Mas Arsen mengajakku ke makam mas Riko, apa aku tidak salah dengar. Tadi pagi dia melarang dengan marah-marah sekarang mengajak kesana. Ah bodo amat, yang penting dia mau mengantarkan aku kesana.
Setelah mas Arsen keluar aku segera mengganti baju dengan baju berwarna gelap, ku pilih rok panjang berwarna hitam dan blus atasan berwarna senada tak lupa aku menutup kepalaku dengan pasmina hitam.
Meskipun aku belum memakai jilbab tapi sehari-hari aku selalu memakai baju panjang. Sampai saat ini aku belum bisa memaksa diriku menjalan kewajiban muslimah yang satu itu.
Setelah siap bergegas aku menuju mobil, dimana mas Arsen sudah menungguku. Saat aku sudah sampai didepan mobil, terlihat dia menatapku tanpa berkedip.
Akupun menatapnya dan diam di tempat aku berdiri, tiba-tiba dia membuka kaca jendela mobil dan berteriak " sampai kapan kamu akan mematung di situ? cepat masuk mobil!"
Aku terlonjak kaget dibuatnya, baru saja dia memelukku dan mengucap kata maaf sekarang sudah meneriaki ku lagi. Aku menunggu dibukakan pintu bukan mematung, umpatku dalam hati. Biasanya mas Riko selalu membukakan pintu mobil untukku makanya aku tidak berinisiatif untuk membuka sendiri.
Bergegas aku duduk di sampingnya sebelum mendengar teriakannya lagi, setelah itu mas Arsen menjalankan mobilnya. Kami berkendara dalam diam menebus jalanan yang tidak terlalu ramai.
Kata mas Riko mama lebih memilih tinggal di kota ini, padahal perusahaan property papa ada di Surabaya. Jarak kota ini ke Surabaya bisa di tempuh dengan berkendara kurang lebih 30menit jadi tidak masalah jika mereka tinggal disini.
Setelah sampai di komplek pemakaman mas Arsen memarkirkan mobilnya dan segera keluar dari mobil, tanpa menunggu lama akupun ikut turun. Nanti kena bentak lagi jika aku tidak segera turun karena mengharapkan dia bakalan membuka pintu untukku.
Tanpa kata mas Arsen berjalan menuju kompleks pemakaman, aku segera mengekor di belakangnya. Tidak butuh waktu lama kami sudah sampai di makam yang masih baru, dengan bunga-bunga yang masih terlihat segar. Dia menghentikan langkahnya tidak jauh dari makam itu.
Aku segera tahu jika itu adalah makam mas Riko, aku ingin menghambur dan memeluk nisan itu seperti yang ada di film-film tapi akal ku mencegahnya. Aku sedang bersama suamiku, setidaknya aku harus menjaga perasaannya. Selain itu meratap di pusaran orang juga tidak boleh, seperti itu yang aku dengar dari pengajian samping butikku bahkan ada yang melarang wanita ikut dalam prosesi pemakaman dikhawatirkan akan histeris disana.
Aku elus, batu nisan itu aku berdoa semoga Allah memberinya tempat yang lapang dan membacakan Al Fatihah untuknya. Dalam hati aku ucapkan kata-kata perpisahan. Mas Riko, saat ini dunia kita sudah berbeda. Takdir sudah memisahkan kita, suamiku sekarang adalah kakakmu, dialah saat ini yang harus ada dihati dan pikiranku. Aku berdoa semoga Allah memberimu tempat yang indah di sini Nya.
Kenangan indah saat bersamanya berputar di kepalaku seperti aku sedang menonton film, Air mataku meleleh tidak bisa dibendung, segera aku hapus dengan ujung pasminaku. Aku akan menghabiskan air mataku disini saat ini mas, setelah itu aku hanya akan menyimpanmu dalam kenangaku.
Aku tidak tahu sudah berapa lama aku terus berdialog dengan pikiranku sendiri, tiba-tiba mas Arsen berkata dengan suara datarnya " sampai kapan kamu akan disini?"
Aku mendongak kearahnya, tidak bisakah dia menunggu sedikit lebih lama. Aku tidak tahu kapan lagi akan bisa kesini, tidak mau berdebat akhirnya aku memilih untuk berdiri dengan wajah yang entahlah. Mungkin terlihat buruk dengan air mata di pipiku.
Mas Arsen mengeluarkan sesuatu dari saku celananya, sebuah sapu tangan. "Pakailah ini untuk menghapus air matamu, jangan pakai kerudung. Aku tidak suka wanita jorok,"
Astaga... ada laki-laki macam ini, bukankah seharusnya dia memberikan bahunya untuk tempatku menangis bukan malah mengejekku. Ingin rasanya aku tendang laki-laki didepanku ini dengan kakiku.
Aku mengikutinya menuju mobil tanpa berkata, sepertinya mas Arsen tidak berniat untuk mampir kemanapun dia menyetir mobilnya ke arah rumah.
Sesampainya di rumah udah jam makan siang, terlihat bi Sumi sudah selesai menyiapkan makanan. Aku bergegas naik ke kamar dan menganti pakaian dengan pakaian rumahan, setelah itu mondar-mandir di kamar bingung mau ngapain. Aku takut jika makan siang bersama mama dia akan membatalkan makannya seperti tadi pagi.
Pintu terbuka, terlihat mas Arsen didepan pintu dan sudah mengganti bajunya, ganti baju dimana dia.
"Ayo makan, aku tidak mau kamu jadi kurus selama tinggal disini," ucapnya tanpa ekspresi.
Apa dia ini robot yang sudah di program, jadi cara bicaranya selalu seperti itu. Menyebalkan!
Saat kami berdua sampai di ruang makan sudah ada papa disana sendirian, ternyata mama masih tidak mau makan bersamaku.
"Darimana kalian?" papa bertanya setelah kami duduk di seberang mejanya.
"Dari makam Riko pah," mas Arsen yang menjawab.
Aku hanya melirik ke arah papa ingin tahu reaksinya, ternyata beliau biasa-biasa saja. Kamipun makan siang dengan tenang. Selesai makan aku lihat bi Sumi membawa baki berisi makanan, sepertinya akan di antar ke kamar mama.
"Bi, biar Vira saja yang bawa kesana," aku menawarkan diri.
"Tapi non,"
"Gak apa-apa bi, kasih ke Vira ," papa berkata pada bi Sumi.
Akhirnya bi Sumi memberikan baki itu kepadaku, aku segera pergi ke kamar mama. Aku mengetuk pintu " Ma, ini Vira bawa makanan buat mama," ucapku dari luar kamar.
"Jangan pernah masuk ke kamar mama," jawab mama dari dalam.
Tiba-tiba mas Arsen sudah ada di belakangku, dia mengambil baki dari tanganku kemudian masuk begitu saja kedalam kamar. Aku hendak mengikutinya tapi dia menggelengkan kepalanya. Akhirnya aku hanya bisa diam membisu di depan pintu.
"Ma, jangan seperti itu pada Vira, kasian dia ma. Dia juga kehilangan Riko sama seperti kita," terdengar suara mas Arsen berbicara pada mama.
"Mama tidak akan bisa memaafkannya, mama tidak rela dia hidup bahagia." ucap mama lantang.
Aku hanya bisa meneteskan air mata mendengar perkataan mama.
"Mama tidak boleh bilang begitu, Vira itu istri Arsen sekarang kalau dia tidak bahagia bagaimana bisa aku bahagia mah,"
Cess... ucapan mas Arsen seperti embun dingin yang menetes dihatiku yang penuh kesedihan.
"Kamu sudah mulai berani membela perempuan itu, keluar!" kata mama marah.
Tidak ada terdengar lagi perdebatan diantara mereka, aku segera berbalik dan berjalan dengan tergesa-gesa menaiki tangga. Aku tidak mau ketahuan menguping pembicaraan mereka.
Karena tergesa-gesa dan tidak hati-hati aku terpeleset, tubuhku oleng dan jatuh kebelakang. Beruntung sebelum tubuhku jatuh dan menggelinding kebawah ada tangan kekar yang menangkap tubuhku.
"Mas Arsen," bisikku dalam hati, dia mendekap tubuhku dengan tangannya pandangan kami beradu. "Akankah momen ini akan jadi romantis seperti yang ada di drama-drama?" aku masih berbisik dalam hati.
***
Mas Arsen masih mengendongku menaiki tangga, aku masih menatap wajahnya yang menatap kedepan datar tanpa ekspresi. Selepas sampai di lantai atas dia tanpa bilang apa-apa melepas diriku begitu saja hingga aku mendarat dengan mulus di lantai."Aaww!" aku menjerit kaget"Lain kali hati-hati jika berjalan, aku tidak mau kamu terluka dirumah ini," mas Arsen berkata sambil berlalu menuju ruang kerja yang ada di antara kamar mas Arsen dan mas RikoAku mendengus kesal, bisa-bisanya dia melepasku begitu saja. Ah, setidaknya aku tidak mengelinding di tangga tadiAku mengikuti mas Arsen masuk ke dalam ruang kerjanya. Ruang kerja yang luas dan nyaman, ada rak berisi buku-buku, dan ada sofa juga didalamnyMas Arsen sudah duduk di belakang meja dan terlihat sibuk dengan berkas-berkas. Sedangkan aku memilih duduk di sofa dan sibuk dengan pikiranku sendiri, akupun tidak menge
POV ARSEN___________Pagi ini aku berangkat ke kantor tergesa-gesa sehingga membuat dompetku tertinggal dikamar, Vira memanggilku dan memberikan dompet itu padaku. Saat aku hendak mengambilnya tiba-tiba kedua tangannya meraih tanganku dan menciumnya. Aku kaget hingga dompet itu jatuh ke tanah.Setelah itu dia malah lari terbirit-birit meninggalkanku tanpa menoleh sama sekali, ah... manis sekali istriku ini.Hari ini memang di kantor sedang banyak pekerjaan, selain tergesa-gesa berangkat aku juga akan terlambat pulang. Tinggal aku dan sekertarisku saja di kantor, serta satpam yang menjaga di depan.Hari ini Mona, sekertarisku itu memakai pakaian yang sangat minim. Lebih minim dari biasanya, sebenarnya aku kurang suka padanya dan ingin memecatnya. Tapi mama selalu melarang dengan alasan dia putri temannya.Baru saja dia masuk dan membawakanku teh manis. Ka
POV ARSEN____________________Aku melepaskan ciuman kami."Ayo kita pulang, sepertinya kamu sakit. Badanmu panas," ucapanku yang merasakan suhu badannya lebih tinggi dari suhu badan orang normal."Vira tidak apa-apa, cuma badan vira terasa sakit semua. Lagian Vira tidak ingin dikamar itu dulu." ucapnya menolak ajakanku.Ada rasa bersalah di dadaku, kami baru pertama kali melakukannya dan itu dengan kekerasan. Apa mungkin itu yang membuat badannya sakit dan demam."Kita bisa mengganti semuanya yang ada di kamar itu atau bahkan mengubah semua posisi barang-barang yang ada di sana," ucapku memberikan solusi." Tidak perlu mas, Vira hanya ingin disini beberapa hari," ucapnya."Baiklah, tapi aku akan disini
Dasar laki-laki aneh, kadang manis, mesra, kadang kasar dan seenak jidatnya sendiri kalau minta keinginan di turuti.Seperti sore ini dia mengajakku pulang ke rumah lagi, tapi aku masih ingin disini. Tiba-tiba dia mengancam akan merobohkan bangunan ini. Heh Bambang! bangunan ini di bikin papa buatku enak aja mau dirobohkan, tentu saja hanya aku ucapkan dalam hati.Dengan kesal segera aku pindahkan semua bajunya ke koper dan segera pergi dari situ.****Beberapa hari ini ada yang aneh dengan diriku, aku begitu ingin meminum semua minuman yang sudah di minum oleh mas Arsen. Saking inginnya seolah-olah air liurku seperti hendak menetes jika melihatnya meminum sesuatu. Sampai-sampai aku kena tegur mama.Bahkan aku akan senang saat beberapa kali mas Arsen sengaja tidak menghabiskan jusnya. Ah... lama-lama aku seperti bukan diriku.Belum lagi aku sangat ingin mencium aroma tubuh
"Minumlah... " mas Arsen menyodorkan gelas berisi jus yang tinggal setengah padaku.Aku menerimanya sambil melirik kearah mama, mama terlihat tidak suka dengan hal itu. Sejak dokter bilang aku hamil, mas Arsen lebih lembut dan peduli padaku termasuk berbagi minumannya denganku.Waktu itu aku tidak sengaja mendengar bi Sumi bilang pada mas Arsen untuk menuruti semua keinginanku, termasuk berbagi minumannya denganku dan memberikanku pelukan. Bi Sumi bilang kalau orang ngidam tidak dituruti nanti anaknya akan ileran. Entahlah apa korelasi antara keinginan ibu dan anaknya yang ileran jika keinginan ibunya tidak terpenuhi."Sepertinya cucu pertama papa akan mirip dengan Arsen," ucap papa berkelakar.Ya, calon bayi dalam kandunganku adalah cucu pertama mereka. Alana yang menikah 5 tahun lalu belum memiliki keturunan.Aku hanya tersenyum menanggapi ucapan papa, aku juga melihat senyum tipis di bi
"Mama tega sekali melakukan ini padaku, mama boleh tidak menyayangiku tapi kenapa mama juga tidak menyayangi calon anakku, dia juga akan jadi cucu mama. Bahkan mama tega membunuhnya saat usianya baru 6 Minggu," sayup-sayup kudengar suara mas Aresn."Calon bayiku sudah tiada? maafkan mama nak, mama telah menyebutmu menyebalkan padahal kamu masih dalam perut mama. Apa karena itu kamu pergi meninggalkan mama bahkan saat usiamu baru enam minggu?" air mataku menetes dalam keadaan mata masih terpejamKurasakan tangan mas Arsen meremas tanganku, mungkin dia melihat aku meneteskan air mata."Bagaimana kita menjelaskan semua ini pada mas Prasetyo, mah?" ucap papa menyebut nama papaku.Aku membuka mata, "mama dan papa belum aku kasih tahu pa, mereka belum sempat tahu kalau aku sedang hamil."Saat aku menyelesaikan kalimatku pintu kamar ruangan ini terbuka, terlihat mama dan papa menatapku dengan bah
Setelah kejadian pemukulan itu papa tetap tidak mengijinkan aku bertemu dengan mas Arsen, sedangkan papa Candra masih sabar menunggu kemarahan papa mereda.Setelah pulang dari rumah sakit aku diajak pulang kerumah dan diawasi oleh papa, entah kenapa papa memperlakukanku seperti anak ABG yang harus di jaga dan diawasi, aku sangat kesal dibuatnya tapi tidak kuasa melawan kemauan papa.Sore ini selepas maghrib papa dan mama sudah pergi, aku hanya di temani oleh asisten rumah tangga dirumah. Papa dan mama ada acara kantor di sebuah hotel dan katanya akan sampai malam.Jam delapan malam, saat aku hendak naik ke kamarku terdengar bel berbunyi. Karena si bibi sedang sibuk di dapur akhirnya yang membukakan pintu.Didepan pintu terlihat sosok yang sangat aku rindukan."Mas Arsen ngapain kesini?" aku berkata sambil clingak-clinguk kedalam rumah. Kalau bibi lihat, aku takut dia ngadu ke papa."Aku kangen,
"Aku tidak butuh dokter, aku hanya butuh dirimu untuk menghangatkanku," ucapnya sambil memasukkanku kedalam selimut."Gimana caranya?" aku bertanya polos.Tanpa menjawab mas Arsen memasukkan kedua tangannya kedalam bajuku dan menggosok punggungku dengan kedua tangannya, ada sensasi tidak biasa menjalar di tubuhku."Mas... kalau kayak gini aku yang panas," ucapku lirih."Nah, lakukan itu padaku," jawabnya.Aku menuruti perkataannya, aku menelusupkan kedua tanganku ke badannya yang hanya ditutup dengan bathrope dan menggosok pelan punggungnya.Dia melepaskan kancing atasanku satu persatu."Mas, apa yang kamu lakukan?" tanyaku."Lebih cepat panas kalau kulit bertemu kulit secara langsung," dia berkata sambil meloloskan atasanku dan menarikku kedalam dekapannya, badan kami menempel tanpa jarak. Aku menghentikan elusan tanganku.