Share

Bab 4. Syarat yang Diajukan

Rani menatap ke depan, melihat hamparan kota yang penuh lampu yang berkelap-kelip. Untung dia ada di lantai 3 jadi bisa melihat pemandangan yang tidak mau dia lihat ulang lagi, karena ini ada di rumah sakit.

“Anda pernah bilang, kalau Anda yakin, istri Anda masih hidup. Jadi, bilamana itu terjadi benar, dan kita masih dalam ikatan pernikahan, apa yang akan Anda lakukan?”

Doni terdiam, dia tidak pernah menyangka kalau wanita di depannya akan berpikir sejauh itu.

“Apa Anda akan langsung membuang Saya? Karena kebutuhan diri Anda sudah ada yang mengisi kembali, atau ... Anda akan tetap bersama Saya yang mungkin waktu itu telah mengandung benih dari Anda.”

Doni semakin dibuat terdiam. Dia tidak habis pikir dengan jalan pikiran Rani, karena dia pikir itu tidak akan terjadi sebab mereka menikah dikarenakan Fania dan tidak akan ada cinta di dalamnya.

“Saya tidak bisa munafik, mungkin saja berbagi peluh akan Saya minta, walaupun menikah tanpa cinta. Lagian, cinta dan suka akan tumbuh dengan sendirinya, bila kita saling memperhatikan dan saling dekat walaupun hanya di depan Fania.”

Doni tidak bisa menyangkal, apa yang di ucapkan Rani. Apa lagi dia memang laki-laki yang selalu haus akan berjibaku diranjang, walaupun selama ini dia tahan dan bermain sendiri karena takut akan berimbas pada Fania di kemudian hari.

Embusan nafas keduanya menjadi irama yang begitu terdengar jelas.

 Doni dan Rani termenung dengan pikiran masing-masing.

“Bagaimana kalau kita menikah kontrak?” Doni menatap wanita di depannya.

Dia tahu, ini memang cara yang pastinya merugikan bagi Rani. Karena menikah kontrak, sedikit banyak pihak wanitalah yang paling dirugikan.

Embusan nafas kuat terdengar, Rani berbalik menatap laki-laki di depannya.

“Saya tidak setuju! Lebih baik kita menikah seperti biasa, dengan Syarat, 1. Jangan melarang Saya pergi, bila Anda kembali bertemu dengannya, karena saat itu, talak pernikahan kita jatuh satu. 2. Jangan melarang dan memaksa Saya untuk tidak mencintai Anda, apalagi membesarkan benih yang tertanam. Bagaimana?”

Doni menatap Rani, “apa kamu yakin?”

“Ya!” Rani menjawab tegas, walaupun dia merasa ragu, tapi dia tidak mau melakukan kesalahan yang membuat Fania kembali sakit.

“Baiklah, bila itu keinginanmu.” Doni tidak banyak berpikir, karena dia yakin satu dari dua syarat itu mustahil akan terjadi.

“Kalau begitu, malam ini juga kita menikah.”

“Apa! Apa kamu tidak_”

“Jangan mengulur waktu lagi, pekerjaan yang baik itu harus disegerakan dengan sesegera mungkin.” Doni menarik Rani dan memangkunya karena Rani terus ingin melepaskan diri.

“Heeey, lepaskan! Saya memang menyetujuinya, tapi bukan saat ini juga, DONIII ...!!!”

Tanpa sadar Rani memanggil Doni dengan namanya langsung.

Mereka saling bertatap dan terkejut, “maaf, itu spontan.” Ucap Rani lirih, “Jadi, bisa turunkan Saya sekarang?”

“TIDAK! Sekarang kita temui semua orang.” Doni kembali berjalan menuju orang tuanya.

“Apa! Tidak, tidak. Cepat turunkan Saya!” Rani kembali berontak, membuat Doni akhirnya mengubah pangkuan menjadi panggulan.

“Diamlah! Apa kamu tahu, seluruh wanita itu menginginkan dekat denganku.” Tanpa canggung Doni menepuk bokong Rani.

“Heeey, apa yang Anda lakukan! Turunkan Saya!” Rani terus meronta, sembari memukul dengan kuat ketika Doni melangkah, dia terus mencoba untuk bisa lepas dari Doni.

“Mih, Doni mau menikah saat ini jug_”

“Hey, siapa yang mau menikah dengan Tuan Arogan Sepertimu!” Rani terus meronta, sampai akhirnya Doni pun menurunkannya.

“Bukannya tadi kamu sudah menyetujuinya? Jangan maluuu, sekarang kita menikah saja, masalah_”

Sebelum Doni menjelaskan, sebuah pukulan melayang di punggung Doni, membuat semua orang terkejut sebab itu terdengar jelas, sehingga Doni terhuyung ke depan.

“Kamu itu memang orang jahat, Don! Bagaimana janji kita? Bukannya akulah yang harusnya menikah denganmu!” Mawar berkacak pinggang.

 Rani ingat, Mawar adalah wanita yang tadi ingin memeluk Fania tapi di tolak.

“Apa selama ini yang kita lakukan tidak ada apa-apanya untukmu?”

Mendengar itu Rani menatap Doni, pikiran kotor antara Doni dan wanita itu terbayang membuat Rani merinding.

Dengan perlahan dia mencoba melepaskan diri dari pertengkaran dua orang di depannya.

“Mau ke mana?” Doni mencengkeram tangan, menatap Rani.

“Lepaskan!” Rani meminta untuk lepas, “sepertinya Anda harus menyelesaikan urusan yang lebih penting, sebelum kita menikah!”

“Apa! Kalian berencana untuk menikah, Apa itu benar?” Mawar menatap Doni dan Rani bergantian.

Namun keduanya tidak kunjung bicara, apalagi Rani, dia tidak berani mengiyakan karena dia sendiri pun belum yakin setelah mendengar apa Mawar ucapkan.

“Hey, wanita murahan yang tidak tahu asal usulnya! Asal kamu tahu, ya! Doni dan aku sudah_”

“Mawar!” Doni membentak, dia paling tidak suka mendengar orang berteriak di depannya, kecuali 3 wanita yang dia sayang.

“Keluar kamu! Saya rasa, kamu harus pergi sekarang, sebelum Saya menyuruh mereka untuk menyeretmu!”

Mawar terlihat kesal, tapi dia tidak berani membantah karena itu bisa berdampak buruk bagi dirinya.

“Apa kamu tidak punya, telinga!” Suara teriakan Doni membuat Rani terkejut,

“Apa Anda ingin membuat semua orang jantungan!” Rani akhirnya bisa melepaskan tangan dari Doni.

Interaksi keduanya membuat Mawar kesal, sehingga sebelum dia pergi, Mawar mendekati Rani,

“Saya tidak akan tinggal diam, asal kamu harus tahu, kami bukan hanya sekedar dekat, tapi lebih dari itu. Jadi_”

“Seret dia keluar!” Doni memerintahkan para penjaganya untuk mengeluarkan Mawar secara paksa.

“Kamu tidak akan bisa bersamanya!” Mawar diseret dengan paksa.

“Dengar dan ingat itu, wanita murahan!” Mata Mawar menatap tajam Rani dengan permusuhan.

Setelah Mawar pergi, Doni membawa Rani ke depan Fania, “Sayang, kalau Mamah Rani jadi mamah benaran kamu, kamu_”

“Sebaiknya, itu di tunda dulu, Pak. Saya tidak ingin menikah dengan laki-laki yang sudah berjanji pada wanita lain. Jadi, selesaikan dulu semua urusan itu, baru kita bisa menikah.”

“Apa yang kamu lakukan! Bukannya, kamu sudah_”

“Maaf, Saya tidak bisa.” Rani melepaskan pegangan. Dia menatap Fania,

“Maafkan Mamah, ya. Ini yang terbaik untuk kita semua.” Tangannya terulur mengusap Fania.

“Jadi, kamu lebih memilih meninggalkan Fania?” Doni menatap lekat Rani.

Entah sedari kapan, dia merasa tidak rela bila wanita ini meninggalkannya.

“Bila Anda masih punya urusan dengan wanita lain? Itu akan membuat pernikahan hancur, dan Fanialah yang akan menjadi korban kedua kalinya. Jadi, lebih baik Anda selesaikan dulu semua urusan dengan wanita itu.”

“Kalau begitu, silakan kamu pergi!” Doni akhirnya berucap kasar kembali.

Rani terkejut, dia tidak menyangka kalau Doni mengusirnya saat itu juga. Tapi, Rani tidak bisa apa-apa karena ini mungkin yang lebih baik.

“Kenapa masih diam? Bukannya itu yang kamu inginkan!” Doni menatap lekat wanita yang kembali sudah mengisi hatinya yang sedikit terbuka.

“Sayaaang, Mamah pulang dulu.” Ucap Rani pelan karena Fania tertidur, setelah diberi obat.

“Kamu harus ingat, mulai saat ini, bila kamu pergi keluar dari kamar, tidak akan lagi bisa bertemu dengan Fania.”

Rani tidak menjawab, dia melangkah perlahan. Walaupun berat, tapi inilah yang harus Rani jalani supaya tidak kembali sakit akibat laki-laki.

“Apa kamu yakin, tidak akan terjadi apa-apa pada Fania?” Mamih Doni yang sejak tadi hanya melihat interaksi keduanya terlihat kawatir.

Doni menggeleng “Mungkin ini yang terbaik.” Doni melangkah lesu, “Doni pulang dulu, Mih.” Akhirnya dia pun pulang.

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status