Beranda / Romansa / Dimanfaatkan, Dihabisi, Ditinggalkan / Bab 13 – Luka yang Belum Kering, Tapi Sudah Membakar

Share

Bab 13 – Luka yang Belum Kering, Tapi Sudah Membakar

Penulis: Pandandut
last update Terakhir Diperbarui: 2025-06-24 11:29:04

Beberapa luka tidak bisa disembuhkan.

Beberapa luka cuma bisa ditanggung.

Dan sisanya... berubah jadi bara.

Aku termasuk yang ketiga.

Hari itu, Jakarta mendung. Di kampus, semua orang sibuk. Tapi dunia terasa lambat di kepalaku.

Aku duduk di pojokan kafe kampus dengan hoodie kebesaran. Wajahku polos. Bukan karena cuek. Tapi karena aku sudah lelah peduli.

Dua minggu sejak terakhir ketemu Reza.

Tapi rasanya dia masih ada di mana-mana.

Di setiap suara cowok yang nadanya mirip. Di setiap grup kerja yang nyebut namanya. Di setiap malam, yang selalu gelap lebih dari biasanya.

“Lo ngelamun lagi.”

Suara itu datang dari seseorang yang duduk di depanku tanpa izin.

Dimas.

Cowok semester 7 jurusan DKV. Hoodie hitam, rambut gondrong digelung asal, mata yang tajam tapi malas. Kadang kayak penjual stiker pinggir jalan, kadang kayak orang yang bawa luka yang gak pernah dia ceritain.

Kami kenal di forum diskusi kampus. Waktu itu aku baca tulisan tentang kekerasan emosional. Setelah itu, dia datang dan
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Dimanfaatkan, Dihabisi, Ditinggalkan   Bab 13 – Luka yang Belum Kering, Tapi Sudah Membakar

    Beberapa luka tidak bisa disembuhkan.Beberapa luka cuma bisa ditanggung.Dan sisanya... berubah jadi bara.Aku termasuk yang ketiga.Hari itu, Jakarta mendung. Di kampus, semua orang sibuk. Tapi dunia terasa lambat di kepalaku.Aku duduk di pojokan kafe kampus dengan hoodie kebesaran. Wajahku polos. Bukan karena cuek. Tapi karena aku sudah lelah peduli.Dua minggu sejak terakhir ketemu Reza.Tapi rasanya dia masih ada di mana-mana.Di setiap suara cowok yang nadanya mirip. Di setiap grup kerja yang nyebut namanya. Di setiap malam, yang selalu gelap lebih dari biasanya.“Lo ngelamun lagi.”Suara itu datang dari seseorang yang duduk di depanku tanpa izin.Dimas.Cowok semester 7 jurusan DKV. Hoodie hitam, rambut gondrong digelung asal, mata yang tajam tapi malas. Kadang kayak penjual stiker pinggir jalan, kadang kayak orang yang bawa luka yang gak pernah dia ceritain.Kami kenal di forum diskusi kampus. Waktu itu aku baca tulisan tentang kekerasan emosional. Setelah itu, dia datang dan

  • Dimanfaatkan, Dihabisi, Ditinggalkan   Bab 12 : Malam yang Tak kembali

    Malam itu langit Jakarta mendung. Tapi di dalam apartemen Reza, semuanya hangat. Senyuman Nadia tidak pernah selembut itu. Dan Reza… Reza terlihat seperti pria yang siap menatap masa depan bersama. Mereka tertawa kecil di atas karpet, membicarakan target bisnis, liburan impian, dan mimpi-mimpi yang belum terwujud. Dan saat malam menua, obrolan menjadi bisu. Reza memegang tangan Nadia. Lalu membelai pipinya, dengan cara yang tak terburu-buru. Tatapan mereka saling bertemu dalam, lama, dan penuh isyarat. Lalu bibir mereka bersentuhan. Tidak seperti ciuman pertama. Ini bukan tentang ragu. Tapi tentang menyerah pada rasa percaya. Nadia tak mengatakan "aku siap". Tapi ia tidak mundur. Mereka melangkah ke ranjang. Bukan dengan gairah yang meledak-ledak, tapi dengan tenang dan penuh kesepakatan diam. Setiap sentuhan adalah janji tanpa kata. Setiap tarikan napas adalah harapan yang disulam perlahan. Malam itu, Nadia menyerahkan sesuatu yang tak bisa diambil ulang kepercayaa

  • Dimanfaatkan, Dihabisi, Ditinggalkan   Bab 11 : Jadi Diri sendiri

    Hidup Reza berubah lebih cepat dari yang ia bayangkan. Ia mulai terbuka pada teman-temannya, bahkan ikut jadi pengisi seminar kecil tentang kewirausahaan mahasiswa. Beberapa dosen mulai memperhatikannya, dan salah satu menawarkan program inkubasi bisnis dari fakultas. Nadia tak langsung kembali seperti dulu. Tapi ia hadir dalam percakapan singkat selepas kelas, dalam kehadiran diam saat Reza butuh semangat, dan dalam senyum kecil yang kini mulai muncul lagi saat mereka saling bertemu. Hubungan mereka tumbuh kembali, kali ini lebih pelan, tapi nyata. Suatu malam, setelah selesai membantu persiapan acara kampus, Reza dan Nadia duduk berdua di bangku taman dekat gedung F. Tak banyak kata, hanya obrolan ringan soal tugas dan rencana semester depan. "Lo tahu, Nad…" Reza berkata sambil menatap bintang, "Gue dulu pikir gue harus jadi orang lain biar lo suka." Nadia tersenyum tipis. "Dan sekarang?" "Kalau lo bisa terima versi Reza yang dulu, apalagi sekarang… gue mau belajar jadi ver

  • Dimanfaatkan, Dihabisi, Ditinggalkan   Bab 10 : Janji yang Tak Selesai

    Sejak hari itu, Reza tak lagi melihat Nadia sesering dulu. Ia mencoba menghubungi, tapi pesan-pesannya hanya dibaca, tak pernah dibalas. Di kampus, Nadia bersikap biasa, tapi ada jarak yang jelas. Tak ada lagi obrolan panjang di kantin, atau sekadar duduk diam di taman bersama. Namun Reza tidak tinggal diam. Ia mulai memperbaiki sikapnya. Ia berhenti menerima traktiran siapa pun. Mulai membawa bekal dari rumah, dan terlihat lebih aktif mengikuti berbagai kegiatan kampus, terutama yang berkaitan dengan sosial dan kewirausahaan. Ia bahkan mulai mengajar adik tingkat tentang manajemen keuangan sederhana. Banyak yang memuji perubahan Reza, tapi ia hanya berharap satu hal: dilihat kembali oleh Nadia. Sampai akhirnya, suatu sore, Nadia menerima sebuah pesan singkat dari Reza. > Reza: "Besok sore, dateng ke aula belakang gedung F kalau kamu masih punya sedikit rasa percaya. Cuma lima belas menit. Kalau kamu nggak datang, gue ngerti." Nadia menatap pesan itu lama. Rasa kecewa masih

  • Dimanfaatkan, Dihabisi, Ditinggalkan   Bab 9 : Dibalik Senyuman Reza

    Malam itu, Nadia tidak bisa tidur. Pikirannya terus memutar kejadian demi kejadian. Kebaikan Reza, perhatian yang ia berikan, semua tampak begitu tulus. Tapi kenapa ada rasa ganjil yang makin lama makin sulit diabaikan? Keesokan harinya, di kampus, Nadia memilih untuk menyendiri di perpustakaan. Ia butuh waktu memikirkan semuanya. Namun, tak lama kemudian, Rina datang menghampiri, membawa dua cup kopi instan. "Aku tahu kamu pasti di sini," katanya sambil menyerahkan satu cup pada Nadia. Nadia tersenyum tipis. "Thanks, Rin." Rina duduk di sampingnya, lalu bertanya hati-hati, "Kamu lagi mikirin Reza, ya?" Nadia menoleh, kaget. "Kok kamu tahu?" "Karena kamu akhir-akhir ini kayak… terlalu mikirin dia. Dan kamu beda. Terlihat bingung." Nadia menghela napas. Ia akhirnya menceritakan semua—tentang pengakuan Reza, kebiasaan makan yang berubah, tapi juga soal hal-hal mencurigakan yang ia lihat belakangan ini. Rina mendengarkan tanpa menyela, lalu berkata pelan, "Nad, kamu tahu kan, aku

  • Dimanfaatkan, Dihabisi, Ditinggalkan   Bab 8 : Kesulitan Reza

    Sejak insiden dengan Ardi dan Agnes, Nadia mulai lebih sering menghabiskan waktu dengan Reza. Awalnya, ia berpikir bahwa kedekatan mereka hanya sebatas persahabatan, tetapi semakin hari, Reza semakin menunjukkan perhatian lebih kepadanya. Ia selalu ada, mendengarkan keluh kesahnya, dan entah bagaimana, kehadiran Reza membuatnya merasa lebih nyaman. Namun, semakin dekat dengan Reza, Nadia mulai memperhatikan sesuatu yang aneh. Suatu siang, saat mereka duduk di kantin bersama Sarah dan Rina, Nadia menyadari bahwa Reza hanya membeli air mineral. "Za, lo nggak makan?" tanyanya sambil menatap cowok itu dengan alis berkerut. Reza tersenyum tipis. "Nggak laper." Sarah yang duduk di seberang langsung menimpali. "Hah? Lo tadi pagi juga nggak makan pas di kelas, kan?" Rina mengangguk setuju. "Iya, biasanya lo yang paling doyan makan. Ada apa sih?" Reza hanya terkekeh dan mengangkat bahu. "Lagi nggak nafsu aja, guys." Namun, Nadia merasa ada yang janggal. Ini bukan pertama kaliny

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status