Share

Part 6

Saat berpapasan dengan Ningroem, ingin rasanya Dani menghentikan langkah wanita yang melewati dirinya itu. Namun, lidahnya kelu. Ia hanya bisa menatap punggungnya yang kini hilang di balik pintu.

Dani tak mengerti mengapa istrinya  —Ratna meminta dirinya untuk menikah lagi. Hanya karena alasan istrinya tidak bisa memberinya keturunan.

Memang aku sangat ingin memiliki keturunan tapi itu dari rahimnya bukan dari rahim orang lain.

Walaupun aku harus menerima kenyataan jika istriku itu menderita sakit kanker rahim. Yang baru saja  diangkat dari rahimnya sehingga kini Ratna tidak bisa memiliki anak.  ya memang dalam sekejap hadapanku musnah seketika. Tapi mungkin itu sudah takdir hidupku harus seperti ini.

Walaupun tidak mempunyai anak tapi usahaku cukup maju, tak pernah kekurangan dari segi materi. Mungkin ini berkahnya bagi kami berdua.

Namun, Dani terkejut ketika istrinya berbicara di kala malam itu. disaat dirinya akan melakukan kewajiban sebagai suami. 

Ratna duduk di pangkuan Dani membelai dan membingkai wajahnya, kemudian berucap, "Mas menikahlah lagi?"

Dani membulatkan netranya, ia merasa kaget sekaligus tidak percaya dengan ucapan istrinya. Dani mengambil kedua tangan istrinya yang masih membingkai wajahnya sambil menatapnya. Dani menggenggam kedua tangan Ratna kemudian mencium jemari tangannya bergantian kanan dan kiri.

"Aku tak ingin Dek, cukup kamu saja yang menjadi istriku karena aku takut tidak bisa adil."

"Tapi Mas belum punya penerus, Mas tahu sendiri aku sakit dan sebentar lagi dokter akan melakukan operasi di perutku ini."

"Tidak apa Dek, Mas tidak punya anak asalkan masih bisa hidup sama-sama. Cukup di berikan Rizki yang cukup itu sudah lebih dari cukup." Dani mengusap pipi ayu Ratna yang lembut dengan kedua tangannya. Ratna meraih tangan Dani kemudian menciumnya.

"Aku sangat menghormati pendapatmu Mas, tapi aku juga tak mau egois karena ketidak mampuanku ini."

Ratna terisak membenamkan kepalanya di dada bidang Dani. Dani mengusap rambut ikal Ratna yang tergerai.

"Dek sudah, jangan berpikir yang tidak-tidak. Itu tidak baik untuk jiwamu yang harus istirahat tidak boleh stres."

"Mas kalau aku jodohkan dengan Ningroem mau?" Ratna tidak menghiraukan perkataan Dani. Ratna malah melemparkan pertanyaan baru.

"Dek mas sudah bilang, Mas tidak ingin menikah dengan siapa pun. cukup dirimu saja yang jadi pemilik hati dan tubuh ini," sahut Dani dengan suara meninggi. Ia kesal terus ditawari menikah.

"Tapi aku merasa tidak sempurna Mas?" Kini Ratna mulai terisak di hadapannya. Buliran bening menetes dari kedua sudut nertranya. Dani mengulurkan tangannya untuk menghapus buliran bening di pipi Ratna.

"Terserah kamu saja, kalau kamu memaksa, aku hanya ingin membahagiakanmu. Jika dengan itu kamu bahagia baiklah."

Dani menjawab pertanyaan Ratna  dengan ketus.

Dani merasa kalah dengan ego istrinya yang terus memaksa, istrinya sama sekali tidak memikirkan dirinya  yang sangat peduli padanya, melebihi peduli pada dirinya sendiri.

Dani sama sekali tak ingin menyakiti hatinya, tetapi Ratna malah meminta hal yang tak mungkin bisa dilakukannya.

Dani takut tidak bisa adil nantinya dan malah menyakiti hati istrinya yang sangat di cintainya

Dani merasa sudah cukup selalu hidup bersama saling melengkapi satu sama lain, saling menerima, saling peduli. mengapa menghendaki adanya orang asing di antara keduanya? dengan meminta seperti itu sudah sangat membuat aku bingung.

Punya istri dua tidak pernah terpikirkan olehku sebelumnya. Sekarang harus dipikirkan apakah aku senang dengan permintaan Ratna? Tidak bagiku Ratna seorang sudah cukup walaupun aku tak diberikan anak, tak apa? Niatku ingin mengambil anak adikku tapi belum aku ungkapkan dan Ratna malah menyuruhku untuk menikah lagi.

Ningroem tadi Ratna menyebut wanita tetangga sebelah itu yang sekarang janda, memang hidupnya tidak beruntung tapi dia wanita tegar. Aku salut padanya, terkadang merasa iba dan kasihan sehingga dikala aku membawa sayuran atau apa saja yang berlebih pasti aku membaginya. Niatku hanya untuk membantu meringankan bebannya saja tidak ada maksud apa-apa.

Ratna tidak melarang jika dirinya berbagi makanan. Ia malah mendukungku karena peduli pada kedua anaknya itung-itung membantunya.

Ningroem tidak cantik, kulitnya biasa saja seperti wanita kebanyakan tapi Ningroem punya senyum dan lesung pipit  yang manis dikala dia tersenyum, kadang membuat dada ini sedikit berdebar jika tak sengaja menatapnya. Perasaan yang seharusnya aku buang jauh-jauh karena ia tidaklah halal bagiku.

Terkadang aku berpura-pura menyapanya di saat Ningroem sedang menjemur baju.

Memang untuk laki-laki seperti aku yang mempunyai istri sakit dianjurkan untuk menikah lagi, tapi itu kalau mampu dari segi materi,  bisa adil, tetapi aku kayaknya belum bisa seperti itu. Karena aku masih mencintai Ratna, namun kalau memikirkan hari tua aku tidak ada penerus yang bisa menjagaku di kala aku sudah tidak lagi bisa mencari nafkah, dikala sakit, terlebih kalau Ratna diambil lebih dulu aku bisa saja hanya seorang diri pun sebaliknya dengan Ratna, tetapi apakah kalau aku menikah lagi dan mempunyai anak. Akankah si anak  sayang pada Ratna pula? Kalau tidak kasihan Ratna hanya berkorban tetapi tidak mendapatkan apa-apa.

Ya Allah mengapa hidupku jadi serumit ini?

Lembayung sore sangat indah, tidak seperti hari biasanya yang turun hujan atau sekedar gerimis yang membasahi.

Ningroem tak sengaja berpapasan di teras rumah ketika mengangkat jemuran dengan Ratna. Ningroem tidak dapat menatap wanita ayu yang sedang duduk di kursi teras.

"Ning, duduklah dulu," pintanya Ratna pada Ningroem yang hendak masuk membawa pakaian kering.

Ningroem menurut setelah meletakkan jemurannya di dalam rumah kemudian kembali menemui Ratna yang sedang menunggunya.

Kami berdua duduk berhadapan, Ratna mulai berbicara memecah kesunyian di antara keduanya.

"Aku ingin minta tolong, bisakah Mbak mengabulkan permintaanku?" tanya Ratna.

"Insyaallah kalau aku bisa Mbak, memang Mbak minta tolong apa?"

Aku jadi penasaran dan semakin penasaran karena dari tadi belum juga terucap apa yang diinginkannya. Mbak Ratna sebenarnya menginginkan apa?

Mbak Ratna menangkupkan kedua tangannya seakan memohon pada Ningroem 

"Mbak tolonglah menikah dengan suamiku Mas Dani!"

"A -- a --apa Mbak, me -- me -- menikah ...!"

"Iya menikah!"

"Mbak gak salah, Mbak sedang mengigau barangkali, sehingga meminta hal ini," sahut Ningroem tak percaya sekaligus kaget dengan permintaannya yang baru saja dikatakannya. Ini sudah kedua kalinya Ratna memintanya menikah dengan suaminya.

"Tidak aku betul-betul ingin menjadikanmu maduku?"

"A -- apa," mataku membulat sempurna, seolah tak percaya dengan apa yang baru saja kudengar, lantas memandang Mbak Ratna lekat-lekat.

"Iya, aku mohon Mbak, kita bisa jadi partner Mas Dani, aku tak keberatan berbagi istri pertama asalkan Mas Dani masih sayang sama aku dan aku yakin padamu Mbak."

Ningroem lagi-lagi tidak bisa bicara dan berpikir, bingung juga harus menjawab apa. Sudah beberapa kali Ratna mengungkapkan hal yang sama padanya. 

Mengiyakannya itu tak mungkin, walaupun aku memang sudah menjadi janda, tapi tak mudah untuk mencari pengganti apalagi mendadak seperti ini.

Menjawab tidak pasti Mbak Ratna juga akan memaksa, terlihat dari gelagatnya yang memohon seperti ini.

Kalut sungguh pikiran Ningroem ia tak bisa berkata apa-apa lagi. Hanya bisa diam mematung di tempatnya duduknya.

"Mbak kalau ragu, Mbak boleh saling mengenal lebih dekat dulu bisa jalan-jalan atau sekedar mengobrol dulu."

Tiba-tiba Mbak Ratna melanjutkan kata-katanya.

"Mbak apa Mbak gak akan cemburu?"

Ningroem memancing pembicaraan, supaya Mbak Ratna urung meminta sesuatu yang sungguh sulit untuk disanggupinya.

"Engga Mbak, ini sudah saya pikirkan jauh-jauh hari sejak aku curhat padamu sebelumnya. Bahkan kalau Mbak canggung dengan keberadaanku, aku akan kembali ke rumah ibuku. Supaya Mas Dani yang mengunjungiku ke sana supaya Mbak bisa leluasa menjadi istrinya.

"Mbak" Pekik Ningroem.

"Kenapa?"

"Aku- aku.Tak bisa menjawabnya sekarang, karena pernikahan bagiku bukan hanya sekedar mempunyai anak, banyak ibadah lain di dalamnya yang dilakukan seumur hidup karena menikah adalah ibadah terlama yang dijalani setiap orang," jelas Ningroem terbata. Ia tak percaya Ratna masih bersikukuh padanya.

Ningroem hanya bisa memberikan jawaban seperti itu, karena bingung harus berkata apa lagi? Supaya Mbak Ratna juga memikirkan ulang atas permintaannya yang menurutnya mustahil. 

"Aku mengerti, kabari aku kalau Mbak sudah siap."

Ningroem lagi-lagi hanya bisa menatapnya.  Mendengar ucapannya yang meminta jawaban dikala aku sudah memikirkannya. Ningroem segera berpamitan untuk pulang karena takut Denis terbangun.

Sejak meninggalkan rumah Mbak Ratna, pikiran Ningroem menjadi tak karuan. Bagaimana aku bisa lepas dari masalah  ini ya Allah.  Aku sungguh bingung.

Baru saja selesai dengan masalahku sendiri, datang lagi masalah baru yang lebih rumit lagi, aku harus bagaimana?

Ningroem melangkah menuju rumahnya yang bersebelahan, kubuka pintu Karena memang tidak di kunci dan melangkah masuk, kutengok Denis di kamarnya, rupanya dia masih tertidur dengan pulasnya.

"Syukurlah."

Merebahkan tubuhnya di sisi Denis, membelai rambutnya dan mencium keningnya.

Ningroem menatap tubuh kecil di sebelahku yang terlelap pulas.

Kasihan kamu nak, kalau ibumu ini menikah lagi akan seperti apa nasibmu? Jika ibumu tetap seperti ini. Apakah ini yang terbaik untukmu!?

Ningroem merasa takut sungguh jika teringat perlakuan suaminya yang awalnya baik berubah drastis menjadi tak peduli kepada istri dan anaknya.

Sekarang Ningroem sudah nyaman dengan status jandanya walaupun status ini tidak baik untuk sebagian wanita. Tetapi Ningroem tidak seperti itu. boro-boro menggoda suami orang tubuhku sendiri tidak terawat. Sekarang yang penting bagiku hanya mencari uang untuk bisa terus hidup, bisa makan, bayar kontrakan dan memberikan sebagian uangku untuk Fahmi, yang bersama Ayahnya untuk membantu ibu mertua yang mengurusnya di sana. Wanita berlesung Pipi hanya bisa menemuinya sesempatnya saja.  Walaupun Rindu tapi ia merasa tak enak kepada mantan ibu mertuanya jika datang dengan tangan kosong saja.

Mas Dani, bagaimana denganmu apakah Mbak Ratna sudah mengatakan hal ini kepadanya? 

Ningroem menjadi malu jika seandainya Dani sudah mengetahui permintaan istrinya.

Memang sih dia lelaki yang baik, buktinya dia tidak meninggalkan Mbak Ratna yang jelas-jelas tidak bisa memberikannya keturunan.

Sanggupkah aku menjadi istrinya?

Maukah Mas Dani hidup bersamaku? yang mempunyai dua tanggungan?

Ningroem tak ingin menjadi beban siapapun dan tak ingin merepotkan siapapun.

Haruskah Aku pindah dari kontrakkan ini supaya aku terlepas dari masalah ini?

Tapi apakah ini solusi terbaik?

"Ahgh, Aku bingung." Ningroem mengacak rambutnya yang tergerai panjang sebahu.

Tenang Ningroem jangan panik, ya aku tidak boleh panik.

Ningroem teringat kata-kata almarhum ibu, "jika kamu bimbang akan suatu pilihan shalatlah pasti yang Kuasa akan memberi jalan keluarnya."

Ningroem bergegas untuk mengambil air wudhu, mengambil sejah kemudian menggelarnya untuk melaksanakan salat sunat dua rakaat.

Setelahnya ia mengadukan segala masalahnya pada pemilik alam semesta, pemilik hati, bermunajat dan berzikir.

Setelah dirasa cukup tenaga dan lapang Ningroem mengakhirinya dengan mengucapkan Amin. Melepas mukena yang dipakai, menaruhnya di tempat semula.

Hatinya kini lebih lega dari pada tadi. Wanita berlesung Pipi. Melangkah untuk melihat baju-baju yang tadi sore sudah diangkat merebahkannya. Namun belum di lipatnya. Setelah selesai melipat dan menaruhnya di lemari. Ningroem merebahkan tubuhnya, Mencoba menutup kedua matanya setelah sebelumnya membaca doa tidur.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status