Share

Mengikat Janji Suci

Penulis: Deshika Widya
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-04 06:29:07

Alaric ingat jelas saat ia membubuhkan tanda tangan di atas kertas pemberian Julian. Pria itu sama sekali tak menyesal meski beberapa poinnya cukup memberatkan. Salah satu di antaranya adalah poin yang menuliskan bahwa Alaric harus menyerahkan semua hartanya jika sampai melukai Isadora. Sementara poin lainnya hanya bersifat mengingkat pria tampan itu agar tak berkhianat kembali seperti dulu.

"Padahal aku tidak pernah berkhianat!" geramnya pelan. Mata hitam legam itu menatap tajam pada bayangan wajahnya di cermin.

"Tapi, tak apa. Demi bisa memilikimu, aku rela memakai gelar pengkhianat itu, Isadora."

Senyum Alaric mengembang sempurna. Di balik jas putih yang ia kenakan, tersimpan rapi kebahagiaan di dalam sana. Kebahagiaan yang sejak dulu ia impikan. 

"Hari ini kau akan menjadi milikku."

Ya, hari ini. Lebih tepatnya beberapa puluh menit lagi. 

Setelah merasa penampilannya sempurna, gegas Alaric melangkah untuk keluar dari kamar. Langkah pria tampan itu tetap sama, tegap dan berkharisma. Siapapun yang melihat, pasti akan terpesona. Alaric bisa memastikan itu. Termasuk Isadora.

Langkahnya tiba di lantai bawah kediaman Harrison. Tampak semua orang sudah siap menuju tempat diadakannya acara. Namun, ada satu yang menarik mata Alaric untuk menatapnya.

Isadora. Ya, siapa lagi jika bukan wanita itu?

"Kau sangat cantik," gumamnya yang masih bisa terdengar oleh wanita itu. Alaric bisa melihat ada semburat merah kala calon istrinya memalingkan wajah.

"Itu artinya dia tersipu? Baiklah, sudah cukup. Simpan senjatamu untuk nanti malam, Alaric," ucapnya dalam hati.

Setelah Julian memastikan keluarga besar Harrison lengkap, baru mereka bertolak ke tempat acara. Hanya Alaric yang sendirian tanpa ditemani keluarga. Kedua orang tuanya sudah meninggal dunia beberapa bulan lalu. Sedangkan kerabat yang lain, ia tak peduli. Sejak dulu pun ia sudah biasa hanya hidup dengan kedua orang tua.

Sepanjang melangkah menuju tempat di mana mobil berada, tangan Isadora melingkar di lengan kekar Alaric. Bukan! Ini bukanlah keinginannya, melainkan keinginan para saudara yang akan mengambil video saat mereka keluar dari rumah.

"Kau tahu, hal apa yang paling indah di dunia ini?" bisik Alaric.

Isadora hanya melirik sedikit sembari balik bertanya, "Apa?"

"Mengikat janji suci dengan wanita cantik bernama Isadora Celestine."

Hampir saja Isadora tersenyum karena tersipu. Beruntung ia sudah terlatih untuk bersikap ketus, sehingga tak terlalu termakan bualan khas buaya itu.

"Asal kau tahu, kita belum mengikat janji suci itu, Al," ujar Isadora. Kini ia menoleh ke samping hingga bisa melihat wajah tampan Alaric dengan jelas. "Jadi, jangan besar kepala dulu!"

Alaric menyambutnya dengan tawa pelan. Ia lebih dulu mempersilakan Isadora masuk ke dalam mobil, baru ia ikut masuk dan duduk di samping wanita itu.

***

Pernikahan yang hanya dihadiri keluarga besar Harrison berlangsung dengan khusuk. Julian bahkan tak bisa menahan air mata kala menyerahkan putrinya pada sang menantu. Apalagi Celine. Hingga kini wanita itu masih tergugu di dalam pelukan kerabat dekatnya.

Sementara di depan sana, baik Alaric maupun Isadora sama-sama tak bisa menahan air mata. Hanya saja, memiliki definisi yang berbeda. Jika Alaric menangis karena bahagia, maka entahlah dengan Isadora. Wanita itu sendiri tak tahu, ia bahagia atau sebaliknya.

Kini sepasang pengantin baru itu saling berhadapan dengan tangan yang saling menggenggam. Perlahan wajah tampan Alaric maju untuk membubuhkan kecupan pertama di kening Isadora, setelah resmi menjadi istrinya. Dan rasanya ... sangat berbeda.

Tak puas hanya mengecup, kini Alaric menarik tubuh istrinya ke dalam pelukan. Menumpahkan segala rindu yang selama beberapa tahun ini harus tertahan. 

"Kita sudah mengikat janji suci itu, dan kau sudah menjadi milikku. Jadi, bolehkah aku berbesar kepala sekarang, Sayang?" bisiknya yang membuat Isadora tak mampu lagi melawan.

Setelah menggelar pernikahan secara tertutup di siang hari, malam harinya pesta megah langsung digelar di sebuah ballroom hotel bintang 5. Kini tak hanya keluarga, pada kolega bisnis juga teman-teman sebaya turut menjadi saksi hari bahagia Alaric dan Isadora.

"Selamat, ya. Semoga kalian berdua selalu bahagia."

Banyak ucapan serupa yang Alaric dan Isadora dapatkan. Keduanya hanya tersenyum dan mengucapkan terima kasih.

Memasuki acara inti, pasangan pengantin baru tersebut bergandengan menuju tengah-tengah ballroom yang sengaja sudah dikosongkan. Alunan musik romantis pun sudah dimainkan sebagai pelengkap keintiman mereka. Seluruh lampu yang ada di sana sengaja dimatikan, kecuali satu lampu yang menyorot Alaric dan Isadora di tengah-tengah sana. 

Alaric membawa kedua tangan Isadora untuk melingkar di lehernya. Sementara tangan ia sendiri dengan mudah melingkar di pinggang ramping wanita itu tanpa diminta. Langkah kaki mereka perlahan mengayun, mengikuti irama musik yang mengalun. 

"Apa yang kau rasakan malam ini, Dora-ku?" tanya Alaric yang justru dibalas decakan kesal sang istri.

"Jangan panggil aku seperti itu!"

"Kenapa?" Alaric menarik mengangkat sebelah alisnya tinggi-tinggi untuk menggoda sang istri. Jelas ia sangat paham jika panggilan itu selalu membuat pipi Isadora merona sejak dulu.

Wanita cantik itu mengangkat wajahnya hingga nyaris tanpa jarak dengan wajah tampan Alaric. "Karena aku bukan anak remaja lagi!" ketusnya yang justru membuat Alaric tertawa bahagia.

"Ternyata kau masih mengingat itu. Baiklah, sekarang aku harus memanggilmu apa? Honey, Sayang, Baby, atau ... Isa?"

"Apapun selain Isa!"

Lagi-lagi Alaric menyemburkan tawa bahagia. Saat Isadora menolak dipanggil "Isa", itu artinya ia menginginkan panggilan yang lebih spesial, sebab bagi wanita itu, "Isa" terlalu sederhana dan hanya biasa digunakan oleh para keluarga untuk memanggilnya.

"Baiklah, aku akan memanggilmu apapun selain Isa. Termasuk Dora-ku."

"Al!" Isadora hampir memekik jika saja musik tak berhenti. Tanpa sadar, ternyata sesi mereka berdansa sudah selesai.

Alaric menatap lamat-lamat wajah cantik di depannya. "Dari dulu kau tak pernah berubah, Dora. Matamu, hidungmu, bibirmu, bahkan kedua sisi pipimu masih tetap sama."

Isadora mengembungkan kedua pipinya kesal. Ia melepas kedua tangan yang semula melingkar di leher sang suami, lalu berbisik, "Memangnya kau pikir, aku semacam bunglon yang bisa berubah-ubah, heuh?"

"Apa itu artinya hatimu pun masih sama?"

Isadora segera melepas kedua tangan Alaric dari pinggangnya dan berjalan meninggalkan pria itu. Lebih baik ia menyapa para tamu yang baru saja tiba daripada harus menanggapi pertanyaan-pertanyaan tak penting dari suaminya.

Dari kejauhan, Alaric hanya mengamati dengan senyum yang merekah. Hingga senyum indah itu perlahan hilang kala ia menyadari seseorang yang tak diinginkan baru saja memasuki area pesta.

"Sial! Kenapa dia malah datang?"

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Dinikahi Duda Cinta Pertamaku   Menyesal

    Hancur sehancur-hancurnya. Itulah yang dirasakan Alaric sekarang. Pria yang tampak kacau itu hanya bisa terduduk lemas di lantai setelah mengetahui sebuah fakta mengejutkan."Kau tahu? Saat kau mengusir putriku, dia sedang mengandung anakmu! Anakmu, Alaric! Dan kau lihat akibatnya? Sekarang putriku sudah kehilangan calon anaknya!"Kalimat yang diucapkan Julian ratusan menit lalu, masih terdengar menggelegar di telinga Alaric. Rentetan kata demi kata yang membuat hatinya hancur berkeping-keping. "Kenapa kau tidak memberitahuku, Dora? Kenapa kau tidak bilang bahwa sedang mengandung calon anak kita?" gumamnya dengan suara lirih.Alaric menyesal. Sangat ... menyesal. Namun, penyesalan itu sungguh tak ada artinya sekarang. Semuanya sudah terlambat."Aku bersumpah, tidak akan pernah membiarkan putriku kembali, bahkan bertemu dengan pria brengsek sepertimu!" Kalimat yang Julian ucapkan dengan penuh amarah tadi, berhasil membuat Alaric menjadi manusia rapuh. Bagaimana tidak? Di tengah kondi

  • Dinikahi Duda Cinta Pertamaku    Bukti

    Isadora terdiam cukup lama di dalam mobil yang masih terparkir di seberang kafe tadi. Ia meremas ponsel yang sudah berisi bukti kejahatan Grace. "Aku yakin, setelah melihat bukti ini, kau pasti akan percaya padaku, Al. Aku ... sama sekali tidak pernah menyakiti Rayden," gumam wanita itu.Ia memejamkan mata sejenak sembari menghirup oksigen banyak-banyak. Setelah siap, ia menginjak gas hingga mobilnya melaju di jalanan.Bukan pulang ke rumahnya, melainkan hendak pergi ke rumah Alaric untuk memberikan bukti itu sebelum terlambat. Ya, memang saat Isadora merekam, Grace sepertinya tidak sadar. Tetapi, tidak menutup kemungkinan jika ada gangguan lain yang membuat Isadora kehilangan bukti itu, kan? Maka dari itu, ia harus memberitahu Alaric sekarang.Sembari memutar setir, satu tangannya mengetik pesan dengan cepat untuk Alaric.[Aku memiliki bukti bahwa bukan aku yang bersalah atas insiden Rayden. Aku akan menemuimu sebentar lagi, Al. Tolong kau jangan halangi aku.]Pesan tersebut berhasi

  • Dinikahi Duda Cinta Pertamaku   Jangan Sampai Lengah

    Tanpa tujuan. Ya, begitulah hari-hari Isadora berjalan. Ia berdiam diri di kamar ketika pagi, lalu pergi keluar rumah kala siang hingga malam hari. Tak ada tujuan yang pasti, hanya mengitari kota tempat ia tinggal, berharap menemukan sesuatu yang bisa membebaskannya dari fitnah kejam.Seperti sekarang, Isadora duduk termenung seorang diri di sebuah kafe. Tangannya mengaduk minuman menggunakan sedotan dengan tatapan dan pikiran yang entah ke mana. Hingga seorang wanita datang dan membuat Isadora tersadar."Nyonya Isadora?"Isadora menoleh cepat dan mendapati Jessica tersenyum padanya."Jes ... sedang apa kau di sini?" tanyanya."Apa kau tidak ingin mempersilakanku duduk dulu, Nyonya?" Wanita itu terkekeh pelan, membuat Isadora ikut terkekeh juga. Ia mempersilakan Jessica untuk duduk pada kursi di depannya."Aku baru saja menemani Tuan Frans menemui klien. Di sini. Kami pun sempat melihat kau masuk dan duduk. Tapi, kau sama sekali tak menyadari kehadiran kami, Nyonya."Isadora cukup te

  • Dinikahi Duda Cinta Pertamaku   Tidak Terlibat

    Sunyi, hampa, kecewa, itulah yang Isadora rasakan beberapa hari ini, setelah ia keluar dari rumah Alaric. Sepanjang hari ia hanya akan mengurung diri di dalam kamar. Bahkan sama sekali tak bersedia keluar meski hanya untuk sekadar makan bersama kedua orang tuanya.Isadora masih sangat terpukul dengan apa yang terjadi pada Rayden. Apalagi, ia yang tidak tahu apa-apa malah dijadikan tersangka."Aku tidak terima kau perlakuan seperti ini, Al ...," gumam wanita itu sembari memeluk diri sendiri di balkon kamar. "Jika kau tidak terima atas tuduhan itu, harusnya kau bangkit, Isa!"Suara itu membuat Isadora terhenyak. Ia memutar kepala ke samping dan mendapati sang ayah tengah berdiri di ambang pintu menuju balkon yang terhubung langsung ke kamarnya.Isadora tak menyahut hingga Julian mengambil duduk pada kursi kosong di sampingnya. "Kau adalah putriku yang tangguh, kuat, dan tidak pernah menyerah. Lantas, apa kau akan diam saja ketika difitnah?" Pria itu menatap dalam pada putrinya. "Jika

  • Dinikahi Duda Cinta Pertamaku   Tidak Melakukannya

    "Sungguh aku tidak melakukan apapun, Al ...." Isadora bersimpuh di lantai, tepat di depan Alaric yang tengah berdiri menatap pintu ruang UGD. Ia genggam tangan pria itu erat untuk menjelaskan apa yang terjadi. Tetapi, sama sekali tak dipercaya oleh sang suami."Aku kecewa padamu, Dora," ungkap Alaric. Ada jeda beberapa saat untuk ia melonggarkan sesak di dadanya. "Aku kira ... kau akan berlapang dada saat putraku tengah bersikap dingin padamu. Tapi ternyata ... kau justru dendam pada anak sekecil itu!"Isadora menggeleng cepat sebagai bantahan. "Aku tidak melakukan apapun, Al! Aku tidak dendam pada Rayden! Aku tadi hanya—""Sudah cukup, Isadora!" Suara Alaric terdengar menggelegar hingga membuat Isadora tak melanjutkan ucapan. "Aku sudah tidak percaya lagi padamu! Sekarang lebih baik kau pergi dari sini, dan kemasi barang-barangmu dari rumahku!"Degh!Wajah basah Isadora menatap Alaric tak percaya. Ia menggelengkan kepala cepat sembari mengeratkan genggaman. Tetapi, Alaric malah denga

  • Dinikahi Duda Cinta Pertamaku   Membenci Mommy

    Benar saja. Hari yang Isadora lewati tanpa sang suami benar-benar sepi. Setelah kembali dari lapas, ia hanya mengurung diri di dalam kamar hingga malam tiba. Begitupun dengan hari-hari setelahnya. Tak ada kegiatan berarti yang ia lakukan. Sekadar menyambangi kantor yang tengah ditinggalkan sang suami pun sangat malas rasanya.Huft!"Hidup ini terlalu membosankan," gumam wanita itu sembari menjatuhkan diri ke atas kasur empuknya. Ada sedikit penyelesaian kala ia memilih untuk tidak ikut bersama Alaric. Toh, di sini pun Rayden tetap bersikap dingin tiap kali ia dekati. Entahlah apa yang memengaruhi bocah itu hingga bersikap seperti ini. Rasa-rasanya tidak mungkin Rayden berubah tiba-tiba tanpa alasan.Ah, Isadora jadi kian penasaran."Apa aku coba bicara lagi dengan Rayden, ya?"Sepertinya itu bukan ide yang buruk. Baiklah, Isadora segera bangkit dan meninggalkan kamarnya menuju kamar sang putra yang berada di lantai dasar. Suasana rumah yang biasanya ramai oleh tawa Rayden pun kini s

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status