LOGIN"Simpan tenagamu, Nyonya! Kami datang cuma mau butuh tandatanganmu, bukan ocehan dan makianmu! Sumpal mulutnya yang busuk itu, dan tahan tangan kirinya karena wanita tua ini tidak mau diperlakukan dengan cara yang baik-baik!" teriak Bos mereka sambil memberikan perintahnya pada sang anak buah. Anak buahnya pun langsung bergerak cepat melakukan perintah sang Bos dengan menyumpal mulut Maisarah dengan kaos kaki dan yang satunya menahan tangan kiri Maisarah. "Cepat tandatangan!" bentak Bos mereka pada Maisarah. Maisarah mencoba berontak, tetapi tenaganya kalah dengan tenaga anak muda yang memegang kedua tangannya kiri kanan. "Bos, susah nih karena wanita tua ini tidak mau diam!" ucap anak buahnya yang agak kesusahan menggerakkan tangan kanan Maisarah yang dibuat kaku oleh wanita itu dengan sengaja. "Ck, benar-benar menyusahkan orang! Nyonya, jangan kira karena kau sengaja mengkakukan tanganmu itu aku tidak punya cara lain? Aku punya seribu cara untuk mendapatkan apa yang aku
Haidar meletakkan tas yang ia pegang di lantai sambil berjalan menghampiri ibunya. "Cukup Bu! Sudah cukup aku mengalah selama ini atas semua keinginan Ibu yang selalu mengutamakan Ghufron! Kalau Ibu mau ikut kami, aku dan Siska tidak akan melarang. Tapi jika Ibu ngotot memaksa kaki berdua untuk tetap menunggu Ghufron atau memaksa kami mencari tempat yang lebih bagus dari rumah ini, aku lebih baik menyerah dan memilih pergi dari Ibu!" ucap Haidar dengan sangat berat hati. "Haidar! Kau memang anak yang sempit hatinya! Bisa-bisanya kau iri pada adik kandungmu sendiri! Kau memang tidak bisa diandalkan dari dulu! Dan kau dengan kejam melepaskan tanggung jawabmu pada Ibu kandungmu sendiri! Kau benar-benar anak yang tidak tahu balas budi! Anak durhaka!" teriak Maisarah marah-marah sambil menunjuk-nunjuk anak pertamanya itu. Tubuh Haidar mundur selangkah karena terkejut mendengar kata-kata kejam yang keluar dari mulut Ibunya sendiri. Siska yang sedang mengemas pakaian ikut sakit hati me
Begitu melihat anaknya datang, Maisarah langsung duduk dilantai sambil menangis kejer dengan menunjuk-nunjuk pria dan wanita yang mengaku pemilik baru rumah mereka. "Nak, mereka itu komplotan penipu! Mereka mau mengambil rumah kita, dan mengusir kita secara paksa! Suruh mereka pergi, Haidar! Usir mereka dari rumah kita! Rumah kita!" teriak Maisarah dengan memukuli pahanya agar semakin terlihat dramatis. Haidar terkejut mendengarnya, ia bergegas mendekati mereka terutama ibunya yang masih melakoni drama orang yang teraniaya. Pria itu membantu ibunya berdiri dan berhadapan langsung dengan perempuan yang ditunjuk ibunya sebagai seorang penipu. "Saya lihat kamu bukanlah laki-laki yang berpikiran sempit seperti ibu kamu ini! Ini adalah bukti jual beli yang mana saya membeli rumah ini dari pemilik asli sertifikat rumah ini!" ucap wanita itu sambil memperlihatkan kertas kuwitansi pembelian rumah. Haidar mengambil kertas tersebut dan membacanya dengan saksama. Pria itu memejamkan matan
"Tapi, kenapa Ibu juga berbeda perlakuannya pada Alatas, yang lahir dari pernikahannya dengan Ayah mertua?" tanya Siska lagi dengan heran. "Hidup Ibu kan sudah tidak menderita lagi sejak menjadi istri Ayah mertua, tapi kenapa ia juga membedakan kasih sayangnya pada Alatas yang notabene anak kandungnya dengan Ayah mertua?" lanjutnya lagi bertanya pada Haidar. "Aku juga tidak tahu! Hanya saja aku pernah dengar kalau Alatas anak yang sengaja ia kandung agar Ayah Wirata menikahinya! Dan aku mendengar itu semua waktu lulus SMA tanpa disengaja," jawab Haidar dengan nada suara yang tidak bersemangat. Siska membuang kasar napasnya begitu mendengar jawaban dari rasa penasarannya tadi. "Ya sudahlah, Bang! Sekarang hidup kita berdua tergantung sama Abang! Aku memang perempuan yang serakah dan hanya mementingkan diri sendiri, tapi aku bukan wanita yang dengan gampang berpaling hanya karena Abang hidup susah! Asalkan Abang masih mau bekerja memberikan aku nafkah dan tidak selingkuh, aku
"Lancang kamu Haidar!" teriak Maisarah yang sudah dikuasai api amarah saat mendengar protes anak pertamanya itu. Wanita paruh baya yang sudah dipenuhi emosi itu langsung mengayunkan tangan kanannya ke pipi Haidar dengan begitu keras sehingga membuat wajah Haidar tertoleh ke samping. "Ibu," cicit Haidar dengan wajah syok melihat ibunya dengan tega menampar nya dengan sangat keras. Napas Maisarah tersengal-sengal setelah melayangkan tangannya ke pipi Haidar, rasa puas menyelimuti hatinya karena berhasil melampiaskan amarahnya pada Haidar. Haidar kembali menitikkan air mata saat matanya menatap dalam mata Maisarah yang tidak sedikitpun menunjukkan penyesalan karena sudah menampar nya. Siska juga terkejut melihat suaminya di tampar oleh ibu kandungnya sendiri hanya karena protes atas ketidakadilan yang diterimanya selama ini. Ia sungguh tidak menyangka jika mertuanya begitu mengagungkan Ghufron sampai sebegitunya, dan tidak peduli dengan anak pertamanya yang selama ini selal
Alatas berniat membuntuti Haidar pulang, akan tetapi panggilan telepon dari ayahnya membuat ia mengurungkan niatnya tersebut. "Iya, Yah! Al pulang sekarang!" jawab Alatas dengan patuh dan menutup panggilan tersebut sambil bergegas menuju motornya di parkiran. "Kira-kira ada hal apa ya, sampai Ayah ngotot banget mau aku pulang cepat? Dari nada suaranya terdengar seperti ada masalah besar," gumamnya sambil memasang helm.Alatas pun menghidupkan motornya, lalu melesat cepat meninggalkan parkiran menuju tempat tinggalnya bersama sang ayah saat ini.Sementara itu, Haidar kembali ke rumah dengan hati kesal karena tidak mendapatkan apa yang sudah ia rencanakan."Gimana, Bang?" tanya Siska saat menyambut kepulangan Haidar yang memasang wajah lesu dan lecek."Iya, Dar! Apa yang dikatakan anak itu? Apa kamu berhasil membuatnya mengatakan dimana Dea sekarang?" cerca Maisarah ikutan bertanya dengan tidak sabaran.Kepala Haidar langsung pusing mendengar pertanyaan beruntun Ibu dan istrinya. R







