Share

Tujuh

Author: Riri Afsana
last update Last Updated: 2022-09-19 07:47:22

“Assalamu’al…” Atihsa tercekat saat menatap seseorang yang tengah tersenyum kearahnya duduk disamping sang oma.

“Jerome, kamu!” Atisha berucap dengan suara bergetar, sarat akan emosi menatap pria yang pernah menabur harapan lalu layu sebelum berkembang. Bodohnya Atisha pernah percaya bahwa cinta itu memang ada karena pria dihadapannya dan Atisha sungguh menyesali kebodohannya itu, karena pada akhirnya semua hanyalah gurauan dan omong kosong.

“Akhirnya aku bisa ketemu kamu lagi Tisha,” Pria itu tersenyum lebar berjalan mendekatinya, namun Atisha justru mundur menggenggam tangan Raffan. Membuat Jerome berhenti dan berdiri kaku, menyadari bahwa mungkin ia terlambat, kini Atisha bersama si sulung Ghifari.

“Jerome Alvaro, saya tidak menyangka bisa bertemu anda disini,” Raffan berucap ramah, mencoba mencairkan kebekuan diantara mereka. Bagaimanapun dalam dunia bisnis, hubungan keluarga mereka terjalin dengan baik.

“Raffan Ghifari, senang bisa bertemu anda,” Jerom mengulurkan tangannya, namun tangan Atisha sepertinya enggan melepas genggamannya dari tangan Raffan. Membuat Jerome menghela nafas berat sebelum menjatuhkan tangannya dengan hampa.

“Sorry, sepertinya calon istri saya dalam mode posesifnya,” Raffan berucap sambil tersenyum gemas pada tingkah perempuan di sampingnya.

“Calon istri?” Jerome berucap kaget, sementara Raffan menatap penasaran pada Jerome, entah hubungan apa yang pernah terjalin diantara Jerome dan perempuan di sampingnya.

“Tisha, kamu nggak bisa ngelakuin ini,” pria itu berucap dengan sorot kecewa. Namun Atisha justru mengabaikan pria itu, lalu berjalan menghampiri sang Oma yang sedang terlelap. Sementara Raffan memilih menyingkir dan duduk di sofa.

“Maaf, maksud kamu?” Atisha akhirnya angkat suara namun enggan menoleh.

“Kita udah bersumpah Sha, kamu nggak mungkin lupa.”

“Oh ya? sepertinya bukan saya yang lupa. Cukup, kita nggak mungkin bahas hal konyol itu disaat kita sudah sama-sama dewasa.”

“Atisha, aku sebaiknya menunggu di luar saja,” Raffan beranjak, tak sebaiknya berada diantara mereka saat dua orang di depannya tengah mempertanyakan hubungan mereka.

“Nggak usah Raff, nggak ada yang penting untuk kami bicarakan kok,” Atisha melirik arlojinya.

“Kita mau ke rumah orang tua kamu kan? Lagian oma juga udah pulas banget nih, kalau nunggu oma bangun, bakal keburu larut malam buat ketemu keluarga kamu.” Raffan hanya bisa mengangguk. Sementara Jerome hanya terdiam kaku.

“Jerome, mungkin saat ini kamu hanya berada dalam fase bosan sehingga kamu balik nyari aku lagi. Tapi sekarang aku nggak mungkin ada waktu untuk mendengarkan curahan hati kamu, pulanglah Jer.” Atisha berucap sambil menatap pria yang berdiri beberapa langkah dihadapan Jerome sebelum melewatinya dan berjalan menyusul Raffan yang keluar lebih dulu.

“Astaga ...” Saat di dalam mobil perempuan itu meringis, dia tak percaya pernah terlena dengan bujuk rayu yang mengatas namakan cinta yang bertabur dengan janji setia, itu benar-benar kebodohan yang teramat menggelikkan.

“Kamu nggak apa-apa kan?” Tanya Raffan yang duduk dibalik kemudi sambil menoleh kesamping.

“Nggak apa-apa.”

“Aku harap kamu nggak berpaling pada laki-laki sempurna itu dan meninggalkan laki-laki sepertiku yang masih butuh uluran tanganmu.” Raffan mengelus dada dramatis.

“Physically, kamu masih diatas dia kok dan kayaknya aku lebih nyaman dengan orang seperti kamu, yang nggak memandang perempuan sebagai objek.”

“Wah, terima kasih atas sanjungannya.” Raffan membungkuk memberi penghormatan, membuat Atisha tertawa.

“Dia pernah bersumpah hanya akan menikah sama aku, dan bodohnya aku malah ikutan bersumpah gitu. Biasalah masa labil putih abu-abu, dimana anak remaja lagi labil-labilnya. Dulu dia itu udah jadi malaikat buat aku. Aku menghargai dia karena pernah menjaga aku dari keisengan cowok-cowok. Tau kan kamu kalau calon istri kamu ini cantik banget,” ucap Atisha narsis.

“Percaya deh … tapi bukannya sejak dulu kamu selalu menutup wajah kamu ya?” Raffan kembali menoleh, menatap perempuan disampingnya.

“Buliyying. Kakak kelas aku nggak suka aku menyaingi mereka dalam lomba apa ya? Wku lupa, pokoknya dulu ada semacam lomba menulis gitu. Mereka narik jilbab sama masker aku di selasar sekolah pada saat jam istrahat, sumpah malunya sampai keubun-ubun.” Atisha mendesah, lalu menatap jalan dari jendela.

“Lagian kenapa sih kamu nutupin kecantikan kamu?” Tanya Raffan penasaran, tak menyadari jika perempuan yang menatap kearah jendela tengah menyeka air matanya.

“Atisha?” Tanya Raffan menyadari perempuan hanya terdiam menatap keluar jendela.

“Cantik itu kutukan, aku nggak mau punya nasib sama kayak dia.” Jawabnya serak, membuat Raffan menautkan alisnya.

“Aku nggak mungkin cerita sama orang asing,” Ucap Atisha setelah kembali tenang. Raffan menghela nafas.

“Yah, kita hanya orang asing yang nekat ingin menikah.”

~

Ketika tiba di kediaman orang tua Raffan, Atisha dilanda gugup, mungkin karena melihat kemegahan rumah konglomerat keluarga Ghifari menyadarkannya pada kenyataan betapa kehidupan mereka jauh berbeda, bagai langit dan bumi, Raffan adalah seorang putra mahkota dan dirinya hanyalah seorang upik abu. Meski semuanya hanyalah sandiwara, tetap saja dirinya merasa tak layak untuk berdiri berdampingan dengan pria yang kini membimbingnya memasuki rumah mewah itu.

“Assalamu’alaikum Ma, Pa.” Sapa Raffan pada kedua orang tuanya yang sedang duduk di ruang keluarga. Baik Raffan dan Atisha menyalimi mereka bergantian, meski kedua pasangan setengah baya itu masih tercengang, tak percaya jika putra sulung mereka menggandeng seorang perempuan.

“Ma, Pa. Kenalin ini Atisha, pacar Raffan." Raffan mulai mengenalkan Atisha.

"Alasan kenapa Raffan selalu menolak perjodohan yang kalian lakukan. Sebenarnya pencaharian Raffan sejak lama sudah berakhir pada Atisha, kami saling mencintai dan mungkin sudah saatnya kami melangkah ke kejenjang yang lebih serius.” Raffan berujar lembut pada kedua orang tuannya menggenggam tangan gadis itu, sementara Atisha meringis dalam hati, rasa bersalah yang tiba-tiba mencuak memenuhi rongga dadanya membuatnya mulai menyesali keputusannya.

“Sejak kapan dan kenapa kalian baru jujur sekarang?” Tanya Ghifari menatap mereka bergantian.

“Kami udah kenal lama, tapi memutuskan buat bersama sudah lima tahun, saat itu Atisha baru masuk kuliah kedokteran sedang Raffan baru menyelesaikan kuliah di London.” Jawab Raffan tanpa ragu, sementara Atisha hanya mampu menunduk.

“Kami baru jujur, karena Atisha selalu ragu untuk diperkenalkan. Atisha ragu Mama dan Papa nggak menerimanya karena latar belakang kami jauh berbeda. Padahal Raffan udah berusaha meyakinkan sejak awal bahwa papa dan mama nggak pernah memandang rendah strata sosial seseorang, iya kan?” Rasanya Atisha ingin menghilang saja, betapa pandai pria di sampingnya merancang skenario.

“Andai Raffan nggak mengancam akan menerima perjodohan selanjutnya, Atisha mungkin nggak akan ada disini malam ini.” Atisha menghela nafas sangat pelan, sebelum meyakinkan diri untuk menatap kedua orang tua Raffan, terlambat untuk mundur sekarang.

“Maafin saya Om, Tante.” Atisha berucap dengan sorot menyesal. Membuat kedua orang tua Raffan menghela nafas panjang. Raffan maupun Atisha saling memandang dengan cemas.

“Sepertinya nggak gampang buat maafin kamu. Ini benar-benar terlambat dan kamu sudah membuat saya khawatir dan berfikir bahwa putra sulung saya itu menyimpang.” Ghifari menggeleng mendengar ucapan sang istri. Namun beberapa saat kemudian Raisa tersenyum menatap sepasang muda mudi dihadapannya.

“Kalian harus dihukum untuk itu, pernikahan kalian diputuskan akhir bulan depan.” Putus mamanya, membuat Raffan dan Atisha tercengang.

“Tapi Ma …”

“Nggak ada protes Raf, menurut dengan keputusan mama atau kalian sama sekali nggak bakal dapat restu kami.” Tegas mamanya membuat Raffan tercekat, sementara Ghifari hanya mengelus pundak istrinya.

“Oke, oke. Kamu nggak keberatan kan?” Raffan menatap Atisha, sementara Atisha sedang sibuk mengingat bahwa akhir bulan depan juga merupakan pernikahan sahabatnya, Rina, bisa diamuk dia kalau sampai pernikahan mereka bertepatan.

“Atis?” Tanya Raffan lagi.

“Akhir bulan depan tanggal 30 pernikahan Rina sahabat aku Raf, kalau diperkenankan jangan di tanggal itu ya?” Ucap Atisha sambil meringis.

“Hahaha … aku kira kamu lagi mikirin apa,” Raffan tertawa menyaksikan ekspresi Atisha sejak tadi.

“Ya kalau begitu kita ambil sebelum tanggal itu, oh iya orang tua kamu bagaimana?”

“Orang tua saya sudah tidak ada Tante, saya hanya bersama Oma saya.” Kali ini Atisha pasrah, tentang apa yang akan mereka fikirkan tentang keluarganya, yang pasti dia tidak akan berbohong tentang asal usulnya.

“Jujur, saya tidak punya ayah,” ucapannya lirih sambil menunduk.

“Mama saya hanya korban…” Atisha mulai berkaca-kaca, ternyata masih begitu sulit membayangkan seberapa besar sakit yang dialami mamanya. Raisa yang melihat calon menantunya menahan genangan air mata, berpindah tempat duduk, kemudian memeluk perempuan muda itu yang pada akhirnya menumpahkan tangisannya saat merasakan pelukan hangat seorang ibu untuk pertama kalinya. Sementara Raffan hanya terdiam, ia sama sekali tak tau apa yang dialami perempuan di sampingnya namun dirinya seakan ikut merasakan sakit yang dirasakannya.

“Mama saya depresi sejak saya dikandungnya … Tuhan mengizinkan saya melihat dunia dan menyaksikan seberapa besar penderitaan mama, dia nggak pernah memeluk saya seperti ini … hiks, tapi saya selalu memeluknya, meyakinkannya bahwa saya sayang banget sama mama,” Atisha berhenti, tak menyangka ia akan bercerita seperti ini. Tapi pelukan Mama Raffan benar-benar membuatnya tak berdaya, ia tak kuasa untuk menahannya.

“Di usia sebelas tahun mama meninggalkan saya untuk selamanya.” Atisha mencoba menghela nafas, lalu menghapus air matanya.

“Mulai sekarang saya menjadi mama kamu ya,” Raisa mengelus punggungnya lembut, air matanya ikut luruh. Atisha mengangguk menatap wajah cantik Raisa, sambil tersenyum namun air matanya masih terus jatuh. Raisa membuka masker Atisha lalu mengelus pipi gadis itu dengan lembut membersihkan jejak air matanya dan kembali memeluknya.

“Kayaknya mama harus berterima kasih sama kamu Raff, akhirnya mama benar-benar punya anak perempuan yang cantik banget,” Ucapnya dengan haru di balik punggung Atisha, menatap putranya yang tersenyum kearahnya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dinikahi Mantan Adik Ipar   extra part 2

    "Sayang, aku nggak bermaksud buat ingkar janji." Rayyan membujuk setengah putus asa, saat istrinya meninggalkan kamar mereka dan memilih berbaring di atas sofa ruang tengah. "Harusnya nggak usah janji sejak awal." Atisha berenggut memunggunginya. "Maaf ya, janji nggak ak—" "Nggak usah janji lagi! Jatuhnya kamu jadi pembohong tau nggak." "Sayang, maafin aku." pria itu mengambil tempat disisi istrinya, membuat Atisha kian kesal. "Lepas nggak!" Perempuan itu berontak dalam belitan tangan suaminya, sofa yang sempit membuat mereka nyaris terjengkang. "Kamu mau buat aku jatuh? Perut aku sakit tau dibelit kayak gitu. Nggak usah dekat-dekat!" Atisha berucap dengan ketus sambil menatap suaminya tajam. " Tadi Macet sayang. Aku telat, juga karena ternyata meeting-nya alot, karena meyakinkan klien tadi ternyata butuh waktu yang nggak sebentar." Rayyan berdiri di sisi sofa, sambil menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Menghadapi Istrinya dalam mede ngambek seperti ini merupakan hal ya

  • Dinikahi Mantan Adik Ipar   Ekstra Part

    Pria itu menyeka setetes air mata di pipi yang tak betah di pelupuknya. Genggaman hangatnya ditangan sang istri tak ia lepas sejak satu setengah jam yang lalu. Atisha masih terlelap pulas. Sesekali pria itu mengelus punggung tangan istrinya yang agak bengkak. Flebitis akibat bekas jarum infus, sehingga pemasangan infus di pindahkan di tangan lainnya. Pria itu terpejam, sudah banyak untaian kata maaf ia ucapkan pada sang istri. Ternyata, tak mampu menebus dosa dan mengeringkan penyesalan atas perbuatannya di masa lalu. Ia pernah teramat menyakiti sang istri secara brutal. Sakit istrinya kali ini diluar kuasanya. Ia benar-benar tak berniat menyakiti istrinya lagi. Meski secara tidak langsung ada andilnya pada sakit sang istri. Kehamilan istrinya cukup lemah, perempuannya tak jarang mengalami kram perut hingga bercak darah akhir-akhir ini. Belum lagi morning sicknes yang membuat istrinya kian pucat sejak trimester awal hingga trimester kedua ini. Rayyan mengecup tangan perempuan itu. B

  • Dinikahi Mantan Adik Ipar   Lima Puluh Delapan

    Saat membuka mata dan mengerjap, Atisha mendapati suaminya tersenyum lembut padanya. Pria itu menyelipkan anak rambut yang menutupi sebagian wajah istrinya. "Mas." Atisha menatap lekat suaminya, kembali mengingat percakapan mereka sebelum ia jatuh tertidur. Ia Lalu menghembuskan napas dan memeluk sang suami mencari posisi nyaman. "Kok udah bangun sih, padahal tidur baru tiga puluh menit." Rayyan mengangkat tangannya yang bebas dan melirik jam tangannya. "Nggak nyaman yah tidurnya? Pindah di kasur aja yuk." Ajak Rayyan, Atisha hanya menggeleng. "Udah jam berapa?" "Jam lima lewat." Rayyan mendekap hangat istrinya, pipinya menempel di kepala istrinya. Pria itu memejamkan mata sambil tersenyum tak dapat membendung keharuannya dengan kemajuan pesat dalam hubungan mereka setelah sekian lama. Mengungkapkan hal yang selama ini mereka pendam bertahun-tahun memang tidak mudah, bagai mengangkat bongkahan batu yang telah lama tertimbun. Namun sepadan dengan kelegaan yang kini mereka hirup

  • Dinikahi Mantan Adik Ipar   Lima Puluh Tujuh

    "Kamu nggak ngerti, kamu nggak ingat sama aku yang pernah ngejar-ngejar kamu saat SMA." Atisha menatap suaminya dengan serius, ia sama sekali tak tahu maksud suaminya."Kamu mah, dulu hanya melihat Jerome. Mengabaikan cowok lain yang sedang berusaha dekat sama kamu, padahal aku baru tahu suka dan cinta sama cewek itu apa, kompleks banget karena langsung mengecap sakitnya patah hati..." Rayyan berucap sambil menyentuh pelipisnya, tampak menerawang. Ternyata pengalaman buruk itu masih membuat hatinya meradang kala mengingatnya."Aku cowok yang pernah berkompetisi dengan kamu di salah-satu olimpiade mewakili SMA Gantara. Kamu ingat nggak? Cowok yang selalu berusaha ngedeketin kamu, nungguin kamu setiap pulang sekolah bahkan nekat nerobos masuk di sekolah kamu demi bisa kenal dekat dengan kamu, tapi selalu di cuekin dan kamu anggap nggak kasat mata. Terakhir di taman depan perpustakaan umum, waktu itu aku coba deketin kamu lagi dan jujur tentang perasaan aku, tapi malah nggak digubris pad

  • Dinikahi Mantan Adik Ipar   Lima Puluh Enam

    "Asha, kok udah bangun jam segini?" Tanya Raisa saat menatap siapa yang berada di depan pintu kamarnya menjelang subuh seperti ini, Asha berdiri di depan pintu kamarnya mendongak menatap wajah sang nenek dengan sorot berkaca-kaca sambil memeluk boneka koala kesayangannya."Cucu Oma kenapa, jam segini kok sudah bangun?" Mendengar pertanyaan keheranan Omanya membuat gadis kecil itu menitihkan air matanya."Mami nggak ada," lirihnya dengan bibir bergetar, Raisa segera menggendong cucunya yang langsung terisak di dekapannya. "Didinya Asha juga belum pulang ya?" Tanya Raisa yang dijawab Asha dengan gelengan kepala, semalam putranya itu belum pulang saat ia masuk kamar dan tertidur. "Asha jangan nangis. Sayang..." Raisa berujar khawatir saat cucunya menangis sesegukan. Selama ini, cucu kesayangannya itu jarang menangis seperti ini, ia lalu menoleh kearah Ghifari yang masih tertidur."Memang maminya kemana?" Tanyanya mengelus lembut punggung cucunya. Ia benar-benar bingung saat tiba-tiba cu

  • Dinikahi Mantan Adik Ipar   Lima Puluh Lima

    Atisha ditemani dua orang koas baru di stase obgyn yang tengah mengobrol dengannya mendiskusikan kondisi pasien kepadanya, teramat serius sampai tidak melihat dokter Kikan yang hendak ke poli, berpapasan dengannya andai perempuan itu tidak menyapanya lebih dulu. "Selamat pagi." "Pagi, dokter Kikan..." jawab Atisha dengan senyum ramah. "Udah lepas jaga kan, papanya Asha di depan nungguin tuh," ujarnya, sambil tersenyum."Oh iya dok, makasih infonya yah. Padahal tadi mau sarapan bareng mereka dulu di kafetaria sebelum balik. Maaf, lain kali ya..." Atisha menoleh pada dua dokter muda di sisinya. "Iyya dok, nggak papa," jawabnya berbarengan. Atisha lalu pamit sebelum meninggalkan mereka. Rayyan menjemputnya adalah suatu hal yang langka sebenarnya, jadi ia tak ingin membuat pria itu menungguinya terlalu lama."Hai," Rayyan tersenyum kearah Atisha yang menghampirinya. Perempuan itu menghela nafas lirih, sebelum balas tersenyum. "Assalamualaikum," ucapannya sebelum meraih punggung tangan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status