Share

Lima

Author: Riri Afsana
last update Last Updated: 2022-09-17 07:05:25

Atisha duduk bersebrangan dengan Raffan, perempuan itu hanya mengangguk meminta penjelasan tanpa suara.

“Saya ingin menikah untuk menyelamatkan harga diri saya, saya rasa kamu orang yang tepat untuk membantu saya,” ucapnya. Menatap Atisha yang masih menunggu kelanjutan penjelasannya.

"Hanya pernikahan sekedar status, nggak lebih." Jelas Raffan saat mata gadis dihadapannya mendengus.

“Orang tua saya selalu menjodohkan saya dengan perempuan manapun yang mereka pikir cocok dengan saya, tapi usaha mereka selama ini tidak berhasil karena saya selalu berhasil berkelit. Tapi bukannya jerah, ada saja anak teman mama yang disodorkan kesaya. Saya lelah dengan itu.” Raffan menghela nafas panjang, menatap Atisha yang balik menatapnya dengan alis tertaut.

“Kenapa saya? Kita bahkan dua orang asing. Apa karena saya punya hutang ganti rugi, jadi jadi anda mau memanfaatkan saya?” Tanya Atisha sambil bersedekap dada. Tak dipungkiri dirinya masih kesal setengah mati pada pria dihadapannya, namun menghadapinya dengan meledak-ledak jelas bukan solusi. Raffan menggeleng dan kembali menghela nafas lelah.

“Karena hanya kamu, cewek yang nggak membuat saya risih, was-was atau maaf, jijik ketika berdekatan. Saya juga nggak tau kenapa, mungkin karena kamu terlihat nggak tertarik sama saya atau justru terkesan menjaga jarak.”

“Maksudnya?”

“Jujur,” Raffan melirik sekelilingnya, sebelum berucap pelan.

“Saya tidak tertarik dengan cewek manapun, cenderung anti sama mereka karena kecamuk perasaan risih, jijik serta was-was ketikasaat berdekatan dengan mereka sejak umur sembilan tahun perasaan itu benar-benar menyiksa saya. Tapi berbeda saat berdekatan dengan kamu, saya biasa saja dan saya tidak merasakan apa-apa.”

“Kamu Gay?” Tuduh Atisha, membuat Raffan berdecak sebal.

“Semua anggota keluarga saya juga menuduh saya seperti itu, padahal kenyataannya tidak seperti itu, meski saya benar-benar tidak suka dan tidak ingin menjalin hubungan emosional apapun dengan cewek manapun. Saya sama sekali bukan pecinta sesama jenis, naudzubillahi min dzalik, adzab kaum nabi Luth itu mengerikan.” Pria itu bergidik. Atisha dapat menangkap kejujuran di mata pria itu dan merasa lega saat mendengar kalimat terakhir pria itu.

“Kamu pernah mengalami trauma? Maaf saya berharap dugaan saya salah tapi apa kamu pernah mengalami pelecehan seksual?” Tanya Atisha pelan. Sementara pria dihadapannya mengalihkan pandangan.

“Umumnya pelecehan seksual korbannya adalah perempuan, tapi tidak bisa di nafikkan bahwa hal tersebut juga dapat terjadi pada laki-laki khususnya pada kasus anak.” Atisha masih lekat menatap Raffan mendongak sambil terpejam menghirup udara dalam-dalam.

“Saya masih sembilan tahun saat itu. Saya sedang bermain dan ketiduran di rumah teman, ketika terbangun saya sudah dikurung dikamar perempuan sialan it–” ucapnya dengan suara bergetar, Raffan menggigit pipi bagian dalamnya, mencoba mengenyahkan segala kecamuk di dadanya yang membuat matanya berkaca-kaca, Raffan mengelap wajah kasar sambil menggeleng.

“Kamu, nggak usah cerita.” Atisha menatapnya dengan sorot iba, menyadari bahwa pria dihadapannya sedang berusaha menutup luka.

“Nggak ada yang tau tentang ini selain psikiater saya dan kamu hari ini. Saya ingin sembuh, tapi sepertinya mustahil bagi seorang yang mengalami mental illness seperti saya.” Entah kenapa tiba-tiba hati Atisha didera rasa sakit. Perempuan itu mengerjap tak bisa membayangkan bagaimana anak sembilan tahun yang masih memandang dunia sebagai wahana permainan lalu kemudian direnggut hak bahagianya dengan dihadapkan pada kenyataan kerusakan moralitas yang menjijikkan, sungguh sangat miris. Kenapa ada manusia yang begitu tega merenggut harga diri orang lain dengan cara yang begitu biadab.

“Sorry, untuk pagi tadi...” Raffan berucap sambil meringis.

“Nggak mudah menjalani hidup dengan normal saat seseorang pernah mengalami peristiwa traumatik, tapi kebahagiaan milik semua orang, kita hanya perlu usaha dan tekad yang lebih kuat untuk meraihnya.” Atisha sebenarnya tak tahu harus berkata apa, dulu ia kecewa karena mamanya memilih menyerah dan tidak berjuang untuk sembuh, tapi pada akhirnya ia sadar tidaklah mudah menjadi mereka. Atisha kembali menatap Raffan, ia tak pernah mengira pria dihadapannya yang terlihat tanpa cela dan kekurangan secara fisik dan finansial, ternyata menyimpan kisah yang begitu kelam.

“Saya sudah berusaha untuk sembuh. Beberapa psikiater sudah saya sambangi, tapi tetap saja perasaan itu masih menghantui saya. Mbak ingat saat saya muntah-muntah di pinggir jalan? Malam itu saya baru saja bertemu dengan perempuan yang dijodohkan dengan saya, pakaiannya yang terekspos membuat saya mual.” Tentu Atihsa ingat. Saat itu Atisha justru mengira bahwa pria itu mungkin sedang masuk angin atau terserang Maag.

“Saya lelah … hanya kamu yang bisa bantu saya,” Pintanya penuh harap namun Atisha justru menggeleng.

“Menikah dengan saya bukan solusi justru bisa menjadi masalah baru,” Atisha mencoba memberi pengertian.

“Hanya ini jalan satu-satunya bagi saya. Saya hanya butuh status dan tidak akan ikut campur dengan kehidupan kamu lebih jauh, saya akan menafkahi kamu secara lahir dan melindungi kamu sebagaimana tanggung jawab suami atas istrinya. Karena saya tidak akan mampu memberi nafkah batin, saya akan melepaskan kamu jika suatu saat kamu ingin pergi bersama dengan pria yang kamu cintai.” Raffan mencoba meyakinkan, sementara Atisha menghela nafas panjang.

“Kita bisa membuat kesepakatan untuk melindungi dan menjamin hak-hak kamu. Tulis apapun keinginan kamu dalam surat perjanjian pranikah dan saya akan penuhi segalanya. Saya hanya butuh status sebagai suami, untuk terlihat normal dan manusiawi.” Atisha menunduk mencoba berfikir, sungguh ia kasihan pada pria dihadapannya. Selain itu sebenarnya dirinya juga butuh status pernikahan, untuk membuat omanya merasa lega dan membuat beberapa laki-laki yang masih kekeh mengejarnya menyerah, ia tak butuh laki-laki normal dalam hidupnya yang ia butuh hanya teman hidup dan sepertinya ia bisa percaya pada pria di hadapannya. Handphonenya bergetar saat Atisha masih bergelut dengan Fikiranya.

“Iya dok, Eh.” Atisha melirik pergelangan tangannya lalu meringis, menyadari ia sudah terlalu lama, dokter jaga yang harus ia gantikan itu pasti sudah hendak pulang.

“Maaf dok, ini saya sudah baru mau menuju kerumah sakit … iya, terimakasih.” Atisha menatap Raffan.

“Saya butuh waktu untuk berfikir,” Ucap Atisha, berdiri dan meraih tasnya.

“Tentu, ini memang bukan hal yang mudah diputuskan.”

“Saya harus pergi sekarang.” Perempuan itu mengangguk sopan sebelum bergegas pergi. Sementara Raffan mengikutinya dengan pandangan mata, sebelum bersandar dan menghela nafas, entah mengapa ia sangat lega telah terbuka dengan perempuan itu. Raffan yakin, bahwa bersama dengan Atisha adalah keputusan yang tepat untuk saat ini, karena dengan menikah ia akan terlihat sebagai pria dewasa yang punya kehidupan normal.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dinikahi Mantan Adik Ipar   extra part 2

    "Sayang, aku nggak bermaksud buat ingkar janji." Rayyan membujuk setengah putus asa, saat istrinya meninggalkan kamar mereka dan memilih berbaring di atas sofa ruang tengah. "Harusnya nggak usah janji sejak awal." Atisha berenggut memunggunginya. "Maaf ya, janji nggak ak—" "Nggak usah janji lagi! Jatuhnya kamu jadi pembohong tau nggak." "Sayang, maafin aku." pria itu mengambil tempat disisi istrinya, membuat Atisha kian kesal. "Lepas nggak!" Perempuan itu berontak dalam belitan tangan suaminya, sofa yang sempit membuat mereka nyaris terjengkang. "Kamu mau buat aku jatuh? Perut aku sakit tau dibelit kayak gitu. Nggak usah dekat-dekat!" Atisha berucap dengan ketus sambil menatap suaminya tajam. " Tadi Macet sayang. Aku telat, juga karena ternyata meeting-nya alot, karena meyakinkan klien tadi ternyata butuh waktu yang nggak sebentar." Rayyan berdiri di sisi sofa, sambil menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Menghadapi Istrinya dalam mede ngambek seperti ini merupakan hal ya

  • Dinikahi Mantan Adik Ipar   Ekstra Part

    Pria itu menyeka setetes air mata di pipi yang tak betah di pelupuknya. Genggaman hangatnya ditangan sang istri tak ia lepas sejak satu setengah jam yang lalu. Atisha masih terlelap pulas. Sesekali pria itu mengelus punggung tangan istrinya yang agak bengkak. Flebitis akibat bekas jarum infus, sehingga pemasangan infus di pindahkan di tangan lainnya. Pria itu terpejam, sudah banyak untaian kata maaf ia ucapkan pada sang istri. Ternyata, tak mampu menebus dosa dan mengeringkan penyesalan atas perbuatannya di masa lalu. Ia pernah teramat menyakiti sang istri secara brutal. Sakit istrinya kali ini diluar kuasanya. Ia benar-benar tak berniat menyakiti istrinya lagi. Meski secara tidak langsung ada andilnya pada sakit sang istri. Kehamilan istrinya cukup lemah, perempuannya tak jarang mengalami kram perut hingga bercak darah akhir-akhir ini. Belum lagi morning sicknes yang membuat istrinya kian pucat sejak trimester awal hingga trimester kedua ini. Rayyan mengecup tangan perempuan itu. B

  • Dinikahi Mantan Adik Ipar   Lima Puluh Delapan

    Saat membuka mata dan mengerjap, Atisha mendapati suaminya tersenyum lembut padanya. Pria itu menyelipkan anak rambut yang menutupi sebagian wajah istrinya. "Mas." Atisha menatap lekat suaminya, kembali mengingat percakapan mereka sebelum ia jatuh tertidur. Ia Lalu menghembuskan napas dan memeluk sang suami mencari posisi nyaman. "Kok udah bangun sih, padahal tidur baru tiga puluh menit." Rayyan mengangkat tangannya yang bebas dan melirik jam tangannya. "Nggak nyaman yah tidurnya? Pindah di kasur aja yuk." Ajak Rayyan, Atisha hanya menggeleng. "Udah jam berapa?" "Jam lima lewat." Rayyan mendekap hangat istrinya, pipinya menempel di kepala istrinya. Pria itu memejamkan mata sambil tersenyum tak dapat membendung keharuannya dengan kemajuan pesat dalam hubungan mereka setelah sekian lama. Mengungkapkan hal yang selama ini mereka pendam bertahun-tahun memang tidak mudah, bagai mengangkat bongkahan batu yang telah lama tertimbun. Namun sepadan dengan kelegaan yang kini mereka hirup

  • Dinikahi Mantan Adik Ipar   Lima Puluh Tujuh

    "Kamu nggak ngerti, kamu nggak ingat sama aku yang pernah ngejar-ngejar kamu saat SMA." Atisha menatap suaminya dengan serius, ia sama sekali tak tahu maksud suaminya."Kamu mah, dulu hanya melihat Jerome. Mengabaikan cowok lain yang sedang berusaha dekat sama kamu, padahal aku baru tahu suka dan cinta sama cewek itu apa, kompleks banget karena langsung mengecap sakitnya patah hati..." Rayyan berucap sambil menyentuh pelipisnya, tampak menerawang. Ternyata pengalaman buruk itu masih membuat hatinya meradang kala mengingatnya."Aku cowok yang pernah berkompetisi dengan kamu di salah-satu olimpiade mewakili SMA Gantara. Kamu ingat nggak? Cowok yang selalu berusaha ngedeketin kamu, nungguin kamu setiap pulang sekolah bahkan nekat nerobos masuk di sekolah kamu demi bisa kenal dekat dengan kamu, tapi selalu di cuekin dan kamu anggap nggak kasat mata. Terakhir di taman depan perpustakaan umum, waktu itu aku coba deketin kamu lagi dan jujur tentang perasaan aku, tapi malah nggak digubris pad

  • Dinikahi Mantan Adik Ipar   Lima Puluh Enam

    "Asha, kok udah bangun jam segini?" Tanya Raisa saat menatap siapa yang berada di depan pintu kamarnya menjelang subuh seperti ini, Asha berdiri di depan pintu kamarnya mendongak menatap wajah sang nenek dengan sorot berkaca-kaca sambil memeluk boneka koala kesayangannya."Cucu Oma kenapa, jam segini kok sudah bangun?" Mendengar pertanyaan keheranan Omanya membuat gadis kecil itu menitihkan air matanya."Mami nggak ada," lirihnya dengan bibir bergetar, Raisa segera menggendong cucunya yang langsung terisak di dekapannya. "Didinya Asha juga belum pulang ya?" Tanya Raisa yang dijawab Asha dengan gelengan kepala, semalam putranya itu belum pulang saat ia masuk kamar dan tertidur. "Asha jangan nangis. Sayang..." Raisa berujar khawatir saat cucunya menangis sesegukan. Selama ini, cucu kesayangannya itu jarang menangis seperti ini, ia lalu menoleh kearah Ghifari yang masih tertidur."Memang maminya kemana?" Tanyanya mengelus lembut punggung cucunya. Ia benar-benar bingung saat tiba-tiba cu

  • Dinikahi Mantan Adik Ipar   Lima Puluh Lima

    Atisha ditemani dua orang koas baru di stase obgyn yang tengah mengobrol dengannya mendiskusikan kondisi pasien kepadanya, teramat serius sampai tidak melihat dokter Kikan yang hendak ke poli, berpapasan dengannya andai perempuan itu tidak menyapanya lebih dulu. "Selamat pagi." "Pagi, dokter Kikan..." jawab Atisha dengan senyum ramah. "Udah lepas jaga kan, papanya Asha di depan nungguin tuh," ujarnya, sambil tersenyum."Oh iya dok, makasih infonya yah. Padahal tadi mau sarapan bareng mereka dulu di kafetaria sebelum balik. Maaf, lain kali ya..." Atisha menoleh pada dua dokter muda di sisinya. "Iyya dok, nggak papa," jawabnya berbarengan. Atisha lalu pamit sebelum meninggalkan mereka. Rayyan menjemputnya adalah suatu hal yang langka sebenarnya, jadi ia tak ingin membuat pria itu menungguinya terlalu lama."Hai," Rayyan tersenyum kearah Atisha yang menghampirinya. Perempuan itu menghela nafas lirih, sebelum balas tersenyum. "Assalamualaikum," ucapannya sebelum meraih punggung tangan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status