Share

Enam

Author: Riri Afsana
last update Last Updated: 2022-09-18 09:12:55

Surat Perjanjian

Pihak pertama: Raffan Ardian Ghifari

Pihak kedua: Atisha Namira

Dalam hal ini, pihak pertama akan memenuhi segala permintaan pihak kedua sebagai syarat untuk melangsungkan pernikahan diantaranya:

1. Membebaskan tanggung jawab atas biaya ganti rugi kerusakan mobil Buggati Chiron milik pihak pertama.

2. Tidak akan saling ikut campur dengan kehidupan pribadi masing-masing.

3. Tidak ada sentuhan fisik apabila tidak diperkenankan pihak kedua.

4. Memiliki rumah bersama untuk ditempati berdua.

5. Menjaga dan melindungi pihak kedua dengan penuh tanggung jawab.

6. Kewajiban menafkahi secara lahir namun tidak secara batin.

7. Tidak ada kekerasan dalam rumah tangga.

8. Membebaskan ikatan perkawinan saat pihak kedua memintanya.

9. Apabila pihak pertama tidak memenuhi seluruh poin tersebut maka pihak kedua berhak atas seluruh harta kekayaan pihak dari pihak pertama.

~

“Hanya ini?” Tanya Raffan sebelum menandatangani surat perjanjian itu setelah membaca list yang diberikan Atisha bebera saat lalu. Sementara perempuan itu tengah sibuk dengan gawainya. Setelah beberapa pekan melakukan pendekatan dengan Atisha dan omanya, akhirnya perempuan itu sepakat menerima tawarannya.

“Yakin nggak ada lagi yang ingin di tambahkan?” Tanyanya memastikan, saat perempuan itu telah berhenti sibuk sendiri. Akhirnya Atisha menyimpan handphonnye di atas meja.

“Kamu yakin bisa memenuhi semuanya?” Tanya Atisha balik, Raffan mengangguk yakin.

“Kamu nggak melewatkan point sembilan kan? Konsekuensinya nggak main-main jika kamu ingkar janji.” Atisha memperingati.

“Saya laki-laki yang paling menepati janji,” Raffa tersenyum puas setelah menandatangani kertas bermaterai itu.

“Semudah itu?” Atisha tercengang, pasalnya syarat yang diajukan adalah hal yang mustahil dapat penuhi oleh pria normal manapun. Tapi menatap senyum bahagia pria itu, menyadarkan Atisha bahwa laki-laki di depannya memang tidak senormal yang terlihat.

“Yups… Let’s choosing an engagetment ring! Kita harus punya cincin untuk di pamerkan pada keluarga saya.” Raffan berucap semangat. Atisha hanya menghela nafas, namun tak urung mengekori pria itu.

“Kamu mau beli gaun, sepatu, tas?” Tanya Raffan, saat keduanya berada di dalam salah satu pusat perbelanjaan. Mereka tengah berjalan berdampingan menuju toko perhiasan.

“Nggak deh Raff, makasih.” Atisha menatap sekeliling, cukup bingung dengan tatapan para cewek kearah mereka, bukan mereka tapi kearah pria di sisinya.

“Kenapa?” Tanya Atisha saat Raffan disampingnya justru memasang kaca mata hitam yang dikeluarkan dari sling bag pria itu.

“Risih Tis, kamu harus di sampingku terus,” ujar Raffan, menjawab kebingungan Atisha. Wajar saja pandangan cewek-cewek lekat kearah pria di sampingnya, Atsha sudah pernah bilang kan? Bahwa physically, Raffan sempurna. Atisha menyentuh dadanya yang tiba-tiba berdetak dengan tidak wajar, saat menyadari sesuatu, setelah sekian lama, ini kali pertama ia berjalan berduaan dengan seorang pria yang baru dikenalnya tanpa rasa antipati berlebihan. Namun perempuan itu menepisnya, mungkin karena ia juga tau bahwa Raffan tidak akan punya ketertarikan padanya.

Keduanya memilih cincin dengan antusias, beberapa kali Atisha menolak cincin pilihan pria itu kala mengetahui harga cincinnya yang teramat fantastis padahal Raffan sama sekali tak keberatan. Namun, pada akhirnya Raffan menuruti pilihan gadis itu jatuh pada cincin dengan berlian yang begitu kecil, namun harganya bagi Atisha masih tidak dapat ia jangkau dengan tabungannya hanya untuk sebuah perhiasan.

“Raff!” Panggil seseorang saat keduanya baru keluar dari toko perhiasan, Raffan dan Atisha menoleh lalu berhenti. Rayyan berjalan mendekati mereka bersama seorang perempuan yang digandeng tangannya.

“Aku fikir salah orang, ternyata beneran elo. Enggak biasanya mau nongkrong di Mall?” Pria itu menyipit menatap saudaranya lalu bergantian menatap Atisha.

“Sama siapa?” Tanya Rayyan penasaran, tatapannya menelisik perempuan bermasker di samping kakaknya, entah mengapa ia merasa tak asing dengan sorot mata perempuan itu.

“Oh kenalin Ray, ini Atisha calon istriku. Atisha ini Rayyan, calon adik ipar kamu. Harusnya kamu taunya entar malam sih Ray, aku baru mau ngenalin Atisha ke keluarga kita malam ini, tapi ya sudah lah.” Raffan beralih pada Atisha mengedipkan sebelah matanya lalu tersenyum. Rayyan mengulurkan tangannya, sementara Atisha mengatupkan tangan di depan dada sambil tersenyum sopan. Membuat Rayyan mengangguk paham, sebelum kembali protes.

“Nggak mungkin!” Protes Raffan.

“Apanya yang nggak mungkin sih beb,” Gadis disamping Rayyan manimpali sambil bergeluyut manja.

“Lo nggak mungkin punya pacar Raf, gue kenal banget siapa elo!” Rayyan masih tak percaya.

“Mbak dibayar berapa buat jadi pacar bohongan dia?” Tanya Rayyan membuat Raffan berdecak. Atisha menatap Raffan yang mengedikkan bahu.

“Aku udah pernah cerita kan? Kalau adik aku itu benar-benar menyebalkan ...”

“Jangan mau ketipu sama tampilan luar cowok disamping Mbak. Dia itu nggak mungkin tertarik sama perempuan manapun, dia hanya kepepet jadi terpaksa nyari cewek.” Ucapan Rayyan membuat mereka tercengang. Atisha menatap prihatin pada pria disampingnya yang tampak mengepalkan tangan.

“Tolong koreksi ucapan anda. Pertama, saya bukan perempuan bayaran dan kedua saya sangat mengenal kakak anda. Kalau selama ini mas Raffan cenderung anti dan menjaga jarak dari banyak perempuan, itu semua karena mas Raffan punya cewek yang cemburuan posesif banget sama dia. “ Atisha menatap lembut pada Raffan, sementara Raffan pura-pura meringis.

“Omong kosong.” Rayyan masih tak percaya.

“Terserah kamu deh Ray.” Raffan beralih menatap perempuan disamping adiknya.

“Mbak, jangan terlalu percaya deh sama cowok yang modalnya gombalan doang,” ucap Raffan dengan seringai.

“Cinta itu perlu pembuktian, bukan omong kosong.” Raffan mengangkat tangan kanan Atisha, memamerkan cincin yang melingkar indah di jari manis perempuan itu, cincin yang baru beberapa saat mereka beli. Atisha sebisa mungkin pura-pura tersipu.

“Beb, kamu kapan ngelamar aku?” Tanya perempuan cantik di samping Rayyan.

“Pulang yuk Mas, kita mau nemuin Oma aku dulu kan sebelum bertemu orang tua kamu?” Raffan mengangguk setuju.

“Duluan Ray.” Raffan menepuk pelan pundak sang adik. Sementara Atisha lagi-lagi hanya tersenyum dan mengangguk sopan. Rayyan hanya bisa mendengus menatap kepergian mereka saat perempuan di sampingnya mulai rewel.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dinikahi Mantan Adik Ipar   extra part 2

    "Sayang, aku nggak bermaksud buat ingkar janji." Rayyan membujuk setengah putus asa, saat istrinya meninggalkan kamar mereka dan memilih berbaring di atas sofa ruang tengah. "Harusnya nggak usah janji sejak awal." Atisha berenggut memunggunginya. "Maaf ya, janji nggak ak—" "Nggak usah janji lagi! Jatuhnya kamu jadi pembohong tau nggak." "Sayang, maafin aku." pria itu mengambil tempat disisi istrinya, membuat Atisha kian kesal. "Lepas nggak!" Perempuan itu berontak dalam belitan tangan suaminya, sofa yang sempit membuat mereka nyaris terjengkang. "Kamu mau buat aku jatuh? Perut aku sakit tau dibelit kayak gitu. Nggak usah dekat-dekat!" Atisha berucap dengan ketus sambil menatap suaminya tajam. " Tadi Macet sayang. Aku telat, juga karena ternyata meeting-nya alot, karena meyakinkan klien tadi ternyata butuh waktu yang nggak sebentar." Rayyan berdiri di sisi sofa, sambil menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Menghadapi Istrinya dalam mede ngambek seperti ini merupakan hal ya

  • Dinikahi Mantan Adik Ipar   Ekstra Part

    Pria itu menyeka setetes air mata di pipi yang tak betah di pelupuknya. Genggaman hangatnya ditangan sang istri tak ia lepas sejak satu setengah jam yang lalu. Atisha masih terlelap pulas. Sesekali pria itu mengelus punggung tangan istrinya yang agak bengkak. Flebitis akibat bekas jarum infus, sehingga pemasangan infus di pindahkan di tangan lainnya. Pria itu terpejam, sudah banyak untaian kata maaf ia ucapkan pada sang istri. Ternyata, tak mampu menebus dosa dan mengeringkan penyesalan atas perbuatannya di masa lalu. Ia pernah teramat menyakiti sang istri secara brutal. Sakit istrinya kali ini diluar kuasanya. Ia benar-benar tak berniat menyakiti istrinya lagi. Meski secara tidak langsung ada andilnya pada sakit sang istri. Kehamilan istrinya cukup lemah, perempuannya tak jarang mengalami kram perut hingga bercak darah akhir-akhir ini. Belum lagi morning sicknes yang membuat istrinya kian pucat sejak trimester awal hingga trimester kedua ini. Rayyan mengecup tangan perempuan itu. B

  • Dinikahi Mantan Adik Ipar   Lima Puluh Delapan

    Saat membuka mata dan mengerjap, Atisha mendapati suaminya tersenyum lembut padanya. Pria itu menyelipkan anak rambut yang menutupi sebagian wajah istrinya. "Mas." Atisha menatap lekat suaminya, kembali mengingat percakapan mereka sebelum ia jatuh tertidur. Ia Lalu menghembuskan napas dan memeluk sang suami mencari posisi nyaman. "Kok udah bangun sih, padahal tidur baru tiga puluh menit." Rayyan mengangkat tangannya yang bebas dan melirik jam tangannya. "Nggak nyaman yah tidurnya? Pindah di kasur aja yuk." Ajak Rayyan, Atisha hanya menggeleng. "Udah jam berapa?" "Jam lima lewat." Rayyan mendekap hangat istrinya, pipinya menempel di kepala istrinya. Pria itu memejamkan mata sambil tersenyum tak dapat membendung keharuannya dengan kemajuan pesat dalam hubungan mereka setelah sekian lama. Mengungkapkan hal yang selama ini mereka pendam bertahun-tahun memang tidak mudah, bagai mengangkat bongkahan batu yang telah lama tertimbun. Namun sepadan dengan kelegaan yang kini mereka hirup

  • Dinikahi Mantan Adik Ipar   Lima Puluh Tujuh

    "Kamu nggak ngerti, kamu nggak ingat sama aku yang pernah ngejar-ngejar kamu saat SMA." Atisha menatap suaminya dengan serius, ia sama sekali tak tahu maksud suaminya."Kamu mah, dulu hanya melihat Jerome. Mengabaikan cowok lain yang sedang berusaha dekat sama kamu, padahal aku baru tahu suka dan cinta sama cewek itu apa, kompleks banget karena langsung mengecap sakitnya patah hati..." Rayyan berucap sambil menyentuh pelipisnya, tampak menerawang. Ternyata pengalaman buruk itu masih membuat hatinya meradang kala mengingatnya."Aku cowok yang pernah berkompetisi dengan kamu di salah-satu olimpiade mewakili SMA Gantara. Kamu ingat nggak? Cowok yang selalu berusaha ngedeketin kamu, nungguin kamu setiap pulang sekolah bahkan nekat nerobos masuk di sekolah kamu demi bisa kenal dekat dengan kamu, tapi selalu di cuekin dan kamu anggap nggak kasat mata. Terakhir di taman depan perpustakaan umum, waktu itu aku coba deketin kamu lagi dan jujur tentang perasaan aku, tapi malah nggak digubris pad

  • Dinikahi Mantan Adik Ipar   Lima Puluh Enam

    "Asha, kok udah bangun jam segini?" Tanya Raisa saat menatap siapa yang berada di depan pintu kamarnya menjelang subuh seperti ini, Asha berdiri di depan pintu kamarnya mendongak menatap wajah sang nenek dengan sorot berkaca-kaca sambil memeluk boneka koala kesayangannya."Cucu Oma kenapa, jam segini kok sudah bangun?" Mendengar pertanyaan keheranan Omanya membuat gadis kecil itu menitihkan air matanya."Mami nggak ada," lirihnya dengan bibir bergetar, Raisa segera menggendong cucunya yang langsung terisak di dekapannya. "Didinya Asha juga belum pulang ya?" Tanya Raisa yang dijawab Asha dengan gelengan kepala, semalam putranya itu belum pulang saat ia masuk kamar dan tertidur. "Asha jangan nangis. Sayang..." Raisa berujar khawatir saat cucunya menangis sesegukan. Selama ini, cucu kesayangannya itu jarang menangis seperti ini, ia lalu menoleh kearah Ghifari yang masih tertidur."Memang maminya kemana?" Tanyanya mengelus lembut punggung cucunya. Ia benar-benar bingung saat tiba-tiba cu

  • Dinikahi Mantan Adik Ipar   Lima Puluh Lima

    Atisha ditemani dua orang koas baru di stase obgyn yang tengah mengobrol dengannya mendiskusikan kondisi pasien kepadanya, teramat serius sampai tidak melihat dokter Kikan yang hendak ke poli, berpapasan dengannya andai perempuan itu tidak menyapanya lebih dulu. "Selamat pagi." "Pagi, dokter Kikan..." jawab Atisha dengan senyum ramah. "Udah lepas jaga kan, papanya Asha di depan nungguin tuh," ujarnya, sambil tersenyum."Oh iya dok, makasih infonya yah. Padahal tadi mau sarapan bareng mereka dulu di kafetaria sebelum balik. Maaf, lain kali ya..." Atisha menoleh pada dua dokter muda di sisinya. "Iyya dok, nggak papa," jawabnya berbarengan. Atisha lalu pamit sebelum meninggalkan mereka. Rayyan menjemputnya adalah suatu hal yang langka sebenarnya, jadi ia tak ingin membuat pria itu menungguinya terlalu lama."Hai," Rayyan tersenyum kearah Atisha yang menghampirinya. Perempuan itu menghela nafas lirih, sebelum balas tersenyum. "Assalamualaikum," ucapannya sebelum meraih punggung tangan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status