan tes membaca dan menulis dengan lancar. Dia tidak berani memperkirakan skornya, tetapi dia setidaknya telah menyelesaikan semuanya. Dia tidak sebodoh itu!

Kyna berjalan sendirian di trotoar dengan kepala tertunduk. Dia tidak berhenti memikirkan setiap detail ujiannya hari ini hingga sepasang sepatu kulit muncul di hadapannya. Dia tidak menyangka akan ada orang yang sengaja menghalangi jalannya. Jadi, dia tak sempat berhenti dan menabrak orang itu.

Jika orang itu tidak menangkapnya, Kyna pasti sudah jatuh. Hanya saja, itu adalah orang yang tak ingin dia temui, Aldrian.

"Kyna!"

Kyna tahu Aldrian sangat marah, tetapi berusaha keras menahan amarahnya.

"Kyna, kenapa kamu nggak pulang?" tanya Aldrian sambil memegang bahu Kyna. Suaranya melembut dan terdengar seperti biasanya.

Kyna berpikir dalam hati, 'Memangnya kamu nggak tahu kenapa aku nggak pulang?'

Namun, Kyna tidak ingin berdebat dengan Aldrian. Tasnya jatuh ke lantai akibat tabrakan tadi, sedangkan tutupnya terbuka sehingga ujung pulpen ujiannya menyembul keluar. Dia tidak ingin Aldrian tahu dirinya mengikuti tes kemampuan bahasa asing.

Kyna menepis tangan Aldrian dengan kuat, lalu berjongkok, dan cepat-cepat memasukkan pulpen itu ke dalam tasnya sebelum menutupnya dengan rapat.

"Apa itu?" tanya Aldrian sambil menunduk untuk melihat tasnya.

"Bukan apa-apa, cuma sebuah pulpen," jawab Kyna dengan berpura-pura tenang. Jari-jarinya mencengkeram tas begitu erat hingga memutih.

"Berikan padaku," kata Aldrian.

Tidak, dia tidak boleh membiarkan Aldrian melihat pena itu. Kyna pun memeluk tasnya dengan lebih erat lagi dan bertanya, "Buat apa kamu mau pulpen itu?"

"Berikan ponselmu padaku," ucap Aldrian.

Kyna ragu sejenak, lalu mengeluarkan ponselnya dari tas dan menyerahkannya kepada Aldrian. Ponselnya sedang berada dalam keadaan non aktif.

Setelah meliriknya, Aldrian mengembalikan ponsel itu dan berujar, "Aku sudah telepon kamu berkali-kali, juga kirim begitu banyak pesan kepadamu. Kenapa kamu nggak balas? Kamu masih marah?"

Kyna menggenggam ponselnya dan diam-diam merasa lega. Dia khawatir Aldrian akan memeriksa ponselnya Bagaimana jika Aldrian menemukan e-mail tentang ujiannya ....

Jika hanya itu yang ingin diketahui Aldrian ....

Kyna berpikir sejenak, lalu memutuskan untuk tidak marah lagi. Dia hanya ingin melarikan diri sejauhnya. Pikiran ini makin kuat saat bertemu lagi dengan Aldrian.

Melihat Kyna diam saja, Aldrian berasumsi bahwa Kyna masih marah dan menghela napas. "Kyna, bukannya kamu biasanya sangat pengertian? Kenapa kali ini kamu bahkan sampai nggak pulang ke rumah karena masalah sepele?"

Kyna bersumpah dia benar-benar tidak ingin marah lagi karena hal-hal seperti itu. Akan tetapi, bahkan orang yang paling sabar sekalipun juga seharusnya akan marah setelah mendengar ucapan Aldrian.

"Jadi, apa yang terjadi kemarin tetap salahku? Aku yang nggak pengertian? Aku seharusnya masuk, lalu puji William dengan bilang dia sangat hebat karena bisa meniruku dengan begitu mirip?" sahut Kyna. Dia sudah kehilangan kesabaran.

Aldrian terlihat agak canggung. "Bukan itu maksudku. Maksudku, kamu nggak bisa kontrol ucapan orang lain. Jadi, kamu nggak perlu masukin ke hati ...."

"Aku memang nggak bisa kontrol, tapi kamu bisa!" Kyna menatap Aldrian dan melanjutkan, "Tapi, apa yang kamu lakukan waktu itu? Kamu dan Nara-mu malah berpelukan dan ketawa bareng."

"Kyna!" Ekspresi Aldrian langsung dipenuhi amarah yang tidak pernah muncul sebelumnya.

Kyna akhirnya mengerti. Nama "Nara" adalah titik lemah Aldrian, juga bagaikan ladang ranjau yang tak boleh disentuh. Apa lagi yang perlu mereka bicarakan?

Kyna memeluk tasnya, lalu berjalan melewati Aldrian. Namun, Aldrian malah mengulurkan tangan dan memeluk erat pinggangnya.

"Maaf, Kyna, itu salahku. Aku nggak seharusnya meninggikan suaraku tadi." Aldrian berujar dengan pelan, "Aku cuma nggak mau kamu salah paham soal Nara. Kami cuma teman biasa, sama seperti orang lainnya. Aku anggap dia sebagai sahabatku. Lagian, dia belum menikah. Apa yang kamu katakan tentangnya akan berpengaruh ke reputasinya."

Kyna tidak mengerti. Bukankah mereka memang berbuat begitu? Anara sendiri yang bersandar pada Aldrian dengan begitu berani, tetapi malah takut digosipkan setelah berbuat begitu?

Namun, Kyna hanya menjawab dengan acuh tak acuh, "Oh."

"Kyna ...." Aldrian dapat merasakan kedinginan Kyna dan berujar, "Kenapa kamu masih marah? Kamu sudah nginap di hotel sendirian dan nggak pulang ke rumah, tapi aku nggak bilang apa-apa. Sekarang, kamu masih mau merajuk?"

'Iya, iya, semuanya salahku,' cibir Kyna dalam hati.

"Kyna, jangan marah lagi. Ayo kita makan siang dulu. Habis itu, aku akan temani kamu belanja. Oke?"

Kyna berpikir sejenak dan setuju. Memang ada yang perlu dibicarakannya dengan Aldrian.

Aldrian membawa Kyna ke restoran terdekat. Saat memasuki restoran dan bertemu pandang dengan pelayan, karena kebiasaan, Kyna secara refleks ingin menunduk dan menaikkan kerah bajunya, lalu bersembunyi di belakang Aldrian sambil bergerak perlahan agar langkahnya yang pincang tidak terlalu terlihat.

Namun, Kyna segera berpikir terbuka. Dia tidak peduli meskipun orang lain merasa dirinya tidak pantas mendampingi Aldrian. Lagi pula, dia memang tidak berniat untuk mendampingi Aldrian lagi.

Setelah duduk, Aldrian memesan makanan.

Ketika semua pesanan sudah keluar, Aldrian menyerahkan peralatan makan kepada Kyna sambil berkata dengan lembut, "Kyna, makanlah. Ini semua makanan favoritmu."

Kyna melirik hidangan-hidangan yang semuanya pedas. Dia pun diam-diam tersenyum getir. Aldrian tidak tahu bahwa dirinya tidak bisa makan pedas. Makan malam mereka di rumah selalu pedas karena Aldrian menyukainya.

"Aldrian, aku nggak lapar. Ada yang mau kubicarakan denganmu," ucap Kyna tanpa makan.

"Apa?" Aldrian tersenyum tipis dan berujar, "Aku akan temani kamu pergi ke mana pun yang kamu mau. Hari ini, aku senggang seharian. Aku akan temani kamu jalan-jalan sore ini, lalu kita bisa pulang ke rumah Ayah dan Ibu untuk makan malam."

Kyna menatap senyum Aldrian yang hampir tak terlihat itu, lalu memikirkan apa yang ingin dikatakannya. Kepahitan yang mendalam pun membuncah di dalam hatinya.
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dilema Pernikahan bersama Presdir Dingin   Bab 100 

    Ucapan itu tidak sepenuhnya salah ...."Aku cuma kasih kamu uang untuk ....""Apa bedanya?" Sebelum Kyna sempat mengatakan "untuk biaya tutormu", Aldrian sudah menyela. Kemudian, 10 ribu itu kembali ke sakunya. Ketika berjalan pergi melewati Kyna, Aldrian meninggalkan sebuah kalimat. "Aku belum merosot sampai ke tahap serendah itu!"Inilah yang Aldrian maksud dengan Kyna pernah menanyakan pelajaran kepadanya. Aldrian mungkin hanya mengingat samar hal itu, juga telah melupakan semua sebab dan akibatnya.Hanya Kyna yang ingat, di tahun-tahun yang membingungkan namun penuh tekad itu, mereka telah menyaksikan momen-momen paling memalukan satu sama lain. Namun, itu semua adalah kenangan masa muda yang suram. Jadi, memang sebaiknya dilupakan saja ...."Kyna ...." panggil Inggrid untuk membuyarkan lamunannya. "Kamu .... Apa dia tahu?" tanya Inggrid dengan suara rendah.Kyna melirik punggung Aldrian yang sedang memasak di dapur, lalu menggeleng pelan, dan berbisik, "Nenek, aku belum mau ka

  • Dilema Pernikahan bersama Presdir Dingin   Bab 99

    Kyna pun tercengang. Dia tidak tahu situasi keluarga Aldrian ternyata seperti ini.Aldrian sangat keras kepala dan tidak mengambil uang itu.Kyna mendengarnya berkata dengan dingin, "Nggak usah. Mulai sekarang, aku nggak akan pernah terima uangmu lagi!" Kemudian, Aldrian pun berbalik untuk pergi.Orang di dalam mobil itu keluar dan mengejarnya. "Oke. Kalau hebat, jangan pernah pulang untuk minta uang! Aku mau tahu gimana kamu bisa bertahan hidup!" Sinar dari matahari terbenam hari itu sangat cerah. Dengan bermandikan cahaya keemasan, Aldrian tertawa menantang dan menyahut tanpa menoleh, "Jangan khawatir. Meski dipelihara sugar mommy, aku juga nggak akan pulang ke rumahmu!" Omongan seperti apa itu! Kyna yang masih adalah seorang murid SMA pun sepenuhnya tercengang. Namun, dia juga sudah sering mendengar kata-kata seperti itu. Ketika memarahinya, Amelia juga sering berkata bahwa membesarkannya hanya membuang-buang uang. Amelia bahkan menyuruhnya untuk menjual diri ....Setiap kali Ame

  • Dilema Pernikahan bersama Presdir Dingin   Bab 98 

    Aldrian bisa memasak, tetapi itu tidak berarti dia bisa memasak di luar ruangan. Menyalakan api merupakan rintangan terbesarnya. Dia berjuang mati-matian, hingga wajahnya hitam dan kotor. Akan tetapi, dia tetap tidak berhasil menyalakan api. Di sisi lain, Kyna berbeda. Semasa kecil, dia selalu kembali ke desa saat liburan. Dia pernah membuat api unggun, memanjat pohon, dan mengumpulkan telur burung bersama anak-anak lain. Sebagai seseorang dari kelompok kelas sebelah, dia tidak tega melihat Aldrian lanjut berkutat sendiri. Dia pun mengosongkan tungku itu, lalu mulai menyalakan api.Melihat api yang berkobar, Aldrian tertegun sejenak. Mungkin menyadari penampilannya yang berantakan, dia bahkan tidak berterima kasih pada Kyna. Namun, setelah itu, dia tidak bertemu kesulitan lagi. Dinilai dari penampilannya saat memasak, dia terlihat seperti orang yang melakukan pekerjaan rumah.Itulah satu-satunya momen Kyna pernah makan masakan Aldrian. Orang-orang dari kelompok Aldrian tergolong cuku

  • Dilema Pernikahan bersama Presdir Dingin   Bab 97

    "Oke." Aldrian terdengar cukup senang. Suasana hatinya yang bagus ini tetap bertahan hingga mereka tiba di rumah Inggrid.Pada saat ini, Inggrid sedang menyiapkan makan siang. Di atas meja, ada semangkuk bubur, sepiring acar, dan sepiring sayuran hijau. Melihat Kyna dan Aldrian datang, dia merasa terkejut sekaligus sedikit malu, lalu segera membersihkan mangkuk itu."Kenapa kalian datang di jam segini? Sudah makan? Aku akan pergi masak!" Kyna menatap hidangan sederhana di atas meja. Itu sama sekali tak bisa dibandingkan dengan makanan mewah yang selalu disiapkan Inggrid setiap kali dia datang. "Nenek, kenapa kamu cuma makan ini?" Inggrid segera menyimpan bubur dan acar itu. "Ini sisa sarapan pagi ini. Kan sayang kalau dibuang. Jadi, aku lanjut makan siang ini. Aku biasanya nggak makan seperti ini." Kyna tidak percaya. Dia menatap neneknya dengan tampang cemberut."Sudah, jangan cemberut lagi. Nenek akan masakkan sesuatu yang lezat. Tunggu sebentar, ya!"Seusai berbicara, Inggrid mem

  • Dilema Pernikahan bersama Presdir Dingin   Bab 96

    "Benar, Bu. Ini rumah yang lokasinya paling strategis di area ini. Selain itu, rumah ini juga tepat di tepi danau. Saat cuaca hangat, akan ada angsa yang terbang kemari. Pemandangannya sangat indah," tambah agen penjual itu.Aldrian menuntun Kyna ke teras supaya dia bisa menikmati pemandangan dari rumah.Udara dari danau yang berkabut menerpa Kyna. Dia menarik napas dalam-dalam. Udaranya dipenuhi aroma pepohonan dan rerumputan yang menyenangkan."Gimana? Suka nggak?" tanya Aldrian sambil menggenggam tangan Kyna.Kyna menunduk dan melirik tangannya yang bertautan dengan tangan Aldrian. Baiklah, berhubung rumah ini sangat sesuai dengan seleranya, dia akan bersabar!Kyna pun mengangguk.Aldrian makin puas dan berujar, "Aku juga rasa rumah ini lumayan bagus. Setelah renovasinya selesai, kita juga bisa pindah kemari kalau mau. Soal pernikahan Robert ... kita lihat saja nanti." Kyna berdiri di teras sambil berpikir bagaimana dia bisa membagi halaman di lantai dasar untuk dijadikan tempat be

  • Dilema Pernikahan bersama Presdir Dingin   Bab 95

    Aldrian kembali mengendarai mobilnya, tetapi dia tetap tidak menuju ke rumah nenek.“Aku bawa kamu lihat rumah,” ucap Aldrian dengan nada rendah. “Semalam aku bawa kartu identitasmu juga karena beli rumah buat kamu.”Kening Kyna berkerut. “Beli rumah?”“Bukannya orang tuamu mau beli rumah nikah untuk Robert?” ucap Aldrian.“Apa mereka mencarimu lagi?” tanya Kyna dengan hati-hati.Aldrian tidak berbicara. Diam berarti mengiakan.“Masalah kapan? Kenapa aku nggak tahu?”Aldrian melirik Kyna sekilas, malah terlihat senyuman di dalam tatapannya. “Kamu begitu galak. Apa mungkin mereka berani kasih tahu kamu?”Kyna tidak tahu kenapa Aldrian bisa menunjukkan ekspresi tersenyum seperti ini. Hanya saja, Kyna merasa marah. Anggota keluarganya selalu menjadi beban hidupnya saja! Alhasil, selamanya Kyna tidak bisa mengangkat kepalanya di hadapan Aldrian!“Aldrian, bisa nggak kamu jangan kasih rumah terus? Biasanya orang lain cuma kasih uang, kenapa kamu malah kasih rumah? Langsung dikasih begitu di

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status