Lengang terasa di antara mereka. Saling diam dalam kebisuan dan hanya terdengar suara klakson yang saling bersaut-sahuan padahal lampu merah baru saja menyala dua detik lalu. Manusia zaman sekarang memang benar-benar tidak sabaran.
“Eh, iya, Sean. Aku penasaran... kok, kamu nggak cerita sama aku, sih, kalau kamu punya mobil mewah?!” teriak April ketika tersadar akan apa yang hendak ia tanyakan sejak tadi.
“Kenapa emangnya?” jawab Sean santai. Bahkan wajahnya sangat datar.
“Kok, kenapa, sih.”
Setelah itu April terdiam. Tapi benar juga, ya. Kalau pun Sean punya mobil mewah. Tidak mungkin juga, kan, dia wajib menceritakan kepadanya?
“Sean...."
"Apa?"
"Aku mau tanya...."
"Apa?"
"Um, Sean... tapi ini beneran mobil punya kamu?” tanya April hati-hati sambil mencondongkan tubuhnya ke arah Sean yang sedang sibuk menyetir.
“Iyalah! Ya, kali, Pril, kamu juga mikir i
Di rumah Omanya Sean, April sangat dimanja. Banyak makanan enak yang dihidangkan. Terlebih lagi Omanya Sean itu sangat baik hati. Bahkan Omanya sampai menciumi pipi April. Kalau sudah seperti ini, April jadi malas pulang ke rumah. Dia ingin tinggal di sini selamanya. Bodohnya Sean yang malahan mau-maunya tinggal di rumah kandang ayamnya tiga petak itu daripada tinggal di istana ini."Ah... nikmatinya. Berasa di syurga," ucap April sambil meregangkan tubuhnya sembari menikmati sejuknya angin sepoi-sepoi yang menerpa kulit tubuhnya.Saat ini April sedang duduk santai di gazebo yang berada di dekat kolam renang rumah Sean sambil menunggui bocah itu selesai berenang.Diseduhnya teh pemberian Oma yang sangat enak ini. Lidah April mengecap, meskipun memang rasa tehnya agak sepat seperti kebanyakan teh pada umumnya. Tapi teh ini segar. Mungkin karena masih alami tidak mengandung bahan pengawet seperti yang kebanyakan dijual di toko-toko."Makan terus. Dasar baab
"Eh. Maksudnya?" ucap April sambil mengernyit, tidak paham dengan apa yang sedang Sean ucapkan."Cerita keluargaku rumit, Pril.""Tapi aku punya banyak waktu, kok, buat ngedengerinnya," balas April sambil tersenyum hangat kepadanya."Mamaku... dia... dia istri ke dua."April cukup terkejut mendengarnya. Dia hanya mengerjabkan mata.Be-benarkah?"Papaku satu garis keluarga sama Oma. Dia orang tionghoa. Sedangkan Mama sendiri orang Jawa."April tersenyum mendengarnya. "Pantesan kulit kamu putih dan hidungmu mancung banget."Sean ikut terkekeh mendengarnya."Oh, ya?""Iya. Boleh nggak aku nyentuh hidung kamu? Habisnya mancung banget."Mungkin April sudah hilang akal sampai tiba-tiba mengucapkan hal tersebut kepada Sean. Bahkan Sean pun juga mengernyit tidak percaya."Boleh."Setelah itu jari telunjuk April terulur untuk menyentuh hidung mancung Sean."Kayak hidungnya orang bule,"
"Papaku orangJawa. Mamaku orangJawa. Tapi kenapa kamu bukanlahJAWAban dari doa-doaku?"-Sean Ganteng***"April... kamu mau nggak nikah sama aku?" ucap Sean sambil tersenyum manis kepadanya membuat April cukup terkejut.Bukan hanya itu saja. Tanpa terduga sama sekali, tiba-tiba Sean merengkuh tangan wanita tersebut kemudian menyematkan cincin pada jari manisnya. Tak lupa juga Sean mengecup punggung tangan April membuatnya semakin bersemu.Kalau saja April tidak ingat jika Sean adalah pria yang usianya terpaut empat tahun di bawahnya alias 'berondong'. Pasti April akan terbang ke awan-awan.Hampir saja terlena dengan sikap manis Sean. Kini April berganti menampilkan ekspresi sebal supaya wajahnya yang memerah tidak ketara oleh Sean.Dasar bocah sableng!Bisa-bisanya dia mengajak menikah seo
Ketika selesai mengantarkan April berangkat kerja. Entah ada angin apa sampai Sean menepikan motornya sejenak ke salah satu tempat perhiasan untuk membeli sesuatu."Mbak, ada cincin yang bagus nggak?" tanya Sean kepada pegawai toko tersebut."Ada, Kak. Mau cari cincin untuk acara apa? Untuk pernikahan atau untuk hadiah?""Buat pacar sayalah. Jadi pilihin cincin yang paling bagus dan paling mahal di sini," kata Sean dengan jumawa membuat pegawai toko tersebut tersenyum kemudian mengambilkan beberapa koleksi cincin di toko mereka untuk Sean.Sean bingung lantaran tidak tahu mana yang nantinya akan disukai April."Yang ini bagus, Kak," ucap pegawai tersebut sambil memperlihatkan cincin dengan permata mengelilingi bagian atas sisinya.Dahi Sean mengerut, dia tidak terlalu suka dengan model yang seperti itu, terlalu heboh.Kemudian dia menggeleng. "Yang lain, dong, Mbak. Yang paling mahal lagi ada?"Kemudian Sean mengamati lagi tiga
Sean mendengus sambil menyandarkan punggungnya pada sandaran sofa ruang tamu. Dia tidak mengira jika perang dinginnya dengan April bisa sampai berhari-hari seperti ini.Padahal di agama saja mendiamkan orang selama tiga hari sudah sangat berdosa. Ini malahan sampai satu minggu lebih. Bisa-bisa berkali-kali lipat dosanya.Sebenarnya ada rasa rindu di lubuk hati Sean tatkala ketika Sean menjahili April, membuat wanita itu marah-marah seperti ibu kost yang naik pitam lantaran anak kostnya menunggak uang sewa tiga bulan. Tapi apa daya, Sean gengsi untuk meminta maaf terlebih dahulu kepada April. Tapi di lain sisi dia juga ingin berbaikan, hanya saja bingung bagaimana caranya.Ah. Jangankan meminta maaf. Mengajak bicara saja dia enggan.Sean itu anak satu-satunya dan kebetulan dari keluarga kaya raya. Jadi wajar saja apabila rasa gengsinya tinggi. Bisa jadi karena dia sudah kebanyakan dianak emaskan oleh Omanya. Sedangkan April sendiri lebih kental sifat domin
Sepulang dari kantor April menunggu Erik menjemputnya. Sekitar lima menitan April berdiri menunggu Erik datang."Hai. Lama, ya, nunggunya?" sapa Erik sambil tersenyum kepada April. Kemudian Erik membukakan pintu mobilnya untuk April."Iya lama banget.""Lama mana sama nunggu kepastian?"April tertawa. "Apaan, sih. Nggak jelas."Selama mengenal Erik. April merasa dia lelaki yang baik. Dia juga tidak terlalu kaku. Meskipun tidak sehumoris Sean, sih.April menggelengkan kepala. Sean lagi, Sean lagi. Kenapa pikirannya selalu tentang Sean, sih? Padahal yang sedang di sebelahnya, kan, Erik."Jangan sampai magrib, ya, pulangnya, Rik."Dia tidak mau Sean khawatir."Oke."Erik merasa tadi sesi makan siang terlalu cepat karena diburu waktu. Jadi sekarang dia mengajak April untuk makan di luar lagi. April awalnya menolak karena sungkan selalu diajak makan melulu oleh Erik.Bilangnya tidak e
“Kamu sama dia udah kenal lama? Dia temen kuliah kamu? Kok, sampai dikasih cincin segala?" tanya Sean saat makan bersama dengan April di ruang depan.April melotot tajam. Kenapa bocah ini kepo sekali? Sampai menginterogasinya seperti itu. Pacar juga bukan. Dasar mau tahu urusan orang saja.
“Makan yang banyak.”“Makasih, Tante.”Anha menyajikan makanan untuk Sean dan Eden. Tetapi bedanya Eden dizolimi oleh Sean dan disuruh makan di dekat trio bocil sekalian mengawasi mereka bermain.“Anak-anak itu, lho, makannya pada nggak dihabisin malahan sibuk main sama mainan barunya,” gerutu Anha mengomel kesal.Terlihat Ais dan Aim sedang bermain tamia barunya. Sedangkan Kalila duduk di depan boneka beruang besar sambil tertawa mengamati kedua kakaknya yang sengaha menabrakkan kedua tamia berwarna merah tersebut ke kakinya.“Emang cewek kalau udah jadi emak-emak galak dan suka ngomel-ngomel, ya, Om?” celetuk Sean membuat Hamkan yang berada di sebelahnya tertawa.“Iya. Udah biasa dia kayak gitu.”“Padahal dulu waktu belum nikah, mah, lemah lembut kayak putri keraton, ya.”Hamkan ikut mengangguk menyetujui. Sedangkan yang sedang diejek merengut sebal. Bisa