LOGINSavira duduk termenung di pinggir ranjang. Matanya melihat sekeliling, pada kamarnya yang sudah didekorasi dengan indah. Seulas senyum miris terukir di bibirnya, tak menyangka kalau nasibnya akan semenyedihkan ini.
Savira sudah selesai membersihkan tubuh dan kini memakai piyama polos berwarna biru muda. Dia tak tahu apa yang harus dilakukan sekarang, yang jelas Savira memikirkan nasibnya ke depan. Abian memakai namanya sendiri saat akad tadi, bukan memakai nama Xavier. Dan itu berarti, pernikahan dia dan Abian sah di mata agama. Yang berarti juga, sekarang Savira sudah sah menjadi istri Abian. Savira memejamkan mata dengan erat. Kepalanya tiba-tiba terasa pusing lagi sekarang. Mungkin, dia butuh istirahat malam ini. Masalah status dia dan Abian, bisalah dipikirkan lagi besok. Savira menaikkan kedua kakinya ke atas ranjang lalu menarik selimut tebal miliknya yang hangat. Saat hendak membaringkan tubuh, ponselnya yang berada di atas laci bergetar pelan. Karena penasaran, Savira mengambilnya. Dan keningnya berkerut ketika melihat ada DM masuk dari akun yang tak dia kenal. "Xavier tidak pernah mencintaimu, Savira. Kamu saja yang terlalu bodoh menganggap Xavier memiliki perasaan padamu. Sekarang, dia sedang tidur lelap bersamaku. Ngomong-ngomong, Tante Wanda juga merestui hubungan kami." Rasa perih dan sesak di dada langsung terasa oleh Savira setelah membaca pesan tersebut. Air mata mengalir membasahi pipinya saat dia melihat satu persatu foto yang dikirimkan oleh akun tersebut. Dengan cepat Savira menutup mulutnya, berusaha menahan isak tangisnya sendiri. Lihatlah. Saat dia kelimpungan di sini karena Xavier pergi, tapi pria itu malah asyik senang-senang dengan perempuan lain, bahkan sampai tidur bersama. Tangan Savira yang memegang ponsel terlihat gemetar, hingga ponsel tersebut jatuh dari tangannya. Pada akhirnya, tangis Savira pecah. Dia menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan. Ini sangat menyakitkan. Xavier sudah terlalu dalam menyakitinya. Xavier dan wanita itu sudah sangat keterlaluan padanya. *** Saat pagi datang, Chandra langsung menemui Savira di kamarnya. Dia begitu kaget melihat keadaan putrinya yang bangun dengan mata bengkak karena menangis semalaman. "Ra, kamu sudah tahu sendiri bagaimana kenyataan tentang Xavier dari ayahnya. Tak ada gunanya masih mengharapkan dia kembali padamu," ujar Chandra dengan suara pelan. Savira terdiam dengan selimut yang masih membungkus tubuhnya. Dia tak memiliki semangat untuk menjalani hari seperti biasanya. Hati dan fisiknya terasa sangat lelah setelah semua yang terjadi. Dia butuh istirahat panjang. "Tentang Abian, Papa tidak tahu harus mengambil langkah apa. Papa juga salah karena membiarkan dia melakukan ijab kabul dengan namanya sendiri kemarin." Chandra berucap. Savira masih diam saat mendengar itu. Dia juga tidak tahu harus berkata apa pada ayahnya sekarang. "Secara agama, kamu dan Abian sudah sah menjadi pasangan suami istri. Namun pernikahan kalian belum tercatat di KUA. Mungkin, Papa akan meminta Abian datang ke sini dan menjatuhkan talak padamu. Apa kamu setuju?" Chandra bertanya. Savira masih diam, tak memberikan jawaban. Bagaimana bisa dia menjawab saat pikirannya pun terbang entah kemana. "Papa yakin Abian akan setuju dengan rencana Papa ini. Tugasnya menggantikan Xavier dan menghindarkan keluarga kita dari rasa malu sudah selesai." Chandra terus berbicara walau Savira tidak merespon apapun. Chandra tentu tidak tahu kalau semalam Savira mendapatkan informasi menyakitkan langsung dari orang yang sudah tega menghancurkan hatinya. Setelah beberapa menit, Chandra tak kunjung mendapatkan jawaban dari Savira. Dia lalu berdiri, hendak pergi dari kamar Savira. Namun sebelum Chandra benar-benar pergi, Savira bersuara. "Panggil saja ayahnya Xavier ke sini, Pa. Aku ingin bertanya sesuatu padanya." *** Pukul dua siang, Abian datang lagi ke rumah Chandra dan Nina atas panggilan dari Chandra sendiri. Abian tak tahu tujuan apa dia dipanggil, namun dia yakin kalau yang akan di bahas adalah tentang apa yang terjadi di hari kemarin. Hari ini, rumah Chandra tidak seramai hari kemarin. Anggota keluarga yang menginap sudah pulang, dan tinggal keluarga inti saja. Abian pun datang ke sana sendirian saja, tanpa ditemani ibu maupun adiknya. Abian dipersilakan masuk dan duduk di ruang tamu bersama Chandra. Jelas yang akan dibahas Chandra adalah tentang ijab kabul yang dilakukan kemarin. Dan Abian sudah bisa menebaknya sejak awal. "Savira ingin bertanya sesuatu pada Anda, Pak Abian." Chandra berkata. Abian sedikit kaget juga bingung saat mendengar itu. Namun tak lama kemudian, Savira muncul dan duduk di samping ayahnya. Matanya masih terlihat bengkak, membuat Abian merasa sangat bersalah. Sudah pasti mata bengkak itu terjadi karena Savira masih menangisi kelakuan Xavier yang sangat jahat. "Savira, saya minta maaf atas kelakuan Xavier yang sudah sangat jahat padamu. Saya juga tidak menyangka dia sampai tega seperti itu." Abian memulai pembicaraan dengan permintaan maaf secara langsung pada Savira. "Om tidak perlu meminta maaf karena bukan Om yang salah. Aku yakin, Om juga tidak menginginkan ini semua terjadi," timpal Savira dengan nada suara yang tenang. Mendengar nada suara Savira, Chandra merasa lega. Mungkin keadaan Savira sekarang sudah jauh lebih baik. "Aku hanya ingin bertanya sesuatu. Apa Om tahu alasan Tante Wanda tidak merestui hubunganku dengan Xavier? Jika diingat-ingat lagi, sepertinya Tante Wanda sangat membenciku dan tak pernah bersikap baik padaku." Savira akhirnya melontarkan pertanyaan yang memang ingin dia tanyakan pada Abian. "Saya tidak tahu tentang itu, Savira. Saya hanya tahu jika kehidupan Xavier semakin kacau karena tak ada arahan apapun dari ibunya." Abian menjawab. Savira terdiam beberapa saat setelah mendengar itu. Dia kemudian berusaha mengingat hari-hari yang dia lewatkan bersama Xavier. Apakah Xavier pernah cerita tentang Abian? Tidak. Xavier selalu bilang kalau Abian tidak pantas menjadi seorang ayah. Entah alasan apa yang membuat Xavier berkata seperti itu. "Terima kasih atas jawabannya, Om. Aku hanya ingin menanyakan itu saja," ucap Savira. Abian pun menganggukkan kepalanya dengan pelan. Setelah suasana hening untuk beberapa saat, akhirnya Chandra mulai membahas tentang status Abian dan Savira sekarang. Chandra mengatakan secara detail rencana yang sudah dia susun pada Savira maupun Abian, yaitu agar Abian segera menjatuhkan talak saja pada Savira agar semuanya cepat selesai. "Tentu. Saya akan melakukannya." Abian berucap, menyetujui perkataan Chandra. "Apa Om sudah memiliki seseorang?" Savira bertanya, membuat Abian dan Chandra merasa heran. Abian pun menggelengkan kepalanya sebagai jawaban atas pertanyaan Savira. Dan yang Savira katakan selanjutnya, berhasil membuat Abian juga Chandra terkejut bukan main. "Bagaimana kalau kita berusaha menjalaninya saja? Tuhan tak mungkin memberikan izin kita menjadi suami istri jika ini bukan garis takdirku."Savira menatap sekeliling kamar di rumah Abian yang mulai hari ini akan dia tempati. Kamar tersebut sangat luas menurut Savira, dan didominasi warna putih. Ada ranjang berukuran king size di tengah-tengah ruangan, lalu sebuah sofa panjang berwarna cream di dekat jendela, dan ada juga sebuah televisi berukuran besar yang dipasang berhadapan langsung dengan ranjang. Kamar tersebut, cocok untuk melakukan segala aktivitas, bukan hanya untuk sekedar tidur saja. Savira tersenyum, merasa suka dengan warna cat dan juga segala interiornya. Sepertinya, dia akan mudah beradaptasi. Savira membawa dua koper pakaian, dan dia sudah menyimpan semua pakaiannya ke dalam lemari. Dia juga sudah membereskan tas, buku, sepatu, dan barang-barangnya yang lain di tempat yang sudah disediakan. Sebelum meninggalkan Savira tadi, Abian sempat menawarkan untuk cat ulang dinding kamar jika Savira merasa kurang suka dengan warnanya sekarang. Namun, Savira menyukai suasana yang cerah dan tenang di kamar tersebut.
Setelah mengatakan kalimat tak terduga dan mengejutkan, jelas Savira langsung disidang oleh keluarganya sendiri, sementara Abian hanya bisa menunggu dengan perasaan bingung di ruang tamu. "Apa maksud perkataanmu tadi, Savira?" Chandra bertanya dengan serius. Savira diam dengan kepala sedikit menunduk. Entahlah, dia sendiri tak begitu paham kenapa kata-kata tadi bisa keluar dengan mudah dari mulutnya. "Kamu ingin mencoba menjalani hubungan dengan Abian? Kerasukan apa kamu Savira?" Nina bertanya dengan nada tak percaya. Jelas mereka heran, karena mereka ingat kemarin Savira masih menangisi Xavier. "Ini keputusanku," jawab Savira singkat. Chandra dan Nina saling bertatapan saat mendengar itu. Sementara Nathan dan Trisha, hanya bisa menyaksikan saat Savira ditanyai. "Savira, pikirkan lagi. Jangan mengambil keputusan yang gegabah. Ini untuk kelanjutan hidupmu." Chandra berucap. Savira menghela nafas pelan mendengarnya. Dia sudah bisa menebak kalau keluarganya pasti akan memberikan resp
Savira duduk termenung di pinggir ranjang. Matanya melihat sekeliling, pada kamarnya yang sudah didekorasi dengan indah. Seulas senyum miris terukir di bibirnya, tak menyangka kalau nasibnya akan semenyedihkan ini. Savira sudah selesai membersihkan tubuh dan kini memakai piyama polos berwarna biru muda. Dia tak tahu apa yang harus dilakukan sekarang, yang jelas Savira memikirkan nasibnya ke depan. Abian memakai namanya sendiri saat akad tadi, bukan memakai nama Xavier. Dan itu berarti, pernikahan dia dan Abian sah di mata agama. Yang berarti juga, sekarang Savira sudah sah menjadi istri Abian. Savira memejamkan mata dengan erat. Kepalanya tiba-tiba terasa pusing lagi sekarang. Mungkin, dia butuh istirahat malam ini. Masalah status dia dan Abian, bisalah dipikirkan lagi besok. Savira menaikkan kedua kakinya ke atas ranjang lalu menarik selimut tebal miliknya yang hangat. Saat hendak membaringkan tubuh, ponselnya yang berada di atas laci bergetar pelan. Karena penasaran, Savira menga
Dua hari berturut-turut, Savira terus menangis dan merenung. Hal tersebut membuat keadaannya jadi kurang baik ketika hari pernikahan tiba. Selama dirias, Savira merasakan sakit di kepala. Mungkin hal tersebut karena dia terus saja menangis, masih belum sepenuhnya menerima kenyataan tentang Xavier yang meninggalkannya. Keadaannya yang kurang sehat bisa dilihat oleh MUA yang meriasnya. "Sepertinya keadaan calon pengantin kurang baik." Asisten MUA menginfokan hal tersebut pada keluarga. Chandra dan Nina bergegas melihat keadaan Savira yang masih di rias oleh MUA. Savira terlihat memaksakan senyuman walau kepalanya terasa sangat berat sekarang. "Aku baik-baik saja. Hanya sedikit pusing," ucap Savira, berusaha untuk tidak membuat keluarganya khawatir. Akhirnya Nina pun memberikan obat pada Savira. "Mas, mungkin seharusnya kita tidak memaksakan keadaan. Kondisi Savira jauh dari kata baik." Nina berkata pada suaminya. Semua orang sudah berdandan rapi untuk ikut merayakan pernikahan Savir
Savira duduk merenung di kamarnya. Dia tak sendirian, karena sekarang ada sang nenek yang sedang menemaninya. Savira masih memikirkan perkataan Abian tadi tentang pria itu yang memilih untuk menjadi pengganti Xavier di hari pernikahan nanti. "Kamu masih kepikiran?" Nenek Savira yang bernama Mia bertanya seraya menyentuh lembut baju Savira. "Bagaimana mungkin aku gak kepikiran, Nek?" tanya Savira dengan suara pelan dan serak. Mia tersenyum kecil mendengar itu. "Jelas kamu kepikiran. Tapi, tak ada untungnya juga kamu memikirkan semua ini terus-menerus. Kamu harus percaya saja kalau semua yang terjadi adalah takdir dari Tuhan." Mia berucap. Tangan keriputnya bergerak meraih telapak tangan Savira dan menggenggamnya dengan lembut. "Sematang apapun rencana yang sudah kita buat, tetap tak akan terjadi jika Tuhan tak memberikan izin. Mungkin, memang sudah takdir dari Tuhan juga kalau kamu dan Xavier tidak berjodoh." Mia berkata dengan nada suara yang lembut. Savira semakin menundukkan kep
Perkataan Wanda sebenarnya cukup mengganggu bagi Abian. Karena itu, Abian berusaha keras menemukan keberadaan Xavier. Keluarganya yang sudah tahu tentang kaburnya Xavier ikut panik dan khawatir. Mereka jelas akan menanggung malu jika sampai pernikahan Xavier dan Savira batal. Rani, ibu kandung Abian pun terus mendesak anaknya tersebut untuk segera menemukan Xavier sebelum hari pernikahan tiba. Namun, yang dikatakan Wanda ternyata benar. Abian akan kesulitan menemukan di mana Xavier berada. Karena kepergian Xavier di bantu oleh Wanda sendiri. Mengetahui fakta tentang Wanda yang tak menyukai Savira pasti membuat Wanda mengerahkan segala yang dia bisa untuk menyembunyikan keberadaan Xavier sekarang. Abian tak paham kebebasan apa yang ingin Wanda berikan pada Xavier. Membiarkan Xavier pergi dengan wanita lain menjelang hari pernikahannya bersama Savira? Hal tersebut bukanlah tindakan yang bijak. Jika memang tak mau, harusnya Wanda bukan membantu Xavier kabur. Tapi memberikan pengertian







