Kei menelpon Sam, menyuruh asisten pribadinya itu untuk mengantar sang istri dengan selamat."Bu, mari saya antar ke rumah.""Nggak usah Sam," tolak Safir. Ia berhenti di halaman rumah sakit, begitu mendapati Sam menghentikan mobil."Tapi ini perintah dari Tuan Kei."Safir menatap Sam, dalam pikirannya ia bertanya-tanya, maukah pria dihadapannya ini memberitahu perihal Kei. Seperti apa sebenarnya kepribadiannya, orang tuanya, hingga segala apapun tentang suaminya itu."Kalau kamu mau memberi informasi padaku tentang Kei, baru aku mau ikut," ucap Safir.Mata Sam melebar, lalu sedetik kemudian ia menganggukkan kepala. Membuat Safir tersenyum.Selama satu jam perjalanan, ternyata Sam hanya bercerita perihal makanan kesukaan, m
Malam bertabur bintang itu tak mampu menggugah hati yang tengah kelabu. Pohon vinus yang berjejer menemani langkah seorang wanita yang sesekali meneteskan air matanya. Dadanya semakin sesak begitu melihat nisan yang belum bertuliskan sama sekali sebuah nama, tapi yang menjadi penanda adalah di sana diletakkan bunga Angrek yang terlihat gelap karena remangnya malam. Bunga itu, di letakkan tepat di samping sebuah batu berwarna silver.“Anakku.” Safir mengusap sebuah batu yang menyembul di balik tanah yang menjadi tanda, bahwa di sana terdapat sebuah makam seseorang. Sam yang berdiri sambil menjaga istri Tuannya itu hanya menatap iba.“Setelah kamu meninggalkan Ibu, mulai saat itu ibumu sadar, bahwa terlepas dari benih mana kamu berasal, tapi kamu tetap belahan jiwaku. Belum genap sembilan bulan, tapi Ibu sudah menyayangimu Nak. Sangat.”“Mungkin, Allah mengambilmu demi menjagamu dari siapapun yang akan menyakitimu kelak, termasuk Ibu sendiri. Ibu, bukanlah seorang yang dapat menyangimu
“Ternyata, harus kamu yang mendapatkan ini Fir. Gara-gara dia. Kalau sampai kamu mati di tanganku, sampaikan kepada Tuhan, bahwa bukan salahku. Tapi, salah orang-orang yang selalu saja merebut kebahagiaanku. Mereka mengatakan menyayangiku, tapi selalu membuatku tertekan, tidak pernah menghargai hasil kerja kerasku, dan parahnya mereka justru hanya bermanis muka di depanku saja.”Elan memang sengaja memutuskan untuk menemui Safir, ketika ia mendapatkan kabar dari Tante Sonia, bahwa Kei sepertinya hendak menceraikan istrinya, karena anak yang di kandung Safir telah keguguran. Untunglah, anak buahnya membuntuti asisten Kei dan juga istrinya hingga ke Bandung, sehingga ia yang kebetulan sedang ada pertemuan bisnis di sana, bisa langsung bertindak untuk membalas perbuatan sang Kakak, yang kali ini sangat keterlaluan. Kenapa lagi jika bukan membunuh kekasihnya, Fika.“Lepaskan Mas!” Safir menepis tangan yang mencengkeram dagunya itu dengan kuat. Matan
Kei meremas dadanya kuat-kuat. Seberapa besar pun usahanya untuk menutupi masa lalu, tetap saja kapanpun akan terkuak juga. Dan kini, persoalannya adalah dirinya sendiri. Semua berawal dari perbuatannya dan ternyata berdampak buruk bagi yang lain.Air matanya berlinangan. Bahunya sesegukkan. Ia pantang menangis, tapi mengingat bahwa ada orang tak bersalah yang ia lenyapkan nyawanya apalagi orang-orang itu berhubungan dengan orang yang dicintainya, tentu saja hal itu membuat dunianya benar-benar hancur. Memang pantas baginya untuk ditinggalkan. Ayah dan Ibunya, adiknya, meninggalkannya. Dan mungkin, hanya tinggal menunggu waktu, Kakeknya akan memenggal kepalanya.Tangannya segera meraih ponsel, lalu menelpon seseorang. Hingga terdengar sahutan dari sana, hatinya sedikit menghangat.“Ada apa Mas?” suara yang walau beberapa jam saja tidak ia dengar, namun sudah ia rindukan. Kei hanya terdiam tanpa menjawab pertanyaan, membuat Safir di
“Oh.” Elan manggut-manggut dengan alasan Edward yang masuk akal. Ia hanya merasa aneh mengapa Edward tahu jika sebelum pembunuhan terjadi, Fika menemui Kei terlebih dahulu, karena bagaimana pun yang tahu dirinya menyuruh Fika ke tempat Kei waktu itu, hanya dirinya dan wanita itu, Fika.“Ada apa Tuan?”“Aku hanya memastikan, wanita ini nggak akan kabur kemana-mana.”“Aman Tuan.”“Edward, kamu ikut saya bertemu klien."“Baik Pak.”“Safir, jangan coba-coba untuk kabur. Kalau aku tahu, maka kejadian pada malam itu akan terulang lagi padamu,” ucap Elan dingin dan berlalu dari sana.Safir mendudukkan dirinya di ranjang dengan tangan gemetar. Mendengar perkataan Edward dan Elan tadi membuatnya begitu syok. Suaminya, Kei, membunuh Fika? Bagaimana bisa pria itu.“Mas Kei tidak mungkin ‘kan membunuh Fika?” tanyanya lirih. Beberapa
Dua orang yang sama-sama berusaha menafikan rasa yang telah hadir itu hanya bertatapan dalam diam. Lebih memilih menikmati wajah masing-masing.“Obati lukamu dulu Mas, nanti kita bicarakan itu nanti,” ucap Safir dan menggaet tangan Kei untuk mengikutinya.Kei hanya pasrah dan mulai menyamai langkah Safir setelah membuang puntung rokok ke asbak. Matanya tak henti menatap tangannya yang di genggam oleh sang istri.Mereka kini duduk berhadapan di atas ranjang dengan kotak p3k yang menjadi penghalang. Safir meringis kecil begitu melihat beberapa memar di wajah serta ada pula di telapak tangan Kei. “Apa Elan, mencoba menusukmu dengan pisau Mas?” tanya Safir sembari membuka telapak tangan Kei. Di sana terdapat sayatan yang masih mengeluarkan darah. Bahkan cairan merah itu, ada yang berpindah ke pakaian Safir karena Kei memeluknya sewaktu di rumah Elan.Pria itu hanya mengangguk, matanya tak lepas dari memperhatikan istrinya. Membua
Elan dan Aoshi adalah dua orang yang sudah saling mengenal cukup lama. Mereka di pertemukan ketika Kei yang mengambil studi di Tokyo University mengadakan party untuk merayakan hari kelulusannya.Dulu, mereka begitu akrab satu sama lain. Hingga, ketika hubungan Kei dan Aoshi renggang, Elan pun juga demikian. Memilih untuk tidak memihak kepada keduanya. Ia lebih memilih jalan sendiri.Jika Kei, memilih untuk menerima mandat dari sang Kakek, yakni menjadi penerus perusaan utama Yamamoto Grup. Sedangkan dirinya, memilih untuk menyenangkan hatinya sendiri dan tidak ingin terkekang oleh beban berat yang mungkin membuat pundaknya roboh. Tapi, di sisi lain, bukan itu saja alasan ia menolak untuk di jadikan penerus, apalagi ia adalah anak sah antara Ayahnya dan Ibunya.Ayahnya, yang bernama Hiro Salim Yamamoto, menikahi seorang wanita hamil yang didalamnya tengah mengandung seorang anak laki-laki yang di masa depan anak itu menjelma menjadi Keiji Salim Yamamoto.
Sebenarnya, penyebab Safir ingin bekerja di kantor suaminya adalah tidak lain ingin lebih mengenal pria yang kini selalu memenuhi kepalanya dengan berbagai pertanyaan.Apalagi, setelah Kei banyak bercerita persoalan perusahaan yang ternyata banyak intrik yang orang lain mungkin tidak tahu. Suaminya, harus menjadi orang-orang berdarah dingin, untuk menjatuhkan orang lain, demi keuntungan perusahaan.Kei, menyuruhnya untuk berhati-hati agar tidak bertemu bisa mungkin dengan anak buah sang Kakek, yakni Aoshi, pria yang tempo hari menemui Safir."Bagaimana pun dia temanmu Mas.""Bukan lagi.""Tetap saja, dari sikap kalian, justru aku merasa dia masih menganggapmu sebagai teman.""Teman enggak akan berkhianat Fir.""Dia bisa jadi punya alasan, sama sepertimu. Membunuh orang dengan alasan, walau dengan dalil apapun, tidak dapat di benarkan. Dalam kamusku, tidak ada, mantan teman, yang ada, kami hanya berubah karena keadaan, sehingga m