Share

Tujuh

“Assalamu’al…” Atihsa tercekat saat menatap seseorang yang tengah tersenyum kearahnya duduk disamping sang oma.

“Jerome, kamu!” Atisha berucap dengan suara bergetar, sarat akan emosi menatap pria yang pernah menabur harapan lalu layu sebelum berkembang. Bodohnya Atisha pernah percaya bahwa cinta itu memang ada karena pria dihadapannya dan Atisha sungguh menyesali kebodohannya itu, karena pada akhirnya semua hanyalah gurauan dan omong kosong.

“Akhirnya aku bisa ketemu kamu lagi Tisha,” Pria itu tersenyum lebar berjalan mendekatinya, namun Atisha justru mundur menggenggam tangan Raffan. Membuat Jerome berhenti dan berdiri kaku, menyadari bahwa mungkin ia terlambat, kini Atisha bersama si sulung Ghifari.

“Jerome Alvaro, saya tidak menyangka bisa bertemu anda disini,” Raffan berucap ramah, mencoba mencairkan kebekuan diantara mereka. Bagaimanapun dalam dunia bisnis, hubungan keluarga mereka terjalin dengan baik.

“Raffan Ghifari, senang bisa bertemu anda,” Jerom mengulurkan tangannya, namun tangan Atisha sepertinya enggan melepas genggamannya dari tangan Raffan. Membuat Jerome menghela nafas berat sebelum menjatuhkan tangannya dengan hampa.

“Sorry, sepertinya calon istri saya dalam mode posesifnya,” Raffan berucap sambil tersenyum gemas pada tingkah perempuan di sampingnya.

“Calon istri?” Jerome berucap kaget, sementara Raffan menatap penasaran pada Jerome, entah hubungan apa yang pernah terjalin diantara Jerome dan perempuan di sampingnya.

“Tisha, kamu nggak bisa ngelakuin ini,” pria itu berucap dengan sorot kecewa. Namun Atisha justru mengabaikan pria itu, lalu berjalan menghampiri sang Oma yang sedang terlelap. Sementara Raffan memilih menyingkir dan duduk di sofa.

“Maaf, maksud kamu?” Atisha akhirnya angkat suara namun enggan menoleh.

“Kita udah bersumpah Sha, kamu nggak mungkin lupa.”

“Oh ya? sepertinya bukan saya yang lupa. Cukup, kita nggak mungkin bahas hal konyol itu disaat kita sudah sama-sama dewasa.”

“Atisha, aku sebaiknya menunggu di luar saja,” Raffan beranjak, tak sebaiknya berada diantara mereka saat dua orang di depannya tengah mempertanyakan hubungan mereka.

“Nggak usah Raff, nggak ada yang penting untuk kami bicarakan kok,” Atisha melirik arlojinya.

“Kita mau ke rumah orang tua kamu kan? Lagian oma juga udah pulas banget nih, kalau nunggu oma bangun, bakal keburu larut malam buat ketemu keluarga kamu.” Raffan hanya bisa mengangguk. Sementara Jerome hanya terdiam kaku.

“Jerome, mungkin saat ini kamu hanya berada dalam fase bosan sehingga kamu balik nyari aku lagi. Tapi sekarang aku nggak mungkin ada waktu untuk mendengarkan curahan hati kamu, pulanglah Jer.” Atisha berucap sambil menatap pria yang berdiri beberapa langkah dihadapan Jerome sebelum melewatinya dan berjalan menyusul Raffan yang keluar lebih dulu.

“Astaga ...” Saat di dalam mobil perempuan itu meringis, dia tak percaya pernah terlena dengan bujuk rayu yang mengatas namakan cinta yang bertabur dengan janji setia, itu benar-benar kebodohan yang teramat menggelikkan.

“Kamu nggak apa-apa kan?” Tanya Raffan yang duduk dibalik kemudi sambil menoleh kesamping.

“Nggak apa-apa.”

“Aku harap kamu nggak berpaling pada laki-laki sempurna itu dan meninggalkan laki-laki sepertiku yang masih butuh uluran tanganmu.” Raffan mengelus dada dramatis.

“Physically, kamu masih diatas dia kok dan kayaknya aku lebih nyaman dengan orang seperti kamu, yang nggak memandang perempuan sebagai objek.”

“Wah, terima kasih atas sanjungannya.” Raffan membungkuk memberi penghormatan, membuat Atisha tertawa.

“Dia pernah bersumpah hanya akan menikah sama aku, dan bodohnya aku malah ikutan bersumpah gitu. Biasalah masa labil putih abu-abu, dimana anak remaja lagi labil-labilnya. Dulu dia itu udah jadi malaikat buat aku. Aku menghargai dia karena pernah menjaga aku dari keisengan cowok-cowok. Tau kan kamu kalau calon istri kamu ini cantik banget,” ucap Atisha narsis.

“Percaya deh … tapi bukannya sejak dulu kamu selalu menutup wajah kamu ya?” Raffan kembali menoleh, menatap perempuan disampingnya.

“Buliyying. Kakak kelas aku nggak suka aku menyaingi mereka dalam lomba apa ya? Wku lupa, pokoknya dulu ada semacam lomba menulis gitu. Mereka narik jilbab sama masker aku di selasar sekolah pada saat jam istrahat, sumpah malunya sampai keubun-ubun.” Atisha mendesah, lalu menatap jalan dari jendela.

“Lagian kenapa sih kamu nutupin kecantikan kamu?” Tanya Raffan penasaran, tak menyadari jika perempuan yang menatap kearah jendela tengah menyeka air matanya.

“Atisha?” Tanya Raffan menyadari perempuan hanya terdiam menatap keluar jendela.

“Cantik itu kutukan, aku nggak mau punya nasib sama kayak dia.” Jawabnya serak, membuat Raffan menautkan alisnya.

“Aku nggak mungkin cerita sama orang asing,” Ucap Atisha setelah kembali tenang. Raffan menghela nafas.

“Yah, kita hanya orang asing yang nekat ingin menikah.”

~

Ketika tiba di kediaman orang tua Raffan, Atisha dilanda gugup, mungkin karena melihat kemegahan rumah konglomerat keluarga Ghifari menyadarkannya pada kenyataan betapa kehidupan mereka jauh berbeda, bagai langit dan bumi, Raffan adalah seorang putra mahkota dan dirinya hanyalah seorang upik abu. Meski semuanya hanyalah sandiwara, tetap saja dirinya merasa tak layak untuk berdiri berdampingan dengan pria yang kini membimbingnya memasuki rumah mewah itu.

“Assalamu’alaikum Ma, Pa.” Sapa Raffan pada kedua orang tuanya yang sedang duduk di ruang keluarga. Baik Raffan dan Atisha menyalimi mereka bergantian, meski kedua pasangan setengah baya itu masih tercengang, tak percaya jika putra sulung mereka menggandeng seorang perempuan.

“Ma, Pa. Kenalin ini Atisha, pacar Raffan." Raffan mulai mengenalkan Atisha.

"Alasan kenapa Raffan selalu menolak perjodohan yang kalian lakukan. Sebenarnya pencaharian Raffan sejak lama sudah berakhir pada Atisha, kami saling mencintai dan mungkin sudah saatnya kami melangkah ke kejenjang yang lebih serius.” Raffan berujar lembut pada kedua orang tuannya menggenggam tangan gadis itu, sementara Atisha meringis dalam hati, rasa bersalah yang tiba-tiba mencuak memenuhi rongga dadanya membuatnya mulai menyesali keputusannya.

“Sejak kapan dan kenapa kalian baru jujur sekarang?” Tanya Ghifari menatap mereka bergantian.

“Kami udah kenal lama, tapi memutuskan buat bersama sudah lima tahun, saat itu Atisha baru masuk kuliah kedokteran sedang Raffan baru menyelesaikan kuliah di London.” Jawab Raffan tanpa ragu, sementara Atisha hanya mampu menunduk.

“Kami baru jujur, karena Atisha selalu ragu untuk diperkenalkan. Atisha ragu Mama dan Papa nggak menerimanya karena latar belakang kami jauh berbeda. Padahal Raffan udah berusaha meyakinkan sejak awal bahwa papa dan mama nggak pernah memandang rendah strata sosial seseorang, iya kan?” Rasanya Atisha ingin menghilang saja, betapa pandai pria di sampingnya merancang skenario.

“Andai Raffan nggak mengancam akan menerima perjodohan selanjutnya, Atisha mungkin nggak akan ada disini malam ini.” Atisha menghela nafas sangat pelan, sebelum meyakinkan diri untuk menatap kedua orang tua Raffan, terlambat untuk mundur sekarang.

“Maafin saya Om, Tante.” Atisha berucap dengan sorot menyesal. Membuat kedua orang tua Raffan menghela nafas panjang. Raffan maupun Atisha saling memandang dengan cemas.

“Sepertinya nggak gampang buat maafin kamu. Ini benar-benar terlambat dan kamu sudah membuat saya khawatir dan berfikir bahwa putra sulung saya itu menyimpang.” Ghifari menggeleng mendengar ucapan sang istri. Namun beberapa saat kemudian Raisa tersenyum menatap sepasang muda mudi dihadapannya.

“Kalian harus dihukum untuk itu, pernikahan kalian diputuskan akhir bulan depan.” Putus mamanya, membuat Raffan dan Atisha tercengang.

“Tapi Ma …”

“Nggak ada protes Raf, menurut dengan keputusan mama atau kalian sama sekali nggak bakal dapat restu kami.” Tegas mamanya membuat Raffan tercekat, sementara Ghifari hanya mengelus pundak istrinya.

“Oke, oke. Kamu nggak keberatan kan?” Raffan menatap Atisha, sementara Atisha sedang sibuk mengingat bahwa akhir bulan depan juga merupakan pernikahan sahabatnya, Rina, bisa diamuk dia kalau sampai pernikahan mereka bertepatan.

“Atis?” Tanya Raffan lagi.

“Akhir bulan depan tanggal 30 pernikahan Rina sahabat aku Raf, kalau diperkenankan jangan di tanggal itu ya?” Ucap Atisha sambil meringis.

“Hahaha … aku kira kamu lagi mikirin apa,” Raffan tertawa menyaksikan ekspresi Atisha sejak tadi.

“Ya kalau begitu kita ambil sebelum tanggal itu, oh iya orang tua kamu bagaimana?”

“Orang tua saya sudah tidak ada Tante, saya hanya bersama Oma saya.” Kali ini Atisha pasrah, tentang apa yang akan mereka fikirkan tentang keluarganya, yang pasti dia tidak akan berbohong tentang asal usulnya.

“Jujur, saya tidak punya ayah,” ucapannya lirih sambil menunduk.

“Mama saya hanya korban…” Atisha mulai berkaca-kaca, ternyata masih begitu sulit membayangkan seberapa besar sakit yang dialami mamanya. Raisa yang melihat calon menantunya menahan genangan air mata, berpindah tempat duduk, kemudian memeluk perempuan muda itu yang pada akhirnya menumpahkan tangisannya saat merasakan pelukan hangat seorang ibu untuk pertama kalinya. Sementara Raffan hanya terdiam, ia sama sekali tak tau apa yang dialami perempuan di sampingnya namun dirinya seakan ikut merasakan sakit yang dirasakannya.

“Mama saya depresi sejak saya dikandungnya … Tuhan mengizinkan saya melihat dunia dan menyaksikan seberapa besar penderitaan mama, dia nggak pernah memeluk saya seperti ini … hiks, tapi saya selalu memeluknya, meyakinkannya bahwa saya sayang banget sama mama,” Atisha berhenti, tak menyangka ia akan bercerita seperti ini. Tapi pelukan Mama Raffan benar-benar membuatnya tak berdaya, ia tak kuasa untuk menahannya.

“Di usia sebelas tahun mama meninggalkan saya untuk selamanya.” Atisha mencoba menghela nafas, lalu menghapus air matanya.

“Mulai sekarang saya menjadi mama kamu ya,” Raisa mengelus punggungnya lembut, air matanya ikut luruh. Atisha mengangguk menatap wajah cantik Raisa, sambil tersenyum namun air matanya masih terus jatuh. Raisa membuka masker Atisha lalu mengelus pipi gadis itu dengan lembut membersihkan jejak air matanya dan kembali memeluknya.

“Kayaknya mama harus berterima kasih sama kamu Raff, akhirnya mama benar-benar punya anak perempuan yang cantik banget,” Ucapnya dengan haru di balik punggung Atisha, menatap putranya yang tersenyum kearahnya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status