Share

Bab 9

Penulis: GadihJambi
last update Terakhir Diperbarui: 2025-07-08 11:14:28

Avin segera membawa Dea pergi dari sana dan Bu Maisarah menatap mereka dengan emosi yang masih bersarang di dadanya. Sejujurnya ia sedikit takut dengan aura yang dikeluarkan Avin saat menegurnya tadi.

“Bu, apa maksud si Miskin itu bilang biaya rumah sakit Ayah sudah dia lunasi? Emangnya dia punya uang dari mana untuk lunasinya?” cerca Siska dengan wajah sinis seraya mendekati mertuanya.

“Iya ya, Kak, apa Avin meminjam uang dari orang lain tanpa kita tau?” sahut Raisa juga dengan nada curiga.

Bu Maisarah seketika pusing mendengar celotehan kedua menantunya yang mana ia juga bingung dan tidak percaya dengan perkataan Avin.

“Ah, sudahlah, kalian buat ibu makin pusing aja! Masa bodo si Miskin itu sudah melunasinya atau tidak, yang penting satu beban sudah hilang. Kita tinggal membawa Dea kepada Juragan Handi sebelum pria tua itu meminta ganti rugi uangnya,” ucap Bu Maisarah kesal, tidak peduli dengan rasa penasaran menantunya.

Siska mendengus kesal karena mertuanya tidak terpancing dengan perkataannya tadi. Ia menghentakkan kakinya dilantai dengan muka cemberut seraya berjalan dari tempat itu. Raisa mengikuti dari belakang sambil memegang tangan Bu Maisarah yang mengeluh pusing.

---

“Maaf, ya, Neng, Aa terlambat datang? Apakah masih sakit?” ucap Avin saat mereka sudah jauh dari tempat itu.

Ia menggoyangkan bayi kecilnya agar kembali nyaman, menenangkannya yang sempat menangis keras saat keributan tadi terjadi.

“Sedikit A’,” jawab Dea pelan karena mulutnya susah untuk bicara banyak karena rahangnya masih ngilu.

Avin merogoh ponselnya, lalu bicara dengan seseorang agar membawakan ia es batu dengan handuk kecil. Mereka berdua duduk di kursi yang kebetulan di depan ruangan ICU.

Tak lama, seorang pria mendekati mereka berdua lalu menyerahkan kantung yang berisi es batu dengan handuk kecil bersih. Avin mengambil kantung es tersebut lalu menutupinya dengan handuk kecil kemungkinan menempelkannya pada pipi Dea yang memerah bekas tamparan tadi.

“Ssssshhhhh,” ringis Dea dengan mata terpejam.

Avin dengan telaten mengompres pipi Dea dengan handuk yang membungkus es batu sambil momong bayinya.

“Gimana, Neng, rasanya?” tanya Avin lembut.

“Alhamdulillah sudah mendingan rasanya A’, cuma masih sedikit nyeri jika buka mulutnya lebar-lebar,” jawab Dea jujur.

“Syukurlah kalau gitu, sekarang ikut Aa yuk, Neng,” sahut Avin sembari berdiri mengajak Dea pergi.

“Emangnya kita mau kemana A’?” tanya Dea bingung.

“Aa mau bawa kamu sama si gemoy ketemu orang penting, jadi kita ke butik dulu beli bajunya,” jawab Avin jujur.

Dea mengangguk paham, tidak bicara banyak meskipun di benaknya banyak sekali pertanyaan yang bersarang. Lagi-lagi mereka menaiki mobil mewah, Dea secanggung pertama kali. Ia mengambil Audrey dari suaminya karena si kecil sudah merengek karena lapar. Ia mengasihi bayinya sampai si bayi puas.

Mobil pun sampai di tujuan. Dea menatap kagum butik mewah yang elegan dan besar itu. Seorang karyawan menyambut mereka dengan ramah di pintu masuk.

Pegawai itu tampak kaget melihat Avin, sebelum dia membungkuk hormat. “Tuan Muda? Sudah lama sekali saya tidak ketemu Tuan.”

Dea melongo. Lagi-lagi ada orang yang memanggil suaminya dengan sebutan Tuan Muda. Apalagi, mereka tampak seperti mengenali Avin sejak lama.

“Ya, kita datang karena untuk acara penting,” jawab Avin, dengan nada bicara yang berbeda dari logat bicaranya sehari-hari, membuat Dea menoleh. Suaminya kelihatan beda, tampak lebih berwibawa.

Pegawai itu melihat Dea yang berdiri di samping Avin menggendong bayi, lalu tersenyum.

“Selamat datang di Madona Butik! Mari silakan lihat-lihat.”

“Carikan gaun untuk istri dan bayi perempuanku yang nyaman dan terlihat elegan,” ucap Avin.

Dea terkejut mendegar perkataan suaminya, dia buru-buru berbisik, “A’ jangan aneh-aneh, ayo pulang...”

Avin hanya tersenyum sambil mendorong pelan bahu Dea. “Nggak apa-apa, Neng, sana ikuti dia.”

Dea yang bingung hanya tersenyum kaku saat pegawai butik mengajaknya menaiki lantai untuk melihat baju-baju yang begitu cantik dan mewah di sana..

Avin mengikuti dari belakang. Pegawai butik dengan ceria memilih gaun yang cocok untuk Dea dan juga bayinya. Satu jam kemudian, Dea sudah selesai dengan dress yang cantik. Dia juga dirias dengan riasan yang semakin mempercantik wajahnya.

Sedangkan Audrey tampak menggemaskan dengan gaun kecilnya, mempertegas muka blasterannya yang putih dan matanya yang bulat.

“MasyaAllah, cantik benar istrinya Aa, si gemoy juga cantik banget kayak Bubunya,” puji Avin dengan menatap kagum istri dan anaknya.

Dea melihat mereka dari cermin. Dia terlihat seperti nyonya besar dan bayinya. Berbeda sekali dengan penampilan sehari-harinya yang hanya pakai daster.

“Aa juga tampan pakai jas, kayak CEO yang di film-film,” balas Dea ikut memuji suaminya.

Ya, Avin juga didandani dengan kemeja dan jas, serta rambut yang tertata rapi. Dea tidak bisa bohong jika pesona suaminya begitu kuat memakai pakaian formal tersebut. Mereka tidak kelihatan seperti keluarga tukang sayur.

“Ayo pergi, mereka sudah menunggu kita di restoran hotel KM,” ajak Avin sambil menuntun istri dan anaknya keluar dari butik tersebut.

Dea membulatkan matanya. “Hotel KM? Itu kan hotel bintang lima yang lagi viral? Emangnya kita mau ketemu siapa sih A’?”

“Ada lah, nanti juga kamu tau, Neng,” sahut Avin dengan senyum misteriusnya.

Dea mengerucutkan bibirnya, sebal dengan sikap suaminya yang bikin ia penasaran.

Mobil yang mereka kendarai pun meluncur menuju hotel mewah tempat keluarga besar Avin menunggu. Avin sengaja menggendong bayi kecilnya agar Dea berjalan dengan tenang saat ketiganya memasuki hotel.

Manajer hotel menyambut mereka, lalu menuntun mereka menaiki lift, menuju ruang privat yang ada di lantai 5. Jantung Dea berdegup kencang, ia tanpa sadar memegang tangan besar suaminya dengan tangan yang dingin.

Dia bertanya-tanya sepenting apa orang yang akan mereka temui ini. Dia takut melakukan kesalahan, apalagi di lingkungan yang berbeda dengan kehidupannya sehari-hari.

Avin terkekeh kecil merasakan dinginnya tangan sang istri yang kelihatan gugup dan grogi.

“ Gak usah takut, kita bukan mau ketemu orang jahat kok, Neng,” ujar Avin menggoda istrinya.

Mendengar itu malah membuat ia bertambah grogi.

“Silakan masuk, Tuan Muda, Nyonya Muda,” ucap manajer hotel, mempersilakan mereka masuk di depan pintu besar.

Begitu pintu terbuka lebar, tampak orang-orang menoleh. Mereka kompak berdiri menyambut kedatangan mereka.

"Wah, Keenan!”

“Lama nggak ketemu!”

“Ini istri dan anakmu?”

Avin menggenggam tangan Dea membawanya masuk ruangan tersebut dan orang-orang itu langsung menghampiri mereka. Beberapa bahkan dengan gemas menyapa Audrey.

“ Neng, perkenalkan, ini semua keluarga besar Aa,” ucap Avin pada Dea.

Dea terkejut hingga mukanya pucat dan tangannya semakin dingin dalam genggaman Avin. Ini keluarga suaminya? Orang-orang yang jelas-jelas kaya ini?

“Menantu dan cucu kesayangannya Mami!” Seorang wanita paruh baya yang anggun dengan berjalan cepat menghampiri Dea.

Ia dengan kasar melepaskan genggaman tangan Dea dan Avin, lalu mendorong Avin menjauh setelah merebut paksa Audrey dari gendongan Avin sambil membawa Dea ke pelukannya.

“Astaghfirullah, Mami, giliran sudah ada menantu dan cucunya, aku disingkirkan,” keluh Avin dengan muka cemberut.

Bersambung...

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Dinikahi Juragan Sayur Milyuner   Bab 95

    “Ada apa? Kenapa kamu nyariin Ayah sampai ngos-ngosan gitu?” tanya Tuan Wirata dengan bingung pada putranya. “Sebentar,” ucap Alatas lemas dengan memberikan telapak tangannya lalu kedua tangannya bertumpu pada pahanya dengan tubuh membungkuk guna menormalkan napasnya. Perawat Dinda mengulum senyum melihat tingkah putra pasiennya. Alatas seperti itu selama lima menit, setelah napasnya kembali normal, ia menegakkan lagi tubuhnya lalu mendekati kursi roda sang Ayah. “Ayah, ayo kita bicara di kamar saja!” ucap Alatas sambil mendorong kursi roda sang Ayah. Perawat Dinda yang mengerti langsung pamit terlebih dahulu dan Alatas mendorong kursi roda ayahnya memasuki gedung rumah sakit sambil mengobrol hal-hal kecil. Sesampainya mereka di kamar rawat sang Ayah, Alatas langsung mengunci kamar itu dari dalam karena tidak mau pembicaraan mereka di dengar orang lain. “Ada apa sih, Al? Kamu kok aneh banget setelah dari kamar kakakmu? Apa kakakmu baik-baik saja?” cecar Tuan Wirata yang ma

  • Dinikahi Juragan Sayur Milyuner   Bab 94

    Tubuh Ghufron berkeringat dingin karena ketakutan sendiri. Ia berusaha menutupi rasa gelisah dan takutnya dengan pura-pura tertawa malu karena lupa. “Aduh, Abang lupa, Sa!” sahut Ghufron tertawa canggung sambil lirik kanan kiri. “Belum tua sudah lupa, Bang! Abang ngapain di sini? Ini kan bukan waktunya istirahat kantor?” ucap Raisa menohok Ghufron sambil bertanya lagi dengan santai. “Eh, anu... Abang tadi ada urusan di luar, jadi mampir sebentar beli keperluan kantor karena yang biasanya beli lagi izin kerja,” jawab Ghufron dengan berbohong sambil menggaruk ujung hidungnya. Kening Maisarah berkerut melihat tingkah putranya yang jika berbohong pasti menggaruk ujung hidungnya. Mata tua yang tajam itu menatap putranya dengan penuh kecurigaan dan ia menahannya karena saat ini waktunya tidak tepat untuk memarahinya. ‘Apa yang di rahasiakan anak itu? Aku sangat tahu jika anak itu pasti berbohong, aku sangat tahu jika ia sudah menggaruk ujung hidungnya, ia pasti berbohong. Apa yang

  • Dinikahi Juragan Sayur Milyuner   Bab 93

    Maisarah uring-uringan di rumahnya karena selama tiga hari berturut-turut tidak ada kabar dari putranya Ghufron. Ponselnya juga tidak diangkat dan hanya suara operator yang tersambung saat wanita itu menghubungi nomor tersebut. Wanita paruh baya itu berniat mendatangi rumah dinas putranya dan pagi itu ia sudah siap-siap mau ke sana. “Rapi banget, Bu? Mau ke mana?” tanya Siska basa basi saat mau sarapan. “Ibu mau ke rumahnya Ghufron, mau nasihat jatah bulanannya Ibu!” jawab Maisarah ketus. ‘Dih, tagih saja sampai lebaran monyet gak kan di kasih karena anak kesayanganmu itu sudah habis gajinya,’ cibir Siska dalam hatinya. Wanita itu diam dan memilih tidak bertanya lagi karena malas di semprot sang mertua yang lagi sensitif pagi ini. “Siska, Ibu pergi dulu! Nanti kalau Bu Hayati datang, bilang saja Ibu lagi ambil uangnya sama Ghufron!” ucap Maisarah berpamitan sama menantunya. Siska hanya mengangguk kecil tanpa berniat untuk menyampaikan pesan Wanita tua itu pada petugas b

  • Dinikahi Juragan Sayur Milyuner   Bab 92

    Satu jam telah berlalu saat Alatas pergi menemui iparnya, Tuan Wirata membuka pintu kamarnya dengan sikap biasa saja seolah-olah keluar karena suntuk. “Tuan Wirata, Tuan mau ke mana?” tanya perawat yang memang ditugaskan untuk menjaganya saat keluarganya keluar. “Saya mau jalan-jalan Sus, bosan di kamar terus! Ayo, temani saja mencari udara segar, Sus?” jawabnya dengan memasang wajah bosan dan jenuh mengajak perawat itu juga. “Boleh, mau saya ambilkan kursi roda biar Tuan gak capek jalan?” tawar perawat itu sambil mengiyakan ajakan pasiennya. “Gak usah Sus, saya pengen jalan kaki saja! Biar terbiasa bergerak!” tolak Tuan Wirata dengan sopan. “Maaf, Tuan! Bukannya saya memaksa, tapi Tuan baru beberapa hari bisa berjalan karena masih kaku syaraf-syarafnya karena koma! Saya tidak mau ambil risiko di marahi dokter karena membiarkan Tuan jalan-jalan dengan berjalan kaki! Apalagi rumah sakit ini juga sangat luas, jadi lebih baik Tuan memakai kursi roda,” ucap sang perawat tidak te

  • Dinikahi Juragan Sayur Milyuner   Bab 91

    “Ayah membawamu setelah memakamkan Ibu kalian pada wanita itu, dan mengatakan jika kamu adalah anaknya. Wanita jahat itu percaya karena dia tidak tahu jika anak yang ia lahirkan berjenis kelamin perempuan... Entah stres atau bagaimana, wanita itu tidak bisa menyusuimu dan itu membuat Ayah lega. Dan sekarang kamu mengerti bagaimana kehidupan kita setelah kalian semua besar dan sudah bersekolah. Ayah tidak menyesal menjadikanmu anak kandung wanita itu, yang paling Ayah sesalkan adalah Ayah terlalu sibuk bekerja mencari uang sehingga Ayah tidak tahu penderitaan yang kakakmu alami saat ia kecil,” jawab Tuan Wirata atas rasa penasarannya sang Putra. Alatas mendekati sang Ayah, dan merengkuh tubuh sang Ayah yang terlihat lebih tua dari usianya. Pemuda itu mengerti penyesalan sang Ayah, ia hanya bisa menghibur dengan kata-kata manis agar ayahnya tetap tegar. “Yah, apa kita kasih tahu kakak kenyataan ini agar kakak tidak lagi menahan perasaannya karena mengira dia anak durhaka pada wa

  • Dinikahi Juragan Sayur Milyuner   Bab 90

    Tuan Wirata menyalahkan dirinya sendiri yang tidak becus memperhatikan putrinya sejak kecil. Ia terlalu sibuk mencari uang tanpa pernah tahu penderitaan yang dialami sang anak selama ini. Mata pria paruh baya itu berkilat dendam pada Maisarah istrinya dan juga anak-anak wanita jahat itu. Wajahnya semakin bertambah tua karena merasa sedih dan merasa tidak berguna menjadi seorang Ayah untuk anak-anaknya. Seharian pria tua itu merenung dan melamun melihat keluar jendela. Setitik rasa penyesalan memasuki relung hatinya menikahi perempuan berhati iblis seperti Maisarah. “Ayah, menyalahkan diri sendiri tidak ada gunanya saat ini! Semuanya sudah terjadi di masa lalu, jika masa itu Ayah tidak bisa melakukan apa-apa, Ayah bisa melakukannya di masa sekarang dengan memberikan keadilan dan kenyamanan itu hidup kakak ke depannya,” tegur Alatas menghampiri ayahnya dan duduk di sampingnya. Tuan Wirata menoleh dan mendapati sikap dewasa dari sang anak yang selama ini selalu bertingkat kekanak

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status