Share

Bab 8

Author: GadihJambi
last update Last Updated: 2025-07-08 11:14:12

“Ayo turun, Neng. Kita sudah sampai,” ucap Avin membuyarkan lamunan Dea.

Dea lalu menoleh dan melihat di sekelilingnya banyak orang yang lalu lalang tanpa henti.

“Ini kan rumah sakit? Kok kita ada di sini, A’? Apa terjadi sesuatu sama Ayah?” tanya Dea dengan beruntun karena teringat akan ayahnya yang masih sakit.

Avin hanya mengangguk pelan, lalu ia menceritakan kabar yang diberikan Alatas jika Ayah mertuanya kritis dan dirawat di ruang ICU. Dea langsung berlari memasuki rumah sakit dengan membawa Audrey dalam gendongannya.

Saking paniknya, ia tidak mendengar panggilan suaminya yang cemas melihat ia berlari sambil menggendong bayi.

Dea mengusap kasar air matanya. Kakinya mendadak lemas begitu melihat sosok ayahnya dari kaca luar dengan beberapa alat bantu di tubuhnya.

“Ayah, Maaf, Dea baru tahu Ayah di sini... Ayah harus kuat, Ayah harus bertahan demi Dea. Dea butuh Ayah,” isak Dea dengan tergugu di depan kaca melihat ayahnya.

Bayi lima bulannya terbangun saat Dea berlari memasuki rumah sakit dan sedikit merengek dalam gendongan. Avin yang berjalan di belakang Dea langsung mengambil alih sang anak dalam gendongan Dea.

“Temui saja Ayah di dalam, Neng. Biar Aa bilang sama perawat agar kamu dikasih baju steril untuk masuk ke sana,” ucap Avin.

Begitu Dea memasuki ruangan ICU bersama perawat, Avin pergi diam-diam bersama bayinya menuju bagian administrasi.

“Sus, tagihan pasien atas nama Wirata Kusuma ya?” tanya Avin dengan suara pelan.

Suster yang bertugas langsung mengecek komputer, lalu menyebutkan angka yang harus dibayarkan.

Avin mengangguk mendengar nominalnya, lalu menyerahkan sebuah kartu hitam yang sempat membuat suster itu melongo, tidak menyangka bapak-bapak yang menggendong bayi ini mengeluarkan kartu itu.

“Bisakah Anda merahasiakan pembayaran atas nama ini dari keluarga pasien? Kalau ditanya, jawab saja Avin yang membayar,” ujar Avin sambil mengusap punggung bayinya.

Suster itu segera mengangguk.

“Baik, Pak, akan kami rahasiakan. Ini kartunya, semoga pasien cepat sembuh.”

Avin hanya mengangguk kecil sebagai jawaban dan segera kembali ke ICU. Baru separuh jalan, ponselnya berbunyi nyaring sehingga Avin mencari tempat sepi untuk menjawab panggilan tersebut.

“Halo?”

“Keenan!!!”

Avin buru-buru menjauhkan ponsel dari telinga karena suara teriakan itu.

“Nggak perlu teriak, Mi. Ada apa?”

“Aduh, kamu ini! Kapan kamu akan mengenalkan cucu Mami? Mami sudah nggak sabar! Pokoknya malam ini kamu harus bawa keluargamu ke makan malam, Mami nggak mau tahu, atau kita yang akan ke sana sendiri untuk ketemu kalian!” Lalu telepon dimatikan. Avin hanya meringis.

“Grandma kamu itu emang gak sabaran banget, sekarang kamu yang menempati tahta tertinggi di keluarga besar Baba,” sungut Avin dengan gemes mencubit lembut pipi gembul Audrey.

---

Dea keluar dari ruangan ICU dengan mata sembab dan bengkak. Baru saja mau duduk, tiba-tiba saja tangannya ditarik kasar menjauh dari ruangan tersebut.

“Aduh, sakit!!!” seru Dea meringis ketika pergelangan tangannya ditarik kuat.

Tubuh Dea terhuyung saat cekalan pada tangannya dilepas kasar hingga punggungnya terbentur. Dea menggigit bibir menahan sakit.

Plak!

Baru saja mengangkat muka untuk melihat siapa yang menariknya, pipi Dea digampar kuat sampai telinganya berdengung.

“Ibu...” rintih Dea saat melihat siapa yang menamparnya.

“Kamu memang anak tidak tau diuntung, Dea! Apa maksud kamu menolak Juragan Handi yang ingin dekat denganmu, hah?! Berlagak sok suci kamu!”

Dea merasakan air matanya mulai jatuh lagi, bukan karena sakit pada tangan dan punggungnya, tapi ucapan Bu Maisarah yang mengiris hatinya.

“Juragan Handi marah-marah sama Ibu karena kamu sudah lancang padanya, tahu? Ibu susah payah ingin meminjam uang pada Juragan Handi untuk pengobatan ayahmu, tetapi kamu menghancurkan semuanya! Puas kamu? Puas?” bentak Bu Maisarah sambil menunjuk Dea. “Jika sampai kondisi Ayah kamu memburuk, ini semua salah kamu, Dea, salah kamu!”

Deg!

Hati Dea berdenyut sakit mendengar tuduhan kasar ibunya. Ia menangis terisak sambil memegang pipinya yang masih panas tamparan tadi. Di belakang ibunya, Siska dan Raisa hanya diam dan melihatnya.

“Cukup, Bu!”

Dea mendongak dan melihat Avin, tiba-tiba sudah di depannya. Pria itu terlihat mengerikan dengan ekspresi gelap di wajahnya. Satu tangan Avin menggenggam tangan Dea erat, sedangkan Audrey mulai menangis karena keributan.

“Dea bukan penyebab semua ini, dan Ibu tidak punya hak memaksanya menikah dengan orang lain. Tega sekali Ibu sama anak sendiri...!”

“Diam kamu, Avin! Ini semua demi Ayah!”

“Sudah, Bu!” Avin menjawab dengan nada tegas yang membuat Bu Maisarah tersentak. “Biaya pengobatan Ayah sudah saya lunasi, jadi, jangan pernah mengungkit hal ini. Dea tidak ada lagi urusannya dengan Juragan Handi!”

Bu Maisarah membulatkan mata. Raisa dan Siska di belakangnya sama kagetnya.

“Apa kamu bilang?”

Bersambung...

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dinikahi Juragan Sayur Milyuner   Bab 167

    Begitu melihat anaknya datang, Maisarah langsung duduk dilantai sambil menangis kejer dengan menunjuk-nunjuk pria dan wanita yang mengaku pemilik baru rumah mereka. "Nak, mereka itu komplotan penipu! Mereka mau mengambil rumah kita, dan mengusir kita secara paksa! Suruh mereka pergi, Haidar! Usir mereka dari rumah kita! Rumah kita!" teriak Maisarah dengan memukuli pahanya agar semakin terlihat dramatis. Haidar terkejut mendengarnya, ia bergegas mendekati mereka terutama ibunya yang masih melakoni drama orang yang teraniaya. Pria itu membantu ibunya berdiri dan berhadapan langsung dengan perempuan yang ditunjuk ibunya sebagai seorang penipu. "Saya lihat kamu bukanlah laki-laki yang berpikiran sempit seperti ibu kamu ini! Ini adalah bukti jual beli yang mana saya membeli rumah ini dari pemilik asli sertifikat rumah ini!" ucap wanita itu sambil memperlihatkan kertas kuwitansi pembelian rumah. Haidar mengambil kertas tersebut dan membacanya dengan saksama. Pria itu memejamkan matan

  • Dinikahi Juragan Sayur Milyuner   Bab 166

    "Tapi, kenapa Ibu juga berbeda perlakuannya pada Alatas, yang lahir dari pernikahannya dengan Ayah mertua?" tanya Siska lagi dengan heran. "Hidup Ibu kan sudah tidak menderita lagi sejak menjadi istri Ayah mertua, tapi kenapa ia juga membedakan kasih sayangnya pada Alatas yang notabene anak kandungnya dengan Ayah mertua?" lanjutnya lagi bertanya pada Haidar. "Aku juga tidak tahu! Hanya saja aku pernah dengar kalau Alatas anak yang sengaja ia kandung agar Ayah Wirata menikahinya! Dan aku mendengar itu semua waktu lulus SMA tanpa disengaja," jawab Haidar dengan nada suara yang tidak bersemangat. Siska membuang kasar napasnya begitu mendengar jawaban dari rasa penasarannya tadi. "Ya sudahlah, Bang! Sekarang hidup kita berdua tergantung sama Abang! Aku memang perempuan yang serakah dan hanya mementingkan diri sendiri, tapi aku bukan wanita yang dengan gampang berpaling hanya karena Abang hidup susah! Asalkan Abang masih mau bekerja memberikan aku nafkah dan tidak selingkuh, aku

  • Dinikahi Juragan Sayur Milyuner   Bab 165

    "Lancang kamu Haidar!" teriak Maisarah yang sudah dikuasai api amarah saat mendengar protes anak pertamanya itu. Wanita paruh baya yang sudah dipenuhi emosi itu langsung mengayunkan tangan kanannya ke pipi Haidar dengan begitu keras sehingga membuat wajah Haidar tertoleh ke samping. "Ibu," cicit Haidar dengan wajah syok melihat ibunya dengan tega menampar nya dengan sangat keras. Napas Maisarah tersengal-sengal setelah melayangkan tangannya ke pipi Haidar, rasa puas menyelimuti hatinya karena berhasil melampiaskan amarahnya pada Haidar. Haidar kembali menitikkan air mata saat matanya menatap dalam mata Maisarah yang tidak sedikitpun menunjukkan penyesalan karena sudah menampar nya. Siska juga terkejut melihat suaminya di tampar oleh ibu kandungnya sendiri hanya karena protes atas ketidakadilan yang diterimanya selama ini. Ia sungguh tidak menyangka jika mertuanya begitu mengagungkan Ghufron sampai sebegitunya, dan tidak peduli dengan anak pertamanya yang selama ini selal

  • Dinikahi Juragan Sayur Milyuner   Bab 164

    Alatas berniat membuntuti Haidar pulang, akan tetapi panggilan telepon dari ayahnya membuat ia mengurungkan niatnya tersebut. "Iya, Yah! Al pulang sekarang!" jawab Alatas dengan patuh dan menutup panggilan tersebut sambil bergegas menuju motornya di parkiran. "Kira-kira ada hal apa ya, sampai Ayah ngotot banget mau aku pulang cepat? Dari nada suaranya terdengar seperti ada masalah besar," gumamnya sambil memasang helm.Alatas pun menghidupkan motornya, lalu melesat cepat meninggalkan parkiran menuju tempat tinggalnya bersama sang ayah saat ini.Sementara itu, Haidar kembali ke rumah dengan hati kesal karena tidak mendapatkan apa yang sudah ia rencanakan."Gimana, Bang?" tanya Siska saat menyambut kepulangan Haidar yang memasang wajah lesu dan lecek."Iya, Dar! Apa yang dikatakan anak itu? Apa kamu berhasil membuatnya mengatakan dimana Dea sekarang?" cerca Maisarah ikutan bertanya dengan tidak sabaran.Kepala Haidar langsung pusing mendengar pertanyaan beruntun Ibu dan istrinya. R

  • Dinikahi Juragan Sayur Milyuner   Bab 163

    "Panggil saya Kaisar saja, Om! Rasanya gak enak didengar kalau Om panggil saya terlalu hormat begitu," ucap Kaisar dengan muka yang tetap datar. "Tapi...," bantahan Fajar terhenti saat Kaisar menaikkan tangannya pertanda kode jika ia memang tidak menginginkan panggilan tersebut. Fajar menghela napas pasrah seraya berkata," Oke lah, karena mungkin usia kita hanya selisih beberapa tahun, saya panggil kamu Kaisar saja dan kamu panggil saya Abang! Saya juga gak tua-tua amat di panggil Om, kecuali untuk Dea dan Alatas." Kaisar mengangguk tanda setuju, Pandangan Kaisar kembali pada Wirata yang terlihat melamun seperti memikirkan sesuatu. "Kaisar, kapan orang-orangmu bisa melakukan yang kamu bilang tadi? Abang rencananya mau mendaftar gugatan cerai Bang Wira besok pagi, karena hari ini mau melengkapi syarat-syaratnya dulu," tanya Fajar dengan nada suara tidak terlalu kencang. "Kapan Abang mau! Sepulang dari sini aku akan menghubungi mereka untuk bersiap-siap! Ini kartu namaku, dan

  • Dinikahi Juragan Sayur Milyuner   Bab 162

    "Om, bukannya mau menyembunyikannya, tapi aku gak mau Om menjadi emosi saat bertemu wanita itu! Yang jelas, kedua orang itu masih dalam kondisi aman!" jawab Kaisar dengan segala pertimbangannya. Wirata terdiam, menimbang baik buruknya jika ia bertemu dengan orang yang membuat anaknya menderita. "Om, Saat ini ada hal yang lebih penting dari wanita itu yaitu keadaan Dea," ucap Kaisar lagi agar membuka pikiran Wirata. "Dea? Apa yang terjadi sama Dea? Apa Dea baik-baik saja?" tanya Wirata dengan nada suara yang terdengar kencang dan wajah khawatir. "Tenang, Bang! Biarkan Tuan muda bicara dulu," ujar Fajar dengan menepuk pelan punggung tangan Wirata untuk menenangkan pria baya itu. "Dea dirawat di rumah sakit sekarang ini Om! Kita punya kabar baik dan kabar buruk untuk Om, dan aku harap Om tidak lagi mengurus masalah wanita jahat itu selain memikirkan Dea," ucapnya lagi yang membuat Wirata semakin terlihat tidak sabaran. "Katakan saja kabar baik dan buruknya! Jangan buat Om b

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status