Share

Muncul Masalah

Ruang pertemuan khusus lady. Kini Kimberly mulai berjalan masuk ketika pintu terbuka. Mata Kimberly langsung menemukan dua sosok pria sudah duduk di sofa panjang. Ash Barnes, kakak laki-laki pertamanya dan satu lagi adalah Aaron Barnes, ayah dari Kimberly.

Mulanya mereka berdua tersenyum ceria dan bersiap berdiri hanya untuk memeluk tubuhnya. Tapi, ketika pintu tertutup. Wajah mereka berdua langsung menjadi serius dan mata menyorot benci. Apalagi pada Emma yang berdiri di belakangnya.

"Hei babu kecil. Kembalilah bekerja," tegas Ash, kakak pertamanya.

"Dia di sini karena mengikutiku, sebenarnya apa yang membuatmu tidak nyaman dengan kehadirannya?" tanya Kimberly mulai duduk di hadapan ayahnya.

"Tidakkah masalah tato itu sangat rahasia? Kau yakin ingin pembantu kecilmu ini ikut mendengar?" Setelah lama membisu, akhirnya Aaron Barnes bicara.

Mendengarnya, Kimberly langsung menghela napas dan melirik pada Emma. "Kau bisa menunggu di luar."

"Baik Nona."

Dengan penuh hormat, Emma mulai berjalan pergi dan keluar ruangan. Mata Ash Barnes menyorot tajam, nampak tak terima karena Emma tak memberi salam apa pun, padahal mereka berasal dari keluarga berada. Namun, Kimberly menatapi mereka berdua dengan santai.

Tapi, Kimberly baru saja dikejutkan oleh Ash Barnes yang mendekat hanya untuk menekan pundaknya pada sofa. Mata Kimberly menatap marah, Ash Barnes langsung tersenyum sinis. Sementara ayahnya, Aaron Barnes menunjukkan raut santai.

"Setelah menyebarkan rumor kematian Grand Duke, aku kira semalam akan mendengar berita kematianmu. Rupanya kau masih hidup dan bisa menerima tamu," sindir Aaron Barnes.

Soal itu ... semalam Kimberly telah dikubur hidup-hidup oleh suami sendiri. Namun, Kimberly memilih untuk tidak membicarakannya. Toh, apa peduli mereka? Keluarga yang hanya tahu masalah hutang terlunasi saja. Itu sudah lebih dari cukup untuk mereka.

"Tapi karena rumor yang kau sebarkan. Apa kau sadar masalah apa yang sudah kau timbulkan untuk kami!" suara Ash Barnes menggema di pelosok ruangan.

Kimberly tak meringis. Meski cekikan di lehernya yang sedang kakak laki-lakinya ini lakukan, baginya sudah basi. Hingga rasa sakitnya tak ia kenal, apalagi sampai dirasakan. Kimberly hanya berusaha mengontrol napasnya.

"Masalah apa yang sudah aku lakukan?" tanya Kimberly dengan raut angkuh.

Aaron yang semula nampak santai. Kini menggebrak meja, membuat Kimberly sedikit tertegun. Jika sampai manusia yang selalu santai dalam menghadapi segala sesuatu, mendadak menunjukkan sifat bertolak belakang. Maka, tandanya Kimberly telah bersikap implusif.

"Kematian Grand Duke yang keluar dari mulutmu itu! Membuat bisnis keluarga kita yang baru berkembang, langsung menjadi hancur! Kau pikir dengan statusmu saat ini, kau bisa membantu menutup kerugian hanya dengan meminta pada Grand Duke!"

Rupanya, Kimberly benar-benar sedang dalam masalah. Hingga rasa sakit di lehernya menjadi luar biasa. Saat ini Kimberly tak bisa bernapas. Aaron hanya diam saja melihat Ash mencoba membunuh dirinya dengan mencekik. Kedua kaki Kimberly mulai meronta.

Siapa pun di luar. Tolong masuklah dan bantu ia lolos dari kematian ini! Itulah yang Kimberly harapkan. Namun, nyatanya tubuh Aaron mendekat dan menggenggam lengan Ash. Barulah kakaknya itu melepaskan. Meski terlepas, tak memungkiri kalau Kimberly berpegangan pada meja dan terbatuk. Ia sangat membutuhkan napas saat ini.

"Kenapa Ayah menghalangiku?" tanya Ash dengan kesal.

Aaron menatap Kimberly santai. "Bagaimana pun dia istri dari Grand Duke, meski hanya seperti menambah pajangan rumah. Tapi, jika dia mati di sini, maka keluarga kita juga yang akan kena imbasnya."

Ash mendengkus. "Hari ini, aku ampuni nyawamu."

Mata Kimberly menyorot tajam. Siapa Ash itu? Apakah seorang Tuhan? Hingga merasa bahwa nyawa Kimberly ada di tangan pria tersebut. Ash hendak mendekat dan menyerangnya kembali karena tak terima dengan tatapan matanya. Tapi, langkah kaki itu tergantung di udara sejenak, kemudian nampak mundur. Semua itu karena pintu ruangan yang terbuka.

"Istriku, aku mencarimu, apa yang kau lakukan?"

Suara itu milik Yuksel, Grand Duke yang sangat mereka berdua hormati. Hingga Ash dan Aaron langsung menunduk. Ya, bagaimana pun Yuksel jugalah orang yang membebaskan keluarga Barnes dari hutang piutang.

"Tidakkah kalian menemui istriku terlalu cepat? Padahal lusa kami akan berkunjung ke rumah--"

Ucapan Yuksel baru saja menggantung, setelah mata menemukan guratan leher. Bentuknya sangat tidak alamiah, tapi bercampur dengan warna memerah. Seolah menunjukkan ada tangan yang pernah mencengkram leher. Kimberly yang menyadari itu langsung menyentuh lehernya.

"Ada apa dengan lehermu?" Entah akting atau tidak, tapi Yuksel bertanya dengan wajah serius.

"Oh ini--"

"Kimberly terkadang alergi dengan kalung dari bahan tertentu, kadang bahan bantal juga. Iya kan?" potong Ash sembari tersenyum, benar-benar pandai menyembunyikan fakta.

Mata Yuksel menyorot tajam pada Ash. "Bentuk alergi bukan seperti ini. Apa kau dicekik oleh seseorang, istriku?"

Kimberly melirik pada kedua keluarganya yang begitu santai. Seolah mereka sama sekali tak merasa ada salah setelah melakukan hal itu padanya. Kimberly pun memilih diam, memangnya apa peduli Yuksel jika sampai mulutnya mengadu? Yang ada hanya akan membuatnya jauh dari keluarga dan tetap tak bisa berkuasa di kediaman ini.

Sementara Yuksel, melihatnya yang terlihat tak berani bicara, langsung memanggil seseorang. "Ambil pedangku!"

Bukan hanya Ash dan Aaron yang nampak kaget begitu mendengar titah dari Yuksel. Tapi, Kimberly juga. Memangnya siapa yang akan ditebas oleh Yuksel hari ini? Karena seorang pengawal mendekat dan menyerahkan pedang ke tangan Yuksel.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status