“What?! Jadi kamu udah nikah?!” Ragas terkejut setelah Renjana menjelaskan statusnya yang sudah bukan anak gadis lagi. Pria gemulai itu bahkan sampai tak sadar sudah meninggikan suara dengan posisi wajahnya yang tiba-tiba merapat ke wajah Renjana.“Biasa aja ngomongnya, Gas. Liur kamu sampai muncrat loh itu di mukanya Jana.” Zizi mengomentari saat melihat Renjana mengusap pelan wajahnya.Ragas sontak cengar-cengir dan segera menjauhkan wajah. “Sorry, Beb. Sumpah, aku kaget banget tadi. Masih nggak nyangka.”“Nggak apa-apa. Wajar kalau kamu kaget.” Renjana tersenyum.“Jadi beneran kamu udah nikah?”“Iya.”“Sama om-om yang kamu bilang saudara mama kamu itu?”Teringat kebohongannya terhadap Ragas, Renjana jadi merasa bersalah karena tak jujur saja dari awal.“Maaf ya, Gas. Aku udah bohongin kamu.”“Okay, no problem. Aku seneng dengernya.”“Boong, sakit hati tuh dia gara-gara Om Bumi yang diincar malah ternyata udah nikah.” Zizi menimpali dengan tawa. “Kasian, nggak jadi dapet om-om ber-d
“Maaf, Bu, saya tidak berhasil masuk ke rumah untuk membawa Renjana kembali pulang karena anak ibu tidak sendiri. Pak Bumi sedang bersamanya. Beliau sepertinya memang tidak pergi lembur kerja malam ini.”Amaris sontak mencengkram kuat ponsel yang menempel di telinga. Kemudian, tanpa mengucap satu patah kata, wanita itu segera mengakhiri panggilan sepihak.Membuang benda pipih dalam genggaman ke kasur, lalu melampiaskan amarahnya pada benda-benda yang terletak di meja rias. Menghamburkannya ke lantai dengan sekali hentakan.Suara riuh benda yang terpelanting menghantam lantai keramik membuat Kiran yang berada di ruangan kamar sebelah terkejut, bahkan Baby Ezra yang terletak di box ikut menangis.“Tidak ada yang boleh mengambil Jana dariku, sekalipun itu Mas Bumi yang telah menikahinya. Jana, putriku, milikku selamanya,” gumamnya menatap pantulan diri di kaca dengan rahang mengeras dan sudut bibir yang sedikit melengkung.Setelah gagal mendapatkan Bumi kembali, wanita tak tahu diri itu
“Woaaah ....” Gumaman takjub keluar begitu saja dari bibir merah cherry Renjana saat menyaksikan pemandangan indah dari rooftof. Kilau cahaya lampu dari gedung-gedung bertingkat yang mengelilingi tempat itu membuat bibirnya melengkung, membentuk senyum manis.Dengan binar senang, wanita itu bergerak semakin merapatkan diri di depan besi pembatas. Mengabaikan sejenak Bumi yang berdiri di belakangnya dengan sedekap dan kebisuan yang setia menemani sejak dari rumah tadi.“Tempatnya beneran bagus banget, Om.”“Wajib diabadikan ke galeri.”Diambilnya cepat benda pipih yang tersimpan rapat di saku rok, lalu membuka aplikasi kamera dan memotret sampai mendapatkan beberapa gambar aesthetic.Renjana kemudian membalik badan. Tersenyum iseng, ia letakkan fokus kamera tepat ke arah Bumi. Kemudian memotret.Setelah didapatkan tiga potret diri suaminya, Renjana memilih yang paling bagus dan dijadikan walpaper.Senyumnya merekah melihat rupa wajah tanpa ekspresi itu memenuhi layar.“Om Bumi beneran
“Kenapa kamu sekaget itu melihat saya?” Endah masih berwajah masam, matanya bergerak sengit mengamati penampilan Renjana dari ujung kaki sampai rambut. “Memangnya saya setan?”“Agak mirip dikit bentukannya, makanya aku kaget,” balas Renjana menahan tawa sembari bersedekap. Rasa tegangnya mulai mereda. Tadinya benar-benar terkejut karena mama mertuanya itu tiba-tiba datang. “Oh ya, tante nggak usah geer karena aku panggil mama. Tadi itu bibir aku refleks nyebutnya.”“Tidak ada juga yang berharap kamu panggil mama. Saya tidak sudi punya menantu kurang ajar seperti kamu.”“Kan yang ngajarin tante sendiri.”“Di mana saya pernah mengajari kamu?! Jangan mengada-ngada!”“Gitu aja lupa. Dari awal tante sendiri loh yang kurang ajar sama aku, otomatis aku ngikutin.”Berhadapan dengan Renjana memang selalu berhasil memancing amarahnya. Endah menurunkan payung dan meletakannya dengan asal, lalu raut wajahnya berubah jijik saat mengusap betis yang terkena percikan tanah basah saat di depan gerbang
Pengakuan Bumi yang blak-blakan membuat Renjana naik pitam. Raut wajahnya berubah geram. Kedua tangannya kemudian menyilang untuk menutup bagian dada.“Kalau emang lagi pengen, nggak bisa gitu minta dengan cara baik-baik? Harus banget langsung nyentuh-nyentuh kayak tadi?”Sadar Renjana benar-benar sedang marah, Bumi tanpa menjauhkan wajahnya, sejenak meneliti wajah yang masih berpaling darinya itu. Berusaha ia redam gairahnya yang sedang meluap-luap.“Maaf, kalau perlakuan saya bikin kamu kurang nyaman. Saya hilang kendali tadi.”Tak mendapat balasan lagi, Bumi mengulurkan tangan untuk mengusap pipi itu. Namun, Renjana sigap menepisnya kasar.Bumi sedikit menyipit keheranan menatap tangannya berakhir mengambang di udara.“Jana, jangan seperti ini ....”Tanpa aba-aba Renjana malah tiba-tiba dengan sekuat tenaga mendorongnya sampai punggungnya tanpa sehelai kain bertumpu ke dinding.Tindakan itu membuatnya sempat berpikir jika Renjana akan melakukan kekerasan fisik, entah yang modelnya
Ponsel yang terletak di atas ranjang berbunyi secara beruntun. Renjana yang sedang berdiri di depan cermin segera mengakhiri aktivitas menyemprotkan vitamin ke rambut basahnya. Merapikan rambut sebatas punggung itu dengan telaten juga agak terburu-buru.Setelah selesai ia tatap teliti keseluruhan penampilannya yang terlalu sederhana. Senyumnya merekah saat benar-benar menganggap semuanya selesai dan tak ada lagi yang perlu harus dipakai atau diperbaiki.Bergegas langkahnya terayun menuju sisi ranjang. Meraih benda pipih yang tadinya sempat berbunyi. Dibukanya lockscreen dan satu nama pengirim chat langsung bertengger di panel notifikasi.OM, begitulah nama kontak yang tertulis.Sengaja memang ditulis seperti itu karena Renjana sendiri bingung harus menamai kontak suaminya dengan apa.Kemudian, serius ia mulai membaca isi chat.[Saya dalam perjalanan pulang.][Tiga menit lagi sampai.][Ralat, satu detik.][Sekarang sudah sampai.][Bisa bukakan pintu untuk saya?]Tergeraklah kedua ibu j