LOGIN"Me-menikah? A-aku dengan Kakak?" gugup Shazia, menunjukkan diri sendiri kemudian menunjuk Rayden.
"Humm." "Ti-tidak bisa, Kak." Shazia melangkah menjauh, kembali duduk di kursi yang berada di depan meja–berseberangan dengan Rayden, "Kak Rayden itu Kakakku." "Hanya kakak angkat," datar Rayden, "kau dan aku tidak punya hubungan darah. Jadi sah-sah saja jika aku menikahimu, Ade." Shazia menggelengkan kepala, menolak menikah dengan Rayden. Yah, benar! Pria ini hanya kakak angkatnya. Akan tetapi Shazia sangat menghormati Rayden, dan dia sudah menganggap pria ini seperti kakak sendiri. Logikanya tak terima jika dia harus menikah dengan Rayden. Tidak! "Jangan membantah," dingin Rayden, "kau harus menikah denganku untuk menghentikan Georgie yang terus-terusan menjodohkanku." "Ta-tapi …-" "Kakak bilang jangan membantah!" tegas Rayden, melayangkan tatapan dingin pada Shazia. Seketika itu juga Shazia menutup rapat-rapat bibirnya, takut berbicara lalu memancing kemarahan kakaknya. "Ikut denganku," titah Rayden, bangkit dari kursi lalu keluar dari ruangannya–diikuti oleh Shazia yang berjalan cepat-cepat di belakangnya. Rayden membawanya ke dalam kamar pria itu, membuat Shazia gugup dan was-was. Dulu, dia biasa saat setiap kali berduaan dengan Rayden. Bahkan saat kecil, pria ini sering memandikannya. Namun, sekarang dia mendadak canggung dan merasa tak nyaman. Mungkin karena dia telah berpisah 7 tahun dari Rayden dan juga mengingat pria ini punya niat untuk memperistri dirinya. Rayden melepas kemeja yang membungkus tubuh bagian atas. Hal tersebut membuat Shazia semakin gugup dan waspada. Apa yang ingin Rayden lakukan padanya? Ke-kenapa Rayden melepas baju? "Kemari," titah Rayden, di mana dia telah duduk di pinggir ranjang sambil menatap datar ke arah Shazia. Shazia mendekat ke arah Rayden, menatap waspada pada kakaknya. Hingga tiba-tiba saja Rayden membaringkan tubuh di atas ranjang, mengambil posisi tengkurap. "Pijat pundakku," titah Rayden. "Iya, Kak," jawab Shazia malas, langsung memutar bola mata jengah karena harus memijat kakaknya. Shazia naik ke atas ranjang Rayden, dia duduk di sebelah kakaknya berbaring kemudian mulai memijat pundak Rayden. 'Dari kecil sampe sekarang aku sudah lulus kuliah, aku diperbabu jadi tukang pijatnya. Dulu, upahnya dikasih permen sama coklat, sekarang masih nggak yah?' batin Shazia, malas dijadikan tukang pijat oleh Rayden akan tetapi dia tak berani melawan. "Tadi--" Rayden tiba-tiba bersuara, "kenapa kau mengatakan pada Kakek jika kau menggoda Kakak?" Wajah Shazia langsung kusut dan muram. Dia kira Rayden tak akan menyinggung masalah itu, tetapi Rayden malah menyinggungnya. Alasan Shazia mengaku telah menggoda Rayden tentunya supaya sekalian saja dia diusir dari keluarga ini. Selama ini yang baik pada Shazia di keluarga Malik, hanya Rayden dan Alexander. Selebihnya mereka membenci Shazia, sering menghina Shazia sebagai anak pesuruh yang bermimpi naik tahta, sering disebut benalu maupun beban untuk Rayden, dan banyak hinaan lainnya. Shazia tahu Rayden sangat tulus dalam menjaga dan membesarkannya, akan tetapi tetap saja Shazia sakit hati mendengar semua hinaan yang dilontarkan oleh keluarga Malik lainnya. Terlebih sekarang Georgie mulai agresif dalam menunjukkan ketidak sukaannya pada Shazia. Dijodohkan dengan Sandi–pria berusia 45 tahun yang sudah satu kali gagal dalam pernikahan, itu adalah hal mengerikan bagi Shazia yang bahkan belum bisa sepenuhnya dikatakan dewasa. "Soalnya aku takut Kakek memarahi Kakak, jadi aku berbohong," jawab Shazia pelan. Dia memilih berbohong karena dia tak mungkin mengatakan yang sebenarnya. Bisa-bisa dia menyinggung Rayden dan dia berakhir dimarahi oleh pria ini. "Jadi kau berniat melindungiku, Humm?" Rayden berdehem rendah pada akhir kalimat. Dia sama sekali tak menoleh pada Shazia, matanya tertutup–menikmati pijatan tangan halus Shazia pada punggungnya. "Iya. Karena itu … kesalahanku, Kak. Gara-garaku Kakek salah paham pada Kakak. Jadi aku bilang begitu supaya Kakek berhenti menyalahkan Kakak," jelas Shazia dengan suara pelan, dia menjaga nada bicara. Rayden sama sekali tak menanggapi. Shazia sudah menunggu lima menit tapi pria itu tetap diam. Shazia langsung mendumel dalam hati, menatap berang dan kesal pada Rayden. Shazia menatap Rayden yang menutup mata, sepertinya kakaknya sudah tidur. Shazia berhenti memijat pundak Rayden, diam sejenak untuk menunggu apakah Rayden sudah tidur sungguhan atau tidak. Lima menit ia menunggu dan pria itu tak merespon. Shazia langsung senyum cerah, buru-buru turun dari ranjang king size milik kakaknya. Namun, tiba-tiba saja …- "Ade," panggil Rayden tiba-tiba. Ah yah, Adena adalah nama tengahnya yang dijadikan nama panggilan dari Rayden. Namun, Rayden lebih sering memanggilnya Ade. "Iya, Kak?" sahut Shazia, kembali naik ke atas ranjang dan duduk di sebelah Rayden. Rayden mengangkat kepala lalu menoleh tajam ke arah Shazia. "Ada yang menyuruhmu berhenti?" "Kukira Kakak sudah tidur," jawab Shazia dengan raut muka muram. Dia kembali memijat pundak Rayden, sedangkan pria arogan dan dingin ini kembali tidur. **** Hari ini adalah hari pernikahan Rayden dengan Shazia. Pernikahan mereka dilaksanakan di kediaman Malik yang luas, akan tetapi menyuguhkan model bangunan yang klasik dan tradisional. Pernikahan mereka hanya dihadiri oleh keluarga besar Malik, mitra, dan orang terdekat. Pernikahan tetap dipublikasi akan tetapi identitas istri Rayden akan disembunyikan. Keputusan tersebut telah disepakati oleh para tetua di keluarga Malik, mulai dari kerabat hingga keluarga inti. Tentunya Georgie lah pencetus pertama agar identitas Shazia sebagai istri Rayden disembunyikan. Alexander dan Rayden setuju karena untuk sekarang hal tersebut memang harus dilakukan. Shazia memang hanya anak angkat di keluarga Malik, dan sah-sah saja jika Rayden memperistrinya. Namun, Shazia baru lulus kuliah, spekulasi negatif akan bermunculan bila pernikahan keduanya dipublikasi. Mungkin setelah Shazia berusia matang, pernikahan keduanya akan dipublikasikan. "Beristirahatlah di sini," ucap Rayden, mengantar Shazia ke sebuah kamar. Tak lain kamar tersebut adalah kamarnya di rumah kakeknya, kediaman utama keluarga Malik. "Umm." Shazia menganggukkan kepala, masuk ke dalam kamar dan memilih duduk di sofa. Shazia kira Rayden akan ikut masuk dengannya, akan tetapi dia salah. Pria itu pergi, menutup pintu dari luar. Shazia menghela napas pelan, memilih bangkit untuk mengganti kebaya yang ia gunakan dengan pakaian yang lebih santai. Untuk pernikahannya, Shazia mengenakan sebuah kebaya putih elegan yang sangat anggun di tubuhnya. Kebaya tersebut memiliki panjang hingga sepuluh sentimeter di atas rok pas body panjang yang ia kenakan. Lalu dipadu dengan sebuah selendang yang dikenakan di ubun-ubun kepala dan menjuntai hingga lantai. Selendang tersebut transfaran dengan motif buka edelweis yang dibordir di sepanjang selendang. Shazia sangat cantik, elegan, dewasa, dan bak putri zaman kerajaan dahulu di negeri ini saat mengenakan kebaya ini. Shazia menyukai menampilannya yang seperti ini. Hanya saja, Shazia tak tahan menggukanannya dalam jangka waktu yang lama. Pergerakannya tak bebas! "Lega!" gumam Shazia setelah berhasil melepas kebaya dan seluruh atribut pernikahan yang melekat pada tubuhnya. Sebelum Rayden datang, Shazia buru-buru mengganti pakaiannya. Ah yah, dia sudah resmi menjadi istri Rayden Haitham Malik. Pernikahan yang Shazia sama sekali tak inginkan tetap terjadi. Dia tidak bisa menggagalkan dan juga tak bisa kabur karena selama seminggu ini Rayden mengurungnya di rumah–hukuman atas perbuatannya yang nekat menyewa model pria untuk pura-pura tidur dengannya. "Malam ini adalah malam … argkk! Iuhh, kok aku bisa-bisanya nikah dengan Kakakku sendiri? Ya Tuhan!" Shazia yang tengah membersihkan wajah, refleks mengusap wajah secara kasar. Dia sangat frustasi dan masih tak percaya dengan apa yang terjadi padanya. Logikanya menolak pernikahan ini! "Waktu kecil aku diasuh sama dia, dibesarkan olehnya. Trus gedenya, aku malah dinikahi. Haaaah, apa kata kecebong di sawah?!" gerutu Shazia sambil keluar dari kamar mandi sebab sudah selesai membersihkan wajahnya. Demi Tuhan! Shazia rasa dia tak akan bisa memandang Rayden sebagai suaminya. Bayangkan saja, pria itu adalah orang yang sama dengan orang yang memandikan Shazia sewaktu kecil, orang yang menyuapi Shazia ketika malas makan, orang yang menjadi wali setiap dia menerimaan rapot, orang yang menggendongnya ke sana kemari ketika dia sakit, dan orang yang sama dengan orang yang jelasnya sering memarahinya. Dan sekarang orang itu menjadi suaminya. Ouh, God! "Tenang, Shazia. Malam pertama itu tak akan terjadi. Soalnya Kak Rayden menikahiku karna dia ingin menghindari perjodohan yang diatur oleh si Tua Bangka," gumam Shazia, keluar dari kamar untuk sekadar mencari udara segar. Ini sudah malam dan pastinya di lantai satu masih ramai, jadi tak ada salahnya jika dia keluar sekalipun sudah tengah malam bukan?! Yah, daripada dia tetap di kamar pengantin yang berakhir membuatnya merasa pusing dan banyak pikiran. "Rayden, ini Evelyn Wijaya. Putri dari Pak Ruth Wijaya dan Anjeli Wijaya." Mendengar itu, Shazia menghentikan langkah kakinya.Holla, MyRe kesayangan CaCi. Kita kembali lagi di novel baru kita.(≧▽≦) Semoga kalian suka dengan kisah Rayden dan Shazia yah. Dukung novel kita dengan memberikan ulasan manis di kolom review, hadiah, gems, dan komentar di bab. Oh iya, MyRe sudah ada yang suka nggak nih sama Rayden? Atau … Georgie? IG:@deasta18
"Rayden, apa yang kau lakukan, Nak?!" ujar Alexander dengan nada tinggi. Namun, Rayden sama sekali tak peduli. Dia melempar tongkatnya, mengeluarkan pistol dari balik jas kemudian …- Dor' Suara tembakan menggema. Semua orang yang ada di ruangan itu menjerit ketakutan. Carmila dan Luna begitu histeris, menangis dan menjerit melihat Rayden menembak Georgie–di pundak. "Argkkk …." Georgie menjerit sakit, setelah itu tak sadarkan diri–kaget oleh suara tembakan. "Bawa dia ke rumah sakit," titah Rayden pada anak buahnya. "Dia tidak boleh mati!" gumam Rayden pelan, di mana anak buatnya segera membawa Gerogie ke rumah sakit. "Rayden, kau sudah gila?!" bentak Alexander, menatap Rayden dengan mata berkaca-kaca. "Jika kau seperti ini, terpaksa Kakek melawanmu!" ujarnya lagi sambil memberi isyarat supaya anak buahnya mengepung Rayden. Sedangkan Arland dan Jaren, mereka langsung mengerahkan seluruh anak buah yang mereka bawa untuk menahan para anak buah Alexander. Lalu Jaren send
Rayden tak mengatakan apa-apa, berjalan dengan menggunakan tongkat di sebelah kiri karena kaki kirinya sedang terluka. Di belakangnya ada Jarren dan seorang pria baru. Dia adalah kepercayaan Rayden di luar negeri, ikut kembali ke negara ini untuk memastikan Rayden dan Jaren baik-baik saja. Hansel sendiri, pria itu pulang ke rumahnya bersama dengan putranya. Mereka tidak ikut ke sini karena kondisi Hansel sama parahnya dengan Rayden. Terakhir kali Rayden bertelponan dengan istrinya–di mana itu adalah pertama kalinya Shazia menghubunginya, sekitar dua minggu lalu. Saat itu Rayden sangat sibuk, karena hari itu bisa dikatakan adalah puncak masalah sekaligus penyelesaian yang ia lakukan. Emosinya dipermainkan, lelah membuatnya gampang marah, tetapi dia tidak bisa berhenti katsja hari itu juga dia harus menyelesaikan seluruh masalahnya. Rayden mengerahkan seluruh kemampuannya, memutar otak untuk menyelesaikan masalah kantor yang sangat parah, dan di waktu yang bersamaan juga harus menan
Hari ini Shazia kembali ke kantor, bukan untuk bekerja akan tetapi melakukan suatu hal. Untungnya tanpa ada yang curiga, Shazia berhasil melakukan hal tersebut–mengambil semua desain miliknya yang akan diluncurkan bulan ini lalu menghapus data yang tertinggal di komputer, tanpa meninggalkan jejak sedikitpun. Setelah itu, Shazia mulai merapikan meja kerja. Namun, dia hanya mengambil barang paling penting agar tak ada yang curiga dengan rencananya. Setelah mengemasi barangnya, saat makan siang, Shazia segera pergi dari kantor. Agar tidak curiga, dia pamit untuk menemui Kania. Bian? Beberapa minggu yang lalu, dia dan ayahnya pergi ke luar negeri untuk menyusul Rayden. Sama seperti Rayden, Bian juga tak ada kabar. Ketika dia di lobi, dia bertemu dengan Evelyn, Luna, dan Georgie. Evelyn terlihat bangga, langsung memasang wajah angkuh pada Shazia, akan tetapi Gerogie pergi begitu saja–enggan menatap Shazia. Aneh! "Wow, mentalmu kuat juga," ucap Luna, bersedekap angkuh sambil m
"Yah, Shazia," sahut Evelyn dari tempatnya, sengaja memegang perutnya di hadapan Shazia, "aku sedang hamil anak Tuan Rayden dan Tuan berjanji akan menikahiku setelah urusan Tuan di luar negeri selesai," ucap Evelyn dengan nada manis, akan tetapi menatap angkuh pada Shazia. Kali ini, dia pastikan dialah pemenangnya. Shazia benar-benar akan tersingkirkan olehnya. "Apa buktinya?" tanya Shazia dengan nada lemas, mencoba tetap tegar walaupun hatinya bergetar sakit. Ini seperti mimpi buruk! Dunianya terasa runtuh, gelap, dan hancur. Gilanya, ini terjadi di hari ulang tahunnya. "Ini." Evelyn mengeluarkan bukti laporan medis dan sebuah foto saat dia bersama Rayden. Shazia mengambil catatan medis dan juga foto yang diberikan oleh Evelyn. Hatinya begitu pedih saat melihat foto Rayden dan Evelyn tidur bersama, di mana dalam foto tersebut wajah Rayden begitu tenang dan sedikit pucat–terlihat tidur pulas. Lalu ada Evelyn di sebelahnya yang sedang senyum lebar dan manis. Foto tersebut
Hari ini Shazia pergi ke rumah sakit untuk cek kesehatan. Dia merasa beberapa hari ini, tubuhnya jauh lebih lemah, kurang semangat, seting pusing, dan bahkan tadi pagi dia mual. Awalnya Shazia ingin mengabaikan karena mungkin itu efek dari rindu dan beban pikirannya, di mana beberapa hari ini Rayden tidak lagi menghubunginya. Namun, tadi pagi dia muntah-muntah, pada akhirnya Shazia memutuskan untuk tes kesehatan. "Ih, seharusnya kamu bahagia, Zia Sayang," ucap Kania sambil merangkul Shazia. Hasil laporan medis Shazia sudah keluar dan Shazia maupun Kania sudah melihat hasilnya. Sebenarnya dokter yang memeriksanya sudah memberitahu kondisi Shazia, hanya saja bukti laporan medis ini memperjelas kondisinya. "Senyum dong, Shazia," gumam Kania, menatap Shazia dengan campur aduk. "Aku senang kok." Shazia berkata dengan nada pelan, menoleh pada Kania sambil menatap sayu pada sahabatnya tersebut, "tapi aku takut. Mas Rayden pernah bilang kalau dia tidak mau punya anak." "Ti-tidak mungk
'Menunggu bintang jatuh?' "Iya." Shazia menjawab cepat, "untuk membuat permohonan." 'Permohonan apa?' tanya Rayden di seberang sana. Bola mata Shazia menoleh ke sana kemari, bingung harus menjawab apa. Beruntung otaknya mendapatkan jawaban cepat dan tepat yang bisa membuatnya selamat dari Rayden. "Permohonan agar masalah di perusahaan cepat terselesaikan oleh Mas Rayden." 'Humm.' Rayden berdehem singkat. Lalu tak lama sambungan video call berakhir, Rayden harus berangkat ke kantor. Shazia senang sekali karena hari ini dia bisa video call dengan suaminya, dia melihat wajah dari sang Buto ijo yang apabila marah sangat mengerikan. Tapi itu tidak masalah baginya, yang terpenting dia melihat wajah suaminya. Setelah itu, Shazia buru-buru membersihkan tubuh–mandi, lalu segera sarapan yang kolaborasi dengan makan siang. Hari ini Shazia tidak ke kantor karena dia terlambat bangun. Dia memilih bersantai di halaman samping sambil membuat sebuah desain cincin. Sekarang pekerjaan Shazia le







