Share

Bab 6 Tulus

“Elive, kamu mau tahu mengapa saya sebegininya denganmu?” ucap Zavian.

Elive diam, menunggu atasannya melanjutkan apa yang akan di ucapkannya.

“Saya melakukannya karena saya menyukai kamu,”

Elive membelalakan matanya terkejut saat mendengar penuturan Zavian. Pria itu mengatakan dengan sorot mata serius dan tajam hingga Elive tidak bisa mencari kebohongan dari pandangan pria itu.

Mengerutkan keningnya heran, Elive berdeham saat tenggorokannya tiba-tiba kering. Kepalanya mendadak berkedut kencang sementara jantungnya berdegup begitu kencang. Tatapan Zavian begitu dalam, seolah menusuk tepat di ulu hatinya hingga Elive tidak bisa merespon apa pun.

Mengela napas berkali-kali, Elive memejamkan mata untuk menenangkan diri. Gadis itu mendogak dan kembali menatap Zavian dengan sorot penuh kekhawatiran sekaligus tanda tanya besar. Hal itu membuat Zavian menautkan dua alisnya tidak suka. Ia tidak suka melihat Elive dengan binar meredup.

“Tuan, sungguh, saya tidak mengerti maksud anda mengatakan hal seperti ini kepada saya. Namun, jika anda mengatakannya hanya untuk menyakiti saya, saya sungguh meminta maaf kalau ternyata hal-hal yang saya lakukan di masalalu membuat Anda sebeginiya membenci saja,” ucap Elive.

“Saya tahu kamu khawatir dan takut. Jadi, saya akan membuktikannya padamu. Saya akan menunjukka kalau saya benar-benar menyukai kamu tanpa maksud apa pun,” jawab Zavian.

Elive tidak menjawab. Gadis itu memilih diam dan melanjutkan makan malamnya dengan canggung.

Zavian juga tidak memaksa gadis itu untuk bicara. Ia sangat tahu bahwa Elive merasa terkejut dengan pernyataannya yang tiba-tiba. Maka, Zavian membiarkan Elive menenangkan dirinya, semetara ia akan menunjukkan pada gadis itu bahwa dirinya tidak berbohong sama sekali.

Setelah menyelesaikan makan malam, Zavian segera meantar gadis itu kembali ke rumahnya.

Tidak ada perbincangan selama perjalanan pulan. Elive memilih menatap ke luar jendela, sedangkan Zavian menatap lurus jalanan di hadapannya. Begitu sampai di rumah itu, Zavian menatap Elive sekilas kemudian berlalu dari sana setelah memastikan gadis itu masuk ke dalam rumahnya.

Zavian tiba di rumah orang tuanya. Ia memilih menginap di rumah orang tuanya, sebab inin menenangkan diri. Pikiran pria itu melanglanbuana, khawatir kalau Elive akan menjauhinya.

Menghela napas kasar, Zavian menoleh saat mendengar pintu kamarnya terbuka. Pria itu melihat keponakan kecilnya melongokan kepala dan berjalan masuk ke dalam kamarnya, lantas naik ke atas tempat tidur dan duduk di samping tubuh Zavian. Matanya menatap pria tersebut dengan pandangan lucu yang membuat Zavian gemas.

“Ada apa?” tanya Zavian sembari mengangkat tubuh Yuan. Pria itu duduk dengan bersandar tempat tidur dan memangku Yuan yang masih menatapnya.

Uncle, are you sad?” tanya Yuan yang membuat Zavian tertawa kecil.

No, I’m O.K,” jawab pria itu sembari mengusap kepala keponakannya.

Don’t be liar. I know that you sad and worry about something. Talk to me, Uncle. Yuan akan mentransfer energi positif kepada Uncle,” oceh Yuan yang membuat tawa Zavian pecah.

Pria itu memeluk Yuan denga erat dan gemas. Pipi anak lelaki kecil itu menjadi sasaran kecupan Zavian, hingga Yuan menggerutu dan protes terhadap perlakuan Zavian.

“Paman tidak apa-apa, Sayang. Paman hanya sedikit lelah. Kamu kenapa belum tidur? Mom akan memarahimu nanti,” ujar Zavian

“Mom sedang menonton televisi denga Grandma, jadi aku ke sini karena melihat Paman menampilkan wajah yang sangat buruk,” jujur Yuan.

Zavian kembali tersenyum dan menatap anak berusia tujuh tahun tersebut.

Perasaan anak kecil begitu jujur dan polos. Mereka bahkan mampu melihat perasaan orang lain hanya dengan melihat ekspresi wajahnya. Yuan seringkali tiba-tiba mengunjunginya di kamar saat pria itu pulang ke rumah dengan ekspresi gelisah atau apa pun dan seolah bisa membaca pikirannya, Yuan akan menenangkan Zavian dengan caranya sendiri.

Mengusap punggung sempit keponakannya, Zavian tersenyum kecil saat melihat Yuan tertidur. Pria itu meletakkan Yuan dengan hati-hati dan segera menyelimuti anak tersebut sebelum beranjak ke kamar mandi untuk membersihka diri.

Butuh kurang lebih setengah jam sampai Zavian menyelesaikan acara bersih-bersihnya. Pria itu turun dan menyapa ayah serta kakak iparnya yang tengah membahas perusahaa. Enggan bergabung, Zavian memilih pergi ke belakang rumahnya dan duduk sembari melihat langit malam.

Tepukkan di pundaknya mengagetkan pria itu. Menoleh, Zavian menemukan wajah kakaknya.

Perempuan berusia 35 tahun tersebut masih begitu cantik dan tidak banyak yang mengira bahwa Jully sudah memilki seorang putra. Bagi sebagian yang tidak tahu bahkan menganggap bahwa Jully adalah kekasih Zavian.

“Ada yang mengganggu pikiranmu?” tanya Jully.      

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status